Guru Super
Dunia pendidikan tidak akan terlepas dari sosok pengajar didalamnya. Dengan berbagai istilah nama panggilan selain “guru”. Begitu tinggi ekspektasi dan penghormatan masyarakat luas terhadap sosok guru dari sejak dulu. Begitu besar jasa guru hingga guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Gambaran sosok manusia yang tanpa pamrih mendidik, melatih dan mengajar anak-anak didiknya. Meskipun berpenghasilan kecil serta hidup dalam kesederhanaan, namun mereka bekerja dengan penuh dedikasi tinggi. Tidak lelah membagi ilmu yang dimilikinya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berkat guru pula banyak lahir manusia-manusia hebat. Menduduki posisi-posisi penting sebagai penggerak perusahan, negara bahkan dunia. Itulah salah satu kehebatan manusia cerdas berbalut seragam yang disebut guru. Guru dapat mengubah seseorang yang biasa-biasa saja menjadi sosok yang luar biasa. Guru ibarat tenaga pembangkit yang dapat memutar roda perkembangan peradaban manusia. Sering kita mendengar kata-kata bijak “maju mundurnya suatu bangsa dapat dilihat dari kemajuan pendidikannya”.
Kemampuan itulah guru terlihat seperti “manusia super” dalam kehidupan nyata. Pemikiran yang mungkin tidak jauh berbeda dirasakan oleh sebagian besar anak didiknya. Jawaban mengejutkan ketika siswa sekolah menengah pertama ditanya tentang kemampuan gurunya. Bagi mereka guru merupakan seseorang dengan kemampuan lebih. Dengan mudahnya memaparkan materi-materi pelajaran yang begitu banyak bahkan memecahkan soal-soal tersulit sekalipun, seorang guru dapat melakukannya. Sungguh menakjubkan! Selain itu, Guru juga selalu bisa mengatasi masalah-masalah yang dalami anak didiknya. Menggunakan berbagai cara unik dan kreativitas yang tinggi masalah selalu dapat diatasi.
“Amazing...!” ungkap mereka begitu terpana akan kehebatan gurunya. Sungguh kekaguman yang luar biasa dari anak didik untuk gurunya. Oleh karena itu, tidak sedikit dari mereka yang menjadikan gurunya sebagai role model. Dimana segala tindak-tanduk seorang guru menjadi pusat perhatian. Bahkan ucapan seorang guru akan lebih didengar ketimbang ucapan orang tuanya. Dulu begitu tinggi penghormatan seseorang kepada guru. Terlihat saat betapa senangnya anak-anak berlomba mencari perhatian guru. Berebut dengan teman yang lain hanya untuk sekedar membawakan tas atau bukunya. Tak ketinggalan sapaan manja, merajuk atau hanya sekedar senyuman kecil tersungging diwajahnya ketika bertemu dengan guru. Sungguh kenangan yang begitu indah bersama sosok guru. Bahkan ketika mereka mengadu kepada orang tua setelah dimarahi atau dihukum guru, hampir tidak ada orang tua yang membela anaknya. Karena begitu besar kepercayaan orang tua kepada sang guru. Mereka yakin apapun yang dilakukan guru sudah tentu demi kebaikan anaknya.
Fenomena seperti ini menggelitik ingatan tentang perkataan seorang guru semasa duduk di bangku sekolah dulu. Bahwa kata Guru merupakan singkatan dari kata digugu dan ditiru. Sebuah ungkapan yang terdengar ringan namun menyisipkan tanggung jawab yang besar di dalamnya. Seakan pandangan seluruh dunia tertuju kepada guru. Guru tidak hanya sebagai teladan bagi anak didiknya saja. Akan tetapi, menjadi sosok panutan dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya. Apalagi saat sekarang ini, pemerintah mulai melirik dan memperhatikan kesejahteraan guru. Kini kehidupan guru berangsur membaik, meskipun kesejateraan itu belum menyentuh para guru honorer. Meskipun demikian, profesi guru mulai mendapatkan banyak peminat dan menjadi salah satu profesi yang cukup menjanjikan.
Kesejahteraan dan penghargaan masyarakat yang didapatkan guru seyogyanya tidak menjadikan seorang guru melupakan tugas utamanya. Apabila hal itu terjadi kesejahteraan dan penghargaan itu akan menjadi bumerang bagi guru itu sendiri. Bagaimana tidak, persepsi tentang sosok yang digugu dan ditiru terus berkembang dalam pikiran setiap orang. Hingga lambat laun berubah menjadi sederet tuntutan terhadap profesi guru. Guru harus menjadi “manusia super” yang serba bisa, tidak kenal lelah dan jangan pernah melakukan kesalahan. Kinerja guru menjadi pusat perhatian banyak pihak. Akibatnya, saat seorang guru melakukan suatu kesalahan menjadi sesuatu yang luar biasa. Hingga perlahan mengikis habis rasa hormat dan rasa percaya kepada sosok guru.
