Dewi Nurmalasari

Saya seorang guru SMA di Surabaya 😊 Alumni IKIP Negeri Malang angkatan 1991, Menyelesaikan study Magister di UNS Surakarta tahun 2009. Beberapa artikel dan ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Alamat Yang Terlupa

Pagi yang indah, hari baru dengan semangat baru. Akan kumulai eposide hidup jauh dari orang tua. Pengalaman pertama, sedih dan senang bercampur jadi satu. Senang akan menjadi seorang mahasiswi, namun juga sedih karena harus pergi jauh menginggalkan keluarga tercinta. Tak terbayangkan jauh dari ayah ibu, “Bisakah aku menjalani?”

Selama tujuh belas tahun aku tidak pernah pergi jauh sendirian. Demi cita-cita, kumantapkan hati untuk menuju kota Malang, di mana aku diterima sebagai maba (mahasiswa baru) di sana.

Sebelum berangkat, sekali lagi aku mengecek isi ranselku. Baju, alat mandi, mukena, alat tulis, semua sudah komplit aku persiapkan jumat sore kemarin. Tidak lupa kue mawar buatan ibu sudah ada dalam kotak bekal dan minum dalam tas tenteng siap diangkat. Oh iya, dompet coklat hampir saja terlupakan, ada foto ayah ibu dan adik didalamnya, yang pasti akan aku butuhkan ketika kangen mereka. Dan tidak ketinggalan cek uang bekalku, satu lembar warna biru gambar persiden Soeharto, dan ada satu lembar lagi lima ribuan gambar orang hutan. Uang saku yang diberi oleh ayah, untuk bekal hidup selama 1 bulan. Kala itu uang lima puluh ribu bisa untuk hidup satu bulan, 30 tahun kemudian uang segitu hanya bisa untuk hidup satu hari, kadang malah kurang, yach zaman telah berubah

Pak Dhi tukang becak sudah menungguku di depan, semua keluarga mengantar di beranda. Adikku yang bawakan ranselku ditaruh di jog becak yang akan mengantarku ke terminal. Salim dan mohon restu pada ayah ibu, mereka berdua berkaca-kaca seolah berat melepasku.

“Hati-hati ya nak, kalau ada apa-apa kirim surat ke Ayah yach,” pesan Ayah sambil mengelus kepalaku.

“Iya Ayah, doakan aku kerasan di sana, aku pasti rindukan ayah,” jawabku sambil mencium punggung tangannya.

Setelah itu aku peluk ibu erat-erat,”Ibuuu” hanya itu yang keluar dari mulutku karena sulit untuk berkata-kata kucium pipi ibu berulang-ualng.

“Iya sayang, hati-hati di jalan ya, dompetnya disimpan di tengah baju agar aman, siapkan uang pecahnya yang untuk naik bus” begitu nasehat ibu.

“Sudah” aku menjawab singkat.

“Belajar yang rajin ya Ndra, gak boleh nakal, jangan lupa bantu ibu mengisi bak mandi tiap pagi!” pesanku pada adik, hehe sok tua aku nich.

“Oke siap!” sambil hormat meniru gaya tentara.

Bismillah berangkat keterminal.

“Assalamualaikum” Sambil melambaikan tangan,

“Waalaikum salam” jawab mereka bertiga serempak.

Sepanjang perjalanan menuju terminal bus, aku puaskan menikmati suasana kota. Selamat tinggal kota lahirku, aku akan pergi untuk kembali. Hehe seperti syair lagu. Lhoo tak terasa telah sampai tujuan, kugendong ranselku, turun dari becak, tidak membayar, karena tadi telah dibayar oleh Ayah.

“Maturnuwun Pak Dhi” aku ucapkan terimakasih pada Pak Dhi.

“Iyo Ning ati-ati yoo.” (Ning panggilan untuk anak perempuan)

Kujawab singkat “Enggih”, yang atinya iya.

Bus jurusan Jogja-Surabaya telah tiba dan segera aku naik untuk mendapatkan tempat duduk yang nyaman. Penumpang cukup ramai, banyak yang seusiaku, kemungkinan memiliki tujuan yang sama, pergi ke kota lain untuk menuntut ilmu. Aku duduk di bangku nomor empat dari depan, aku duduk merapat dengan jendela kaca, karena biasanya mabuk kalau tidak bisa melihat luar. Disebelahku ada cewek cantik berkerudung biru.

“Mbak nanti turun mana?” tanyaku untuk mengawali pembicaraan.

“Jombang” Mbaknya menjawab singkat

“Pean turun mana?” Dia balik bertanya

“Sama Jombang juga.”

“Rumahnya Jombang?” aku mulai kepo.

