Dewi Nurmalasari

Saya seorang guru SMA di Surabaya 😊 Alumni IKIP Negeri Malang angkatan 1991, Menyelesaikan study Magister di UNS Surakarta tahun 2009. Beberapa artikel dan ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Takdirku Bukan Untukmu

Takdirku Bukan Untukmu

Aku pandangi jam yang ada di tangan kananku, berdetak dengan teratur sesuai ritme, terdengar mengiringi detak jantung ini, namun aku merasa jam berlalu dengan cepat, hari berganti hari, seminggu berlalu tanpa terasa, bulan berganti nama, tahunpun semakin bertambah angkanya.

Tak terasa hari ini kuliah mendekati akhir tahun ketiga aku belajar di kampus tercinta ini, jadwal kuliah begitu padat. Pagi ini ada jadwal praktikum kimia organic yang sangat melelahkan.

Sejak pagi jam pertama praktikum telah dimulai dan sebentar lagi berakhir untuk makan siang dan shalat dzuhur. Namun aku masih duduk di depan meja praktik, pikiranku melayang pada masa lalu dan teringat pada seseorang yang telah lama aku lupakan karena kesibukan.

“Assalamualaikum.., hayooo melamun ya?” salam Puspa membuyarkan bayangan yang menggelayuti anganku saat itu.

“Waalaikum salam.., hai ya Allah Puspa, kamu cantik sekali hari ini say.”

“Benarkah? hhmm makaciih..” sambil mendudukkan tubuhnya yang putih berbalut blouse warna merah muda menabah imut wajahnya, tepat di banggu sebelahku.

Puspa memutar arah duduknya menghadap lurus ke arahku, mengulang pertanyaanya yang tidak terjawab.

“Melamunkan siapa sich? Hayoo ngaku-ngaku!” Puspa mendesak sambil merapat-rapatkan bahunya ke bahuku tingkahnya itu kadang nyebelin tapi ngangeni.

“Enggak ada apa-apa tuch, lamunin siapa? Gak ada siapa-siapa yang aku lamunkan kok Pus, gak sempat mikirin orang say, nich mikirin tugas praktikumku aja masih belum aku kerjakan” aku berusaha menyembunyikan galau yang aku rasakan.

“Yang bener?” Dia tidak percaya dengan jawabanku.

“Beneran…emangnya aku ni tampang penipu ya sampai-sampai sahabat sendiri gak percaya! SStt.. sudah ach ayo ke kantin makan siang yuk, perutku dah keroncongan nich,” sambil kupegangi perutku yang mulai perih karena pagi tadi hanya sarapan pisang goreng sisa sore dan teh manis saja, karena tidak sempat beli sarapan.

“Ayooo.. aku juga dah laper juga, kangen baksonya bu Nik kantin.”

Puspa membantu merapikan kertas-kertas hasil praktikumku yang masih berantakan di atas meja untuk dimasukkan map, lalu kita keluar laboratorium bersama menuju kantin.

“Bu Nik.., pesan bakso 2 ya dan teh panas 2.”

“Iya ning, sebentar ya, silahkan duduk nanti saya antar ning.”

Bu Nik langsung menyiapkan pesanan kami berdua, rupanya agak sibuk dia karena yang biasa bantu-bantu tidak terlihat ada di situ. Sesaat kemudian bu kantin menghampiri kami dengan 2 mangkok bakso dan 2 teh manis. Hhhmmm aroma bakso nya membuat liurku mengucur tidak sabar untuk menyantapnya.

“Bismillah..”

Langsung kuseruput kuahnya yang panas itu membuat mataku langsung terang dan semangat, hhmm nafsu makanku meninggi hehehe.., aku lirik Puspa juga sangat menikmati baksonya tanpa suara. Hehehe sama laparnya denganku…

“Enak Pus?”

“He em, seger panas-panas enak..” menjawab pertanyaanku sambil sibuk memotong-motong baksonya.

“Gimana kabar mas Rahman Pus?”

“Baik” jawab Puspa singkat

“Tumben dirimu tanya kabar mas Rahman, ada apa nih?”

“Enggak.. cuma tanya saja, kok akhir-akhir ini aku lihat dirimu jalan sendiri aja tanpa dia. Biasanya kalian bagai sepasang sepatu kemana-mana selalu bersama.”

“Oh.. mas Rahman lagi KKN Ma, dah hampir satu bulan ini sih.”

“Ooo gitu...”

