Bisik Doa di Kenanga Dua
Kadang harapan kita tak selalu sejalan dengan apa yang Allah takdirkan.
Terkadang kita tak ingin menerima dengan jalan hidup yang kita harus hadapi.
Segala yang tampak didepan mata seolah tak selaras dengan pikir kita.
Aku tak ingin berprasangka apalagi berpikiran buruk akan apa yang aku jalani dan yang akan aku jalani.
Biarlah semua berjalan sesuai jalur yang terarah dan tampak di depan mata. Karena sesungguhnya keikhlasan itu membuat aku bisa berjalan dengan ringan.
Aku tak mau lagi mengeluh dengan segala kondisi yang ada. Aku tak mau lagi membuat asumsi-asumsi yang membuat pikir dan sukmaku tak tentu arah.
Aku hanya ingin mengikhlaskan hidupku dengan ikhtiar yang sebaik- baiknya.
Dimana hatiku saat ini?, dimana ketenangan hati yang saat ini aku inginkan?
1. Kenapa Saya?
“ Kenapa harus Saya?”
Itu pertanyaan yang ada dibenak Yuli saat pertama kali kenyataan yang dia anggap pahit hadir dihidupnya.
Kehidupan berjalan sangat normal, bahkan bahagia tengah ia rasakan sebab penantian panjang menunggu kehadiran buah hati selama 11 tahun telah berakhir karena Allah SWT beri hadiah terindah untuknya. Sampai pada suatu hari betapa kaget Yuli mendapati kondisi anak perempuannya dalam keadaan tidak baik.
“Ibu, sebenarnya hal seperti ini dibeberapa anak pernah terjadi. Dan ada. Tapi untuk lebih memastikan jenis penyakitnya apa, saya sarankan untuk pergi ke dokter spesialis anak.” Ungkap Bidan Dina kepada Yuli menjelaskan kondisi anak perempuannya itu.
Dan tanpa pikir panjang, hari itu juga Dia bergegas pergi ke dokter spesialis anak. Dia pergi tanpa ditemani siapapun, bahkan suaminya pun tak menyertainya. Sebab Maman sedang tugas ke luar kota.
Dengan menaiki angkot Dia pergi ke klinik terkenal di kecamatan tersebut. Dipeluknya Aisyah disepanjang perjalanan dalam gendongan. Pesan whatApp terus bertambah. Ibu, Ayah, Adik dan tentu suaminya terus menanyakan kondisi Aisyah dan Yuli.
Sore itu, hujan rintik. Tapi bagi Yuli hujan serasa sangat deras.
“ Ananda Aisyah!” petugas klinik memanggil daftar pasien yang mendapat giliran periksa. Tanpa menjawab Yuli bergegas masuk ke ruangan dokter.
“ Kenapa? “ Tanya dokter dengan singkat, sambil membetulkan letak kertas riwayat pasien yang disodorkan asistennya di atas meja.
“Begini, dok ….” Yuli menceritakan panjang lebar apa yang anaknya alami, semuanya.
“ silahkan baringkan adeknya!” pinta sang dokter.
Aisyah dengan tenangnya berbaring. Balita 7 bulan itu tanpa menangis saat menuruti pemeriksaan dokter. Apa yang dilakukan Yuli, ia hanya duduk di kursi dan tak beranjak. Dia hanya meremas tangan mungilnya.
“Oke. “ ucap dokter sambil membetulkan stetoskop ke lehernya, dan duduk kembali di kursi berhadapan dengan Yuli.
“ Begini Bu, saya buatkan surat pengantar untuk ke dokter spesialis bedah di Rumah Sakit Daerah, tetapi sayangnya di daerah kita belum ada dokter spesialis bedah anak. Namun saya sarankan Ibu datang dulu saja ke Rumah Sakit. Nanti kita lihat bagaimana keputusannya. Insya allah adek baik-baik saja.” Kalimat penutup dokter pada pertemuan itu.
Bersambung …
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Luar biasa bu
Keren bu Devi, Sangat menginspirasi.