Deswati

Nama saya Deswati, lahir di Guguak Tinggi, Kabupaten Agam. Anak pertama dari 8 bersaudara. Mengajar di Thawalib Parabek sejak tahun 2002. Dianugerahi 3 orang an...

Selengkapnya
Navigasi Web

Pendidikan karakter

Urgensi Pendidikan Karakter untuk Generasi Ranah Minang dalam Rangka Mewujudkan Agam Madani

Generasi millennia hidup di zaman modern dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Handphone yang dulunya sebagai sarana komunikasi berkembang menjadi berbagai fungsi, seperti kamera untuk selfie, mencari informasi dengan media internet, dan masih banyak fungsi yang lainnya. Awal penciptaan teknologi ini pada dasarnya untuk mempermudah penggunanya, tetapi kadang ada beberapa orang yang tidak bisa menggunakannya sesuai dengan kebutuhannya.

Generasi millennia dalam hal ini termasuk peserta didik sudah terjerat dengan godaan HP, gadget, atau ponsel. Mereka seperti tidak kenal waktu, tempat, ataupun orang-orang yang ada diselelilingnya. Mereka disibukkan dengan gadget dan media sosial yang lebih menawarkan kesenangan dan kebahagiaan tersendiri bagi penikmatnya. Mereka seakan terbius oleh suasana dan kebiasaan yang justru akan membawa mereka ke gerbang kemalasan, kecuekan, bahkan mereka terisolasi dari kehidupan sosial yang ada di dunia nyata.

Generasi ranah minang dulunya adalah generasi yang ramah, peduli, dan terkenal sopan santunnya. Mereka diajarkan dengan berbagai semboyan yang dijadikan falsafah hidup, seperti “Adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Artinya seluruh timgkah laku keseharian masyarakat minang taat pada aturan agama dan aturan adat. Aturan agama mengajarkan bahwa semua muslim itu bersaudara, maka sesama muslim harus saling bertegur sapa. Aturan adat mengatur bagaimana tatacara berhubungan dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Ado kato mandaki, kato manurun, dan kato malereng. Diaturan adat juga terdapat istilah “Syarak mangato, adaik mamakai”, artinya segala sesuatunya dalam adat diatur oleh agama, jadi aturan tertinggi berdasar pada agama.

Dewasa ini aturan yang ada di ranah minang sudah mulai tidak dikenal generasi mudanya, kita tidak tahu siapa yang salah dalam hal ini, apakah orang tua, masyarakat atau pendidikan itu sendiri. Kalau untuk mencari siapa yang salah itu akan menghabiskan waktu, seperti menghasta kain sarung.

Beberapa peristiwa yang terjadi di sekitar kita cukup membuat prihatin. Suatu siang seorang supir angkot sibuk mencari penumpang, sampailah pada satu simpang dan memanggil anak sekolah “pasar nak” “pasar nak”. Tanpa menoleh tanpa memberi isyarat, mereka tetap sibuk dengan gadgetnya. Bapak tua itu pergi sambil berkata “Dasar anak muda zaman sekarang, tidak peduli dengan teriakan orang tua” dengan wajah sedihnya.

Dari peristiwa itu kita lihat bahwa banyak generasi muda zaman sekarang yang tidak peduli dengan orang lain. Mereka sibuk dengan dirinya, dengan gadgetnya. Peristiwa di bawah ini juga pernah penulis temui secara langsung ketika pulang sekolah. Di sebuah angkot yang hampir penuh penumpangnya, naiklah seorang nenek, semua anak sekolah yang ada di dalam angkot itu tidak ada satu pun yang mau mengeser duduknya, semua sibuk dengan HP mereka, tanpa melihat, tanpa menyapa mereka terus sibuk dengan kegiatannya, bahkan ketika nenek itu hampir jatuh karena tersandung disebabkan kaki seorang anak yang duduk di dekat pintu masuk, semuanya tetap tak bergerak dan tetap tak peduli. Inilah gambaran anak muda zaman sekarang, tidah hanya ditemui di kota-kota besar, atau di senetron televisi, bahkan di dunia nyata ini terjadi di depan mata kita.

Gadget atau HP merupakan salah satu dari sekian banyak pengaruh yang mengubah kehidupan sosial masyarakat, tidak terkecuali di ranah minang yang kita cintai ini. Pantun adat berupa nasihat sudah jarang kita temui, ini sudah seperti barang langka:

Nan kuriak ialah kundi

Nan merah iolah sago

Nan baiak ialah budi

Nan indah iolah baso.

Sopan santun, ramah tamah menyayangi yang kecil, menghormati yang tua, seperti sudah mulai hilang di ranah ini, raib ditelan peradaban modern yang serba individualis.