“Pus..” aku memanggilnya pelan

“Hmm” Puspa menjawab tanpa kata

“Pus, ditingal lama gitu tuh kamu kangen nggak?”

“Ya iya lah, kangen itu pasti ada, tapi mau gimana lagi dia lagi KKN luar kota, ya sabar nungguin, masak mau ikut KKN ya gak lucu lah Ma”

“Eh bentar-bentar, ada apa ini tumben dirimu kepo dengan perasaanku pada Mas Rahman? Kamu kangen juga ya sama dia?”

“Dia siapa?”

“Dia teman SMAmu itu, Rijal” haah mataku langsung membulat mendengar tuduhan Puspa.

Aku tidak menyangka Puspa langsung mengarah ke Rijal seperti itu. Kenapa dugaan dia bisa benar? Pipiku memerah menahan malu.

“Apa iya pikiranku bisa dibaca orang lain ya?” sejenak aku terdiam

Hhmm bibirku melengkung tersenyum saja tanpa memberi jawaban.

“Enggak.. aku hanya teringat saja ma dia, tak terasa 3 tahun sudah aku berpisah tanpa kabar berita.”

“Itu namanya kangen Ma..” Puspa menjelaskan padaku.

Hehehe.. mungkin apa yang dikatakan Puspa itu benar, aku kangen Rijal tapi aku memungkirinya.

Hanya 1 tahun aku sekelas dengan dia pada saat tahun pertama SMA, karena kelas 2 kelas dipisah sesuai jurusan yang diminati, Rijal memilih jurusan fisika dan aku jurusan biologi. Zaman dulu penjurusan SMA dimulai kelas 2, berbeda dengan zaman sekarang penjurusan ke IPA atau IPS dimulai kelas 1 atau kelas 10 istilahnya untuk kelas 1 SMA saat ini. Namun 1 tahun sekelas dengan dia memberi warna hidupku menjadi lebih indah saat itu.

Lulus SMA teman sebangkuku itu diterima di POLTEK perguruan tinggi negeri di kota Malang, sedangkan aku diterima di IKIP negeri di kota yang sama. Meskipun tinggal di kota yang sama namun tidak pernah bertemu sedetikpun. Padahal kalau dilihat di peta kampus dia dan kampusku tidak terlalu jauh. Hahaha.. ya iyalah, lha wong di peta. Waktu yang menjauhkan aku dan dirinya.

Tidak pernah sekali saja menitip salam atau mengirim pesan, seolah hilang begitu saja tertiup angin yang tak jelas kemana rimbanya. Kisah manis ketika di bangku SMA tinggal kenangan. Lhaa… bagaimana mau mengirim pesan alamat saja tidak tahu/tidak punya. Hehe ngarep.com itu namanya, ya sudahlah biarkan saja menjadi bagian cerita dalam hidupku. Mungkin dia tahun ini telah lulus kuliah karena POLTEK dapat ditempuh hanya dalam waktu 3 tahun.

“Sudah habis Ma, baksonya?”

“Sudah,” kujawab dengan singkat

“Ayoo kita ke masjid aja, nunggu waktu dzuhur di sana enak adem.”

Setelah membayar makanan kami, berjalan beriiringan menuju masjid Al Hikmah yang letaknya tidak jauh dari kantin. Setelah sampai di masjid langsung menuju balkon untuk ngadem dulu di sana. Aku membuka map biru yang berisi catatan praktikum, aku cermati untuk bahan membuat laporan.

Puspa memilih duduk bersandar pada tiang masjid yang memang nyaman untuk bersandar, lebar tiangnya pas untuk menyandarkan punggung. Aku lirik dia pun sibuk dengan buku kartun doraemonnya. Sahabat yang satu ini memang sangat rajin, tugasnya mesti selesai tepat pada waktunya dan di sela-sela istirahatnya membaca buku kartun kesayangannya.

Bukan hanya dia yang suka kartun doraemon, aku juga suka, banyak temanku yang senang membaca kartun tersebut, cerita nya ringan dan lucu, penulis ceritanya sangat pintar membuat pembacanya senyum-senyum sendiri kala menjelajahi isi ceritanya.

Belum semua catatan hasil praktikum kucermati, ada seorang teman menghampiri

“Rahma, apa kabar?”

“Alhamdulillah baik San, bagaimana kabarmu?”

“Alhamdulillah aku baik juga,” sambil kita saling mempererat jabat tangannya.

Santi adalah teman satu angkatan namun beda jurusan, teman senasib ketika awal-awal kuliah pada masa orientasi.