Guru kini seperti berada di persimpangan jalan. Entah..dia harus meangkah kemana?. Satu sisi Kemampuan guru yang hebat itu pun kini dipertanyakan. Mereka melupakan guru yang nyatanya hanya manusia biasa. Kondisi tersebut diperparah dengan adanya ulah oknum-oknum yang mengaku dirinya guru melakukan perbuatan yang tak layak, melanggar aturan dan norma yang ada. Sehingga berita tentang buruknya akhlak dan kinerja guru selalu menjadi trending topik di media sosial. Hiruk-pikuk pendapat dari para netizen berseliweran. Banyak diantaranya berkomentar buruk atau bahkan hujatan, cacian, dan makian. Tanpa mengetahui terlebih dahulu duduk persoalan yang sebenarnya. Dengan mudahnya mereka saling berargumen membuat profesi guru semakin terpojok.
Kepercayaan terhadap guru pun semakin berkurang, termasuk pemerintah yang kini seakan membantu dengan setengah hati. Ditambahnya tugas dan kewajiban baru yang harus dipenuhi oleh guru. “Manusia super” itu kini dituntut menunjukkan kemampuannya secara nyata. Kepercayaan sebagai sosok yang layak untuk digugu dan ditiru menjadi tantangan yang berat bagi guru itu sendiri. Membuat guru perlu semakin berhati-hati baik dalam ucapan maupun tindakannya. Selain itu, guru pun harus terus meng-update pengetahuannya untuk tetap bisa bertahan dengan kesuperannya. Karena jika anak-anak didiknya mengalami kegagalan dalam akademik atau pun berperilaku buruk sudah pasti guru yang akan disalahkan.
Kenyataan pahit yang harus diterima bahwa manusia super itu kini tampak seperti manusia kebanyakan. Tidak ada lagi hal istimewa yang terlihat dari sosok guru. Sekarang guru hanya sebatas pekerja biasa dengan setumpuk kewajiban. Jika tidak dipenuhi atau bahkan sedikit saja melakukan kesalahan maka guru tersebut harus siap dengan segala konsekuensinya. tidak hanya konsekuensi finansial termasuk sanksi sosial pun harus dihadapi seorang guru. Sebagai contoh ketika seorang guru mencubit atau memotong rambut seorang siswanya karena melanggar aturan sekolah. Kemudian guru tersebut justru menjadi tersangka karena melakukan tindak kekerasan. Hingga dijatuhi hukuman oleh pengadilan. Berapa banyak kasus tawuran yang kerap terjadi baik satu sekolah maupun antar sekolah dan sosok yang disalahkan adalah guru khususnya guru bimbingan dan konseling. Dan masih banyak lagi kasus-kasus lainnya yang melibatkan guru.
Lalu apa yang perlu dilakukan oleh guru? Apakah hanya duduk terdiam dan menerima kenyataan yang terjadi atau berbuat sesuatu yang dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada profesi guru. Memposisikan guru pada kedudukan yang sebenarnya bahwa guru hanya manusia biasa. Sangat mungkin dapat melakukan kesalahan namun, bukan berarti dijadikan sebagai alasan pembenaran ketika seorang guru melakukan kesalahan. Bagaimana caranya? Apakah mungkin menjadi guru super?. Pengalaman selama bertahun-tahun menjadi guru bimbingan dan konseling. Menyadarkan diri bahwa untuk menjadi seorang guru super tidaklah sesulit yang dibayangkan. Pada hakikatnya perlu disadari bahwa manusia super tetaplah manusia. Merupakan makhluk fana yang memiliki kekurangan dan kelebihan. Akan tetapi, bukan berarti kita membiarkan kesalahan itu terjadi atau terulang kembali. Mulailah dengan membiasakan diri untuk selalu berintrospeksi diri serta memahami profesi guru lebih dalam. Mengingat kembali hal-hal terpenting yang sering kita lupakan diantaranya adalah:
Rasa Percaya,perlu diingat bahwa anak adalah [1]hadiah dari Tuhan. Anak dianugerahi banyak hal yang luar biasa oleh Tuhan. Untuk dapat mengisi dan melengkapi kehidupan dunia orang dewasa lebih berwarna dan penuh arti. Sebagai anugerah setiap anak memiliki potensi untuk menjadi seorang yang genius. Jika seorang guru percaya dengan kemampuan anak-anak didiknya, maka guru tersebut dapat menyentuh si jenius dalam diri anak didiknya. Seperti yang dikatakan oleh Shakuntala Devi sosok wanita jenius yang berasal dari india : “Kepercayaan andalah bimbingan yang dilapisi rasa percaya yang kuat yang akan membantu anak mengenali dan memenuhi setiap potensi yang ada dalam dirinya”. Berhenti labelling (memberi cap) kepada anak, seperti contoh: mencap anak dengan sebutan pemalas, bodoh dan lain sebagainya. Sebagai ungkapan ketidakpuasan terhadap kegiatan yang sudah dilakukan anak. Semua jika dilakukan oleh serang guru secara otomatis dapat menghapus sendiri semua ajaran yang guru telah berikan kepadanya.
