Seorang guru pasti mencintai anak didiknya, begitupun dengan Bu Nani. Ia mengenali seluruh siswanya satu persatu, dari dua puluh satu siswa kelas satu tanpa luput satupun. Ia paham kalau Adit akan menangis jika tak melihat wajah ibunya dari balik kaca jendela, Saskia yang imut dengan kacamata selalu menyapa dan berlari menyambutnya di gerbang sekolah setiap pagi. Randi yang akan berjalan keliling kelas saat telah selesai mengerjakan tugas.

Bu Nani mengelilingi kelas dan berhenti sejenak pada setiap tempat duduk siswa. Ia memegang sandaran kursi, mengusapnya seakan membelai bahu dan kepala siswanya satu persatu. Dipandanginya setiap sudut, pojok baca sudah mulai berdebu. Tak dilihatnya lagi Ghofur melaksanakan sholat dhuha dengan khusuk di pojok ibadah, hanya hamparan sajadah yang diam menunggu. Lidahnya kelu, matanya buram berkabut air mata kerinduan.

Tiga bulan di penghujung tahun pelajaran kemaren tak ada lagi pertemuan dengan siswa yang dirindukannya setiap hari. Raporpun diambil oleh orang tua diakhir tahun pelajaran, tak ada nasehat dan kata motivasi agar belajar lebih giat dikelas yang lebih tinggi. Apalagi pelukan hangat dan ucapan terima kasih yang tulus dari bibir bibir mungil siswanya tiada terdengar sebagai salam perpisahan.

Tahun pelajaran baru telah tiba, tetapi keadaan masih seperti kemaren. Ruang kelas kosong tanpa siswa, hanya Bu Nani sendiri menyiapkan tugas dan media. Semangat tak pernah surut untuk membimbing mereka belajar membaca, menulis dan berhitung. Ia tahu merekapun rindu belajar di sekolah, tetapi aturan harus dipatuhi. Biarlah ia yang akan menjelang siswa dari rumah kerumah, menjemput rindunya pada senyum generasi penerus bangsa.

S3, 25 Juli 2020