“Aku sengaja, mencarimu Ma, karena aku tahu bahwa setiap waktu shalat pasti kamu ada di sini.”

“Ada apa San? Kok kayaknya ada yang serius.” Aku menatap wajah Santi lekat-lekat.

“Enggak ada apa-apa, ini aku mau menyampaikan titipan dari teman SMAmu”

“Siapa?”

“Rijal” jawaban pendek Santi membuat mataku membulat

“Ooh.. kamu kenal Rijal?” seolah gak percaya apa yang baru saja kudengar

“Iya, dia se kosan ma kakakku, lalu dia nitip ini untukmu,” Santi memberikan surat bersampul biru muda yang bertuliskan Just for: Rahma.

“Isinya apa San?”

Haha Santi tertawa dan menjawab “Ya enggak tahu lah Ma, tuh lihat amplop masih tertutup rapi, amanah telah tersampaikan sudah ya Ma, aku pamit dulu”

“Kok buru-buru?, makasih ya San, salamku untuk Rijal ya” kembali melengkung bibirku karena senyum

Setelah kita cipika cipiki, Santi pergi karena buru-buru mau pulang ke kosan ada sesuatu yang tertinggal. Setelah Santi hilang dari pandanganku, dengan cepat surat bersampul biru itu aku masukkan kedalam tas. Semenit kemudian aku keluarkan lagi, penasaran aku ingin tahu segera apa isinya, pelan-pelan aku buka dan kubaca

Malang, Juni 1994

Untuk Rahma

Di tempat

Assalamualaikum Rahma, apa kabarmu? Semoga kamu dalam keadaan baik dan tetap dalam lindungan Allah SWT. Alhamdulillah aku di sini juga dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.

Sebelumya aku minta maaf selama ini aku tidak pernah mengirim kabar, karena selama ini aku mencari alamatmu tidak pernah dapat. Alhamdulillah aku sekosan dengan kakaknya Santi, dari Santi lah aku tahu bahwa kamu satu kampus dengannya. Maka aku beranikan diri untuk menulis surat untukmu, yang sudah lama sekali aku tidak pernah lakukan.

Ma, aku akan memberi kabar baik bulan depan aku telah lulus kuliah dan tinggal menunggu wisuda. Dan aku sangat bersyukur telah mendapat kerja di Jakarta. Di kampusku ada rekrutmen pegawai dari perusahaan alhamdulillah aku diterima.

Rahma, maafkan aku ya jika selama kita Bersama atas semua salahku yah, mungkin tanpa sengaja aku telah melukai hatimu atau membuat kamu kecewa. Aku ingin menyampaikan ini walaupun penaku terasa sulit untuk menulisnya. Rahma, bulan depan aku akan menikah dengan temanku satu kampus, aku mohon doa restu mu, dan aku doakan semoga kuliahmu lancar dan semoga menemukan jodoh yang paling baik untukmu. Aamiin

Waassalamualaikum

Ttd

Rijal

Ketika aku membaca surat pada alenia satu dan dua sangat bahagia, karena Rijal telah lulus dan mendapat pekerjaan. Setelah sampai pada alenia ketiga tiba-tiba air mata ini mengcur deras tanpa bisa dicegah, hatiku sangat sakit, bagai terbilah pisau yang sangat tajam. Ya Allah dunia seakan berakhir yang aku rasakan saat itu. Berusaha kubendung air mata ini, dengan mencari sapu tangan di dalam tas, namun tidak aku temukan dan akhirnya kerudungku lah yang kugunakan untuk menahannya. Aku tidak perduli kerudungku basah oleh air yang keluar dari mata dan hidungku. Yah aku menangis tergugu tanpa rasa malu.

Tidak lama kemudian Puspa menyadari kalau aku sedang terisak-isak.

“Kenapa Ma? Ada apa Ma?” Puspa menatapku dengan pandangan khawatir, sedih dan bingung.

“Ini Pus, aku barusan baca surat yang barusan kita omongin tadi,” aku memberikan kertas biru yang telah basah dengan air mata. Lalu Puspa pun membacanya, setelah itu dia langsung memelukku erat dan berusaha menguatkanku.

“Sabar ya say.. sabar...”

“Kalau jodoh tak akan ke mana” Puspa menghiburku.