[2]Ikhlas menurut kamus besar bahasa indonesia memiliki arti bersih hati, tulus hati. Dalam keikhlasan terkandung makna kejujuran serta kerelaan. Seorang “guru super” perlu memiliki kebersihan hati untuk dapat menjalankan tugas dan kewajibannya. Tanpa selalu pamrih atau menuntut hak serta mendahulukan kepentingan pribadinya. Jika seorang guru telah menumbuhkan niat ikhlas dalam hatinya maka, ia akan menjalankan tugas dengan perasaan senang dan sabar. Sesulit apa pun situasi dan kondisi yang dialami saat mengajar. Guru yang ikhlas adalah guru yang mengerjakan tugas sebagai bentuk pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya. Menyadari setiap tindak tanduknya akan dipertanggungjawabkan nanti dihadapan Tuhan. Sebagai Pribadi yang mampu menerima diri maupun menerima anak-anak didiknya sebagai pribadi unik. Memiliki berbagai latar belakang yang berbeda, karakteristik, kelebihan serta kekurangannya. Sehingga seorang guru dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan anak-anak didiknya. Begitu juga dalam hal memilih metode yang paling tepat untuk mendidik dan mengajar anak-anak di sekolah.
Berpikir Ilmiah sebagai salah satu cara untuk mewujudkan keikhlasan. Kita adalah ilmuwan alami yang mampu memprediksi masa depan, membuat pilihan, mengamati dan menganalisis hasil dari sebuah keputusan. Inilah esensi dari ilmu pengetahuan. Membuat berbagai hipotesis atau dugaan yang masuk akal kemudian melakukan percobaan. Melakukan pemeriksaan untuk mengukuhkan atau menyangkal hipotesis-hipotesis tersebut untuk mengungkap kebenaran dan untuk memahami realita kehidupan. Ilmu pengetahuan tidak hanya berupa logika atau fakta untuk memverifikasi atau menyalahkan suatu teori. Ilmu pengetahuan bersifat dinamis merupakan teori-teori yang direvisi terus-menerus untuk memperoleh arti yang lebih luas. Mencari kebenaran yang mendekati kesempurnaan. Ilmu pengetahuan juga dapat mengatasi kesengsaraan emosional yang sering mempengaruhi kita dalam menjalani kehidupan.
[3]Menurut Albert Ellis terdapat tiga filosofis dalam kehidupan yang dapat mengatasi kesengsaraan emosional: penerimaan terhadap diri sendiri, orang lain dan kehidupan tanpa syarat. Berusaha untuk selalu berpikir rasional, berpegang terhadap realitas, memeriksa berbagai hipotesis tentang diri sendiri, orang lain dan dunia. Berhentilah untuk menjadi seorang yang selalu optimis, selalu mengharapkan keajaiban terjadi tanpa melakukan usaha yang benar-benar optimal. Buanglah angan-angan bahwa segala sesuatu mudah untuk didapatkan. Semakin sering berpikir ilmiah, rasional dan realistis, maka semakin berkurang pula seseorang mengalami ketegangan emosional.
Menikmati setiap detik peristiwa yang terjadi dalam hidup ini menjadi rangkaian pengalaman yang sangat berharga. Jadikan pengalaman-pengalaman itu sebagai spion. Dimana masa lalu tetap berada di belakang namun, sesekali kita dapat melihatnya saat dibutuhkan. Untuk selalu berhati-hati ketika melangkah maju menuju arah yang benar. Menyongsong masa depan menjadi pribadi yang lebih baik. Tidak ada kata selesai dalam belajar. Karena dengan mempelajari sesuatu yang baru setiap harinya akan mengantarkan diri kita menjadi seorang “guru super”.
Riwayat Penulis
Dety Anugrah Fajarwati, lahir di Jakarta 08 Maret 1982. Telah menyelesaikan Strata dua (S2) jurusan Bimbingan dan Konseling di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Mengajar sebagai guru BK di SMPN 1 Batujajar hingga sekarang. Menjadi sekretaris MGBK tingkat Gugus Kabupaten Bandung Barat sejak th. 2012 hingga sekarang.
Motto kehidupan: “Keinginan kuat serta usaha keras akan menarik kesempatan itu datang kepadamu”.
[1] Shakuntala Devi, Jadikan Anak Anda Jenius, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2011, hlm. 5.
[2]Kamus Bahasa indonesia Online, Arti Kata Ikhlas, diakses dari http://kbbi.web.id/ikhlas.html, pada tanggal 25 Februari 2017 pukul 13.30 wib.
[3] Albert Ellis, Terapi R. E. B Rational Emotive Behavior Agar Hidup Bebas Derita, Mizan Media Utama, Bandung, 2007, hlm. 14.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Guru digugu dan ditiru. Maka seorang guru harus memiliki empati yang besar. Menjadi penghubung yang cerdas. Menjadi teman yang menyenangkan.
aamiin makasih supportnya pak Wiyono sukses juga..
betul sekali pak Yudha mengajar dan mendidik pake hati inshaAllah tetap berusaha menjadi guru sekaligus teman yang menyenangkan..
aamiin makasih supportnya pak Wiyono sukses juga..
Uniknya dan beberapa bagian yang menjadi tantangan. Tetap semangat antarkan anak menuju hidup bermartabat. Selamat menjadi guru dan Sukses selalu.