Kemajuan suatu bangsa sangat bergantung pada seberapa kuat karakter positif yang dimiliki oleh bangsa tersebut, selain kemampuan berpikir, menganalisis, kreativitas, dan lain-lain. Indonesia dalam hal ini termasuk ranah minang, terutama generasi mudanya masih mempunyai kemampuan berpikir, tingkat analisis, dan kreativitas masih rendah. Di tambah lagi masalah sosial yang berdasar pada moral. Fenomena ini tampak di permukaan berupa terjadinya degradasi moral seperti kenakalan temaja, yang dim ulai dari malas membaca dan belajar, kurangnya daya saing dan kreativitas, merokok, tawuran, hingga narkoba. Pendidikan karakter merupakan salah satu jalan keluar dari persoalan yang berakar dari moral dan mental.

Pendidikan karakter sudah dimulai sebagai gerakan nasional sejak tahun 2010. Di dunia pendidikan penguatan karakter terintegrasi dalam semua kegiatan sekolah yang dikemas dalam kurikulum 2013 dan disempurnakan sejak tahun 2016 . Pendidikan karakter perlu ditanamkan sejak dini mulai dari rumah yang dibentuk oleh orang tua, dilanjutkan dengan pendidikan dasar, agar dapat mengantisipasi persoalan di masa depan yang semakin kompleks. Generasi penerus dalam hal ini anak didik memerlukan tokoh-tokoh sebagai anutan yang bisa dijadikan teladan, tidak luput dari peran serta guru sebagai tenaga pendidik, serta didukung oleh lingkungan masyarakat yang kondusif berperan membentuk karakter generasi penerus bangsa.

Kurangnya pendidikan moral dan agama di lingkungan keluarga atau masyarakat, diharapkan peran serta sekolah sebagai pembentuk nilai moral, sebagai salah satu fungsi peradaban yang paling utama dengan memasukkan nilai-nilai universal seperti perhatian, kepercayaan, rasa hormat, dan tanggung jawab. Serta perlunya komitmen untuk berusaha menjadi guru yang baik, berkarakter, peduli pada masyarakat dengan tetap memerhatikan kemampuan akademik.

Guru zaman sekarang harus cerdas, tidak hanya di bidang yang diampunya, tetapi juga harus cerdas dalam menyikapi segala bentuk tingkah laku anak didiknya. Guru dituntut tidak hanya cerdas intelektual saja, tetapi juga harus cerdas segala hal seperti yang disampaikan DR. Howard Gardner, antara lain cerdas interpersonal, emosional, intrapersonal, language, dan lain-lain {Munif Chatib}. Di samping itu guru juga harus kaya dengan inovasi-inovasi baru yang mampu menghasilkan suatu karya sebagai tuntutan profesionalismenya. Guru mampu merangkul siswa untuk berkolaborasi melakukan penelitian {research], pengamatan {observasi}atau karya-karya lain yang sesuai dengan bidangnya.

Seorang guru harus memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anak generasi zaman sekarang agar lebih berkarakter, santun, dan peduli dangan lingkungannya. Diperlukan komitmen dan dedikasi tinggi dari setiap guru. Guru harus mampu menanamkan dalam dirinya untuk selalu bersikap relegius menjalankan semua perintah agamanya dengan baik, agar mampu membendung informasi negatif yang menyerang generasi muda. Aplikasi sikap relegius dalam keseharian akan mencegah kemorosotan moral.

Urgensi pendidikan karakter semakin mendesak seiring tantangan berat yang akan dihadapi di masa mendatang. Meningkatkan etos membaca, kerja keras dan kemandirian generasi muda agar mereka mampu menjadi pemimpin yang handal di masa yang akan datang. Generasi muda dalam hal ini anak didik yang ada saat ini adalah calon pemimpin di Generasi Emas Indonesia tahun 2045 yang harus memiliki jiwa dan mental yang kuat. Guru harus mampu memberikan kontribusi nyata dalam membangun sumber daya manusia demi masa depan Indonesia yang lebih gemilang dan bermatabat.

Referensi:

1. Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia. Mizan Pustaka: Jakarta

2. Undang-undang Pendidikan no. 20 tahun 2003

3. Tim Prima Pena. Kamus Besar Bahasa Indonesia

Biodata Penulis

Deswati dilahirkan di Guguak Tinggi, pada tanggal 9 April 1969. Menyelesaikan pendidikan pada S I jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 1993. Sejak Juni 1993 mengajar di MAN 1 Curup, Bengkulu, dan bergabung di Madrasah Sumatera Thawalib Parabek sejak bulan April tahun 2002, mengajar di tingkat Aliyah mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Pernah mengikuti beberapa kali lomba menulis resensi atau mengulas tingkat nasional. Sedang menyelesaikan buku kumpulan puisi, yang insyaallah akan diterbitkan pada awal tahun 2019.

Lomba Menulis Artikel Ilmiah

Forum Literasi Kabupaten Agam

Tema : Urgensi Mengantisipasi Lost Generation

Oleh:

DESWATI

Guru Madrasah Sumatera Thawalib Parabek

Kanagarian Ladang Laweh

Kabupaten Agam

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap,bu

29 Jan
Balas

Terima kasih. Mohon kritiknya

29 Jan

Mantaph bunda. Fighting!

29 Jan
Balas

Makasih ya, semoga selalu jadi kritukus untukku.

29 Jan
Balas



search

New Post