Tetap saja aku belum bisa berhenti menangis masih tidak bisa menerima keadaan. Sesaat kemudian aku sadar, dan bicara pada diri sendiri,

“Memangnya Rijal siapaku? kok aku sedih ketika dia pamit untuk menikahi orang lain,” perlahan mulai kembali dapat berpikir jernih. “Apa gunanya menangis?” Tak akan merubah keadaan meskipun aku nangis darah sekalipun.

Dia mengirim surat untukku pasti bertujuan baik, karena perduli denganku, mungkin pria pertama yang pernah mengisi hatiku ini tahu bahwa aku menyimpan rasa untuknya, sehingga bagi Rijal sangat perlu memberitahu tentang rencana pernikahannya agar aku bisa menata diri. (GR untuk menghibur diri saja)

Bisa jadi Rijal mengirim surat itu untuk berbagi kebahagiaan denganku. Baginya aku adalah teman biasa saja. Hhmm berbagai dugaan berkecamuk dalam pikiranku, disaat seperti itu Puspa membisikan kalimat ditelingaku dengan lembut:

“Insyaa Allah, Tuhan telah membuat rencana yang indah untuk dirimu say,” kata-kata sahabatku terdengar sangat menyejukan, sesuatu mulai merambat perlahan menyusuri hatiku yang perih mulai mereda dan membuat aku lebih tenang dari sebelumya.

“Iyaah, iya.. terimakasih telah menguatkanku say,” sambil membalas pelukannya yang hangat untukku.

Butiran bening yang mengalir di pipi perlahan mulai mengering, meskipun masih terasa tidak nyaman di wajahku. Aku coba rapikan kembali kerudungku dan mulai menata hati. Terbersit ingatanku tentang QS An-Nisaa’ ayat 1 yang artinya

Hai sekalian manusia! Bertawakalah kamu kepada Tuhanmu, yang telah menjadikan kamu dari satu diri dan daripadanya dijadikan-Nya istrinya serta dari keduanya dia mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah, yang telah kamu tanya-tanyakan tentang nama-Nya, dan (peliharalah) kekeluargaan, sesungguhnya Pengawas Atas kamu.” (QS:4:1)

Telah tiba saat yang tepat Rijal menemukan jodoh, yang telah Allah ciptakan untuknya. Mengapa aku besedih, seharusnya aku bahagia karena dia telah menemukan kebahagiaannya, iyaa…iya Rij sekarang aku telah menerima takdirku bukan untukmu. Dengan berat hati aku hapus asaku dan merelakannya demi kebahagiaanmu

“Rijal.., selamat menempuh hidup baru, semoga menjadi keluarga yang samawa dan segera mendapatkan keturunan yang baik bagi kalian berdua, aamiin”

Kalimat itu yang lantas keluar dari bibirku dengan tulus, sebagai balasan surat yang tidak pernah aku inginkan.

Tak lama kemudian adzan dzuhur mulai berkumandang, kami bergegas menuju tempat wudhu wanita. Kran kubuka dan cless air wudhu membasahi wajahku, meredakan ketegangan, dan membuat ketenangan. Segera berwudhu lalu menuju ruang shalat memilih tempat yang paling nyaman untuk kami berdua.

Ketika memulai takbiratul ikhram, Allahu Akbar semua gelisahku lenyap seketika, dengan khusuk shalat berjamaah itu menjadi obat bagiku. Setalah salam, sedikit menepi dari dudukku. Aku memohon ampun kepada Allah dan seraya berdoa

“Ya Allah, ampuni dosa-dosa hamba, ampuni dosa-dosa orang tua hamba, sayangi mereka seperti mereka menyayangi hamba ketika hamba masih kanak-kanak. Ya Allah jadikan hamba termasuk golangan orang-orang yang beruntung, dan jadikan hambamu ini menjadi wanita yang shaleha aamiin”

Tak lupa aku panjadkan doa untuk kawan terbaikku

“Ya Allah ya Rab yang maha pengasih, berikan kebahagiaan bagi Rijal dan calon istrinya, semoga mereka menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah, aamiin.”

“Ya Allah dan berikan kebahagian pada sahabatku Puspitawati, terima kasih Engkau telah pilihkan sahabat yang baik dan selalu memberi kekuatan bagiku ketika hamba merasa lemah, aamiin”

Demikian doa khusus untuk Puspa yang nama aslinya adalah seperti yang kusebut dalam doa. Bismillah hari ini membuka lembaran baru, hidup jalan terus, menatap masa depan, meraih cita-cita. Aku yakin bahwa Allah telah pilihkan jalan hidup yang terbaik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post