“Enggak, rumahku Ngawi, turun Jombang untuk transit saja, setelah itu menuju Malang ganti bus Puspa Indah” mbak menjelaskan tujuannya padaku.

“Oh gitu, kalau gitu bareng ya mbak, aku juga mau ke Malang.” hhmm, asyik ternyata tujuan kita sama.

Sepanjang jalan kami ngobrol kesana kemari, untuk mengurangi kejenuhan, bagaimana tidak, bosan, perjalanan yang kami butuhkan 3 jam, duduk di dalam bus.

“Jombang, Jombang, yang turun Jombang persiapan!” begitu teriak kondektur bus mengingatkan penumbang.

Kami berdua transit di Jombang, kemudian lanjutkan perjalanan dengan minibus warna biru, kali ini memilih bangku depan dekat pintu, karena bangku belakang jarak sangat sempit sehingga kaki susah gerak. Butuh waktu 3 jam lagi untuk sampai tujuan. Mulai sedikit mual, karena busnya sangat penuh dengan penumpang. Malah ada yang tidak dapat tempat duduk, nekat yang penting sampai tujuan. Untung saja tarikan mas sopir enak, sehingga tidak terlalu pusing. Sekitar kota Batu, pemandangan sangat indah.

“Wow banget!” pantas saja kalau disebut sebagai kota wisata.

Memang luar biasa ciptaan Allah ini, begitu menakjubkan, meskipun jalananya berbelok-belok, berliku-liku terbayar sudah dengan keindahannya. Setelah melewati kota Batu aku terlelap sebentar, tahu-tahu telah sampai terminal Landungsari Malang. Kami berpisah dengan Mbak yang tadi duduk di sebelahku. Disinilah aku mulai kebingungan, transportasi angkotnya sangat banyak dengan kode yang berbeda-beda. Aku harus naik angkot yang kode apa, daerah tujuanku lupa tak simpan dimana.

“Aduuuh harus bagaimana ini?” aku mulai sedikit panik, karena alamat jelas yang aku tuju terlupa, dan aku tidak bisa mengingatnya karena panjang banget.

Aku kembali ke bus yang aku tumpangi tadi barang kali terjatuh di sana pikirku, aku turun bus dengan tangan kosong. Ingin menangis rasanya. Sejurus aku melihat di samping masjid ada beberapa box telepon umum, tapi siapa yang bisa dihubungi? di rumah tak ada pesawat telepon. Ingin menangis, bingung ingin menghubungi orangtua, namun tak ada yang bisa kulakukan. Lemes deh aku.

Waktu hampir sore, akhirnya aku putuskan ke mushola dulu untuk menjalankan ibadah shalat ashar. Ambil wudhu dan sholat…, setelah salam dudukku bergeser menepi, agar tidak mengganggu yang lain. Alhamdulillah hatiku sedikit tenang dan wajahku terasa segar kembali.

Selesai shalat , duduk-duduk di beranda mushola, aku coba ingat lagi catatan alamatku.

“Ya Allah, bagaimana ini?” Masak terjatuh? Atau teringgal di rumah?” bertanya-tanya sendiri sambil membonggar saku ranselku.

Haus, capek, sumpeg, kubuka botol minumku dan kue mawar buatan ibu tadi. Hmm lumayan mengurangi rasa lapar.

“Permisi silahkan mbak,” aku menawarkan pada orang disebelahku.

“Terimakasih” mbaknya menolak halus tawaranku, lalu mengeluarkan bekalnya juga.

Setelah selesai makan, aku putuskan membongkar isi tasku di situ. Maluu, tapi apa daya itu satu-satunya cara terakhir yang bisa aku lakukan. Woow senengnya ternyata alamat itu ada di saku dalam bersama uang bekalku. Alhamdulillah, spontan bibir ini melengkungkan senyum daaan akhirnya sampai juga aku pada tujuan.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Lanjut Bu Salam literasi Tahun 2009 sya juga baru menyelesaikan S2 saya di UMS setelah jeda lamaaa sekali

02 Apr
Balas

Mohon kritik dan sarannya bun...

02 Apr

Terus menulis bu, jadikan buku kumpulan cerpen, pasti menarik

02 Apr
Balas

Aamiin... semoga bisa terwujud

02 Apr

sipp ceritanya..

03 Apr
Balas

Hehe... maringono terus macet dik... mati gaya gak bisa lanjutin...

13 Apr

Siap pak... makasih dukungannya..

02 Apr
Balas

Iya bun... salam literasi juga..., itu cerita kala S1 di Malang bun.. Sy S2 nya di UNS surakarta lulus th 2009

02 Apr
Balas



search

New Post