Dhameria Krisnawarti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
LELAKI TUA ITU

LELAKI TUA ITU

LELAKI TUA ITU

Aku berjalan menyusuri peron stasiun Purworejo ini dengan rasa penat. Sudah seminggu ini aku harus bolak – balik Purworejo – Klaten dengan menggunakan kereta apii Prameks. Seminggu yang lalu aku harus mutasi kerja,yang tadinya di Klaten,tempat kelahiranku sekarang di Purworejo. Tapi semua kujalani dengan iklas. Aku berfikir bahwa membagi ilmu tidak harus disatu tempat, tapi dimanapun yang membutuhkan aku harus siap dan mau menjalankan.

Siang itu sepulang aku kerja, aku duduk diperon stasiun sambil menunggu kereta datang. Mataku kembali tertuju pada sosok lelaki tua itu, ya lelaki tua yang dengan setia duduk di sudut peron stasiun ini. Ku lihat wajah tuanya yang memelas, sendiri menatap kosong setiap orang yang lalu lalang.sesekali ia menyeka peluh diwajahnya. Sekejap tatapanku lepas, berpindah kearah kereta api yang kutunggu. Aku bergegas menaiki kereta untuk pulang kerumah, bertemu keluarga kecilku

Tak terasa sebulan sudah aku menjalani kesibukanku, mondar – mandir Klaten – Purworejo dan sebaliknya. Hari ini aku pulang agak pagi karena tidak ada lagi pekerjaan. Kembali tatapanku kuarahkan kesudut peron itu. Aku sedikit terkejut karena leleki tua itu tidak ada disana. aku mencoba untuk mendekati sudut peron itu, aku sangat terkejut ketika menemukan lelaki itu sedang baring dan menggigil, ku beranikan diri menyentuh kening tuanya. Aku semakin terkajut karena suhu badannya sangat panas. Tanpa piker panjang aku memanggil becak untuk mengantarkan kami ke Puskesmas terdekat.

“ jangan nak, nanti bapak merepotkanmu,” bisik lelaki itu dengan suara yang bergetar

“ Ah tidak pak, lagipula aku sudah tidak ada kerjaan kok pak,” balasku ke lelaki itu

Sesampainya di Puskesmas,dokter langsung memeriksa kesehatannya. Dokter bilang bapak harus dirawat karena ada gejala DBD, aku pun mengiyakan. Lelaki itu tampak bingung, aku tau pasti ia berpikir masalah biaya. Akupun berkata “ sudah pak jangan dipikirkan, nanti saya yang menanggungnya,”. Ada setetes air mata keluar dari mata tuanya. Aku mengusapnya sambil bertanya, ya pertanyaan yang memang sudah lama terpendam.

“ Pak, maaf ya kalau boleh saya tau dimana keluarga bapak?”.

“ Saya sudah tidak punya siapa – siapa nak, isteri dan anaku terpisah ketika dulu ada bencana di tempat kami “.

Aku menyesal telah melontarkan pertanyaan yang membuka luka lama lelaki itu.

“ Maaf kalau pertanyaan saya membuat bapak menjadi sedih”

“ Tidak nak, jawabnya,” lelaki itupun mulai bercerita tentang peristiwa 25 tahun silam, dimana dia terpisah dengan anak dan isterinya. Waktu itu bencana besar melanda daerahnya. Tanah longsor dan banjir bandang membuat mereka terpisah tak ada kabar berita. Anak laki – laki satu – satunya dan isteri yang sangat ia cintai hilang tak tau rimbanya. Air mataku menetes mendengar lelaki itu bercerita. Hari semakin larut, Aku berpamitan pada bapak tua itu, dan aku berjanji esok datang bersama keluargaku. Aku menumpang bus malam ke Klaten karena sudah tidak ada lagi Prameks.

Keesokan harinya akupun menepati janji pada bapak itu untuk membawa isteri dan anakku kesini. Kami masuk kekamar rawat bapak itu. Aku memperkenalkan keluargaku pada lelaki itu. Binar bahagia terpancar dari wajah keriputnya.

“ Makasih ya nak, kamu begitu baik pada bapak. Seandainya kamu ankku, pasti aku sangat bangga dengan anak sebaik kamu.”

“ Jangan berkata begitu pak, aku anggap ini adalah ganti pengabdianku pada bapakku yang sudah tiada,”

Hari pun berlalu, lelaki tua itu sudah sembuh dari sakitnya. Istriku berinisiatif untuk mengajak beliau tinggal bersama kami. Akupun mengiyakan. Hari itu kubawa pulang bapak sebatang kara dan tunawisma ini kerumah. Ibuku sedang menyiran kembang sore itu ketika aku tiba dirumah.

“ ibu , ini orang yang aku ceritakan sama ibu, mudah – mudahan ibu member izin beliau tinggal disini.”

Seketika ibu limbung, tatapan mata ibu nanar melihat lelaki itu. Dan sebaliknya , lelaki itu memanggil nama ibuku seolah sudah kenal sangat lama.

“ Aisah….., kamukah itu ? “

“ Mas Jafar….”.

Aku semakin tidak mengerti, semua ketidakmengertianku terjawab ketika ibu berkata

“ Nak , ini bapakmu yang ibu kira telah meninggal “.

Ya Robi, jadi lelaki tua yang selama ini tinggal di peron itu adalah ayahku. Aku berteriak histeris, membayangkan hari-hari yang sangat panjang, sepi dan dingin, ia lalui sendiri.

“ bapak, maafkan anakmu ini, aku benar – benar tidak tau pak “

“ nak bapak pernah bilang, seandainya engkau anakku aku pasti sangat bahagia dengan orang sebaik kamu, bapak bangga nak. Maafkan bapak karena tidak bisa ikut membesarkanmu bersama ibumu”.

Aku peluk tubuh renta itu. Aku berjanji akan membahagiakan mereka, orang tuaku. Walaupun terpisah lama, rasanya ikatan itu tidak pernah putus.pak maafkan aku yang terlalu lama membiarkan bapak sendirian. Kita akan bersama selamanya pak. Mentari semakin meninggalkan jejaknya. Kuajak masuk orang – orang yang sangat aku cintai ini kedalam rumah. Kubiarkan mereka berbagi cerita selama mereka berpisah. Aku tersenyum bahagia, ya Lelaki tua itu ternyata ayahku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Pertemuan yang tak terduga....benar adanya sesungguhnya pertolongan Allah sangat dekat....salam literasi

20 Nov
Balas

Terenyuh dan merinding. Ketika takdir Allah dibalut kebaikan, berakhir dg anugerah. Sukses selalu dan barakallah

20 Nov
Balas



search

New Post