Diana Wahyuni

Paroxsym, Introvert, and Coffeeholic...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mimpi Penulis (Baca Calon Penulis)

Mimpi Penulis (Baca Calon Penulis)

Awesome. Satu kata yang tepat untuk menggambarkan trip ke Bukittinggi dalam serangkaian kegiatan Mediaguru Writing Camp 3.

Malang nian nasib pemabuk kendaraan sepertiku. Mestinya Dumai - Bukittinggi dapat ditempuh dengan transportasi darat namun karena tak sanggup menghadapi mabuk darat, akhirnya memutuskan untuk memangkas waktu perjalanan dengan menggunakan transportasi udara. Tentu saja, budget membengkak.

Dasarnya memang sudah mabuk kendaraan, dalam pesawat Pekanbaru - Padang saja, dengan waktu tempuh sekitar lima puluh menit, mabuk menyerang. Akulah satu-satunya penumpang pesawat yang meminta paperbag untuk menampung muntahan. Dalam hati mengomel panjang karena merasa pilot tak cakap menerbangkan pesawat. Aih!

Setelah menginjakkan kaki di tanah Minang, perjalanan dari Minangkabau International Airport ke Bukittinggi ditempuh sekitar dua atau tiga jam dengan transportasi darat. Saat itu, hari sudah menjelang malam. Tanah Minang basah oleh guyuran hujan. Penderitaanku berlanjut selama hampir tiga jam. Dalam mobil, aku muntah berkali-kali. Kepala seperti berputar. Jika dibuang di tengah jalan pun, aku jamin tak akan sadar lagi. Kondisi pemabuk kendaraan sepertiku memang sangat mengerikan.

Setiba di Campago Resort Bukittinggi, aku mendadak homesick. Ingin pulang ke Dumai. Tingkahku sudah seperti anak kecil. Menangis sesenggukan. Aku rindu rumah. Padahal, pengalaman bepergian sudah sangat sering. Tapi kali ini, entah mengapa, seperti di luar kewajaran saja. Eh!

Pagi di Bukittinggi sangat sejuk karena malamnya hujan deras. Tidak pun hujan, daerah Bukittinggi memang sudah sangat dingin. Campago Resort, tempat aku menumpang tidur, berada di wilayah perbukitan. Dari jauh terbentang gunung Singgalang dan Bukit Barisan. Pemandangan yang menakjubkan membuat homesick yang kualami sebelumnya sirna begitu saja.

Sembari sarapan, aku sudah mengatur jadwal untuk berkeliling Bukittinggi. Masih ada waktu beberapa jam sebelum kegiatan MWC 3 dimulai. Enaknya era digital seperti sekarang, order transportasi merupakan perkara mudah, yakni menggunakan aplikasi transportasi online. Hanya beberapa menit saja, Uda Supir sudah tiba di hotel.

Dialah yang menjadi guide. Bersedia mengantarkan ke beberapa objek wisata sambil bercerita tentang Bukittinggi. Sepertinya, Uda Supir lebih cocok menjadi guru sejarah saja. Dia tahu banyak tentang sejarah objek wisata. Dia pula yang merekomendasikan tempat makan khas Bukittinggi, Itiak Lado Mudo.

Itiak Lado Mudo. Satu porsi saja sudah membuat perut kenyang. Potongan daging itik yang lembut dengan taburan cabai hijau di atasnya. Bagi penyuka pedas sepertiku merasa biasa saja. Malah kukira kurang pedas. Kurang pedas dari mulutku, maksudnya. Aih, aku memang dikenal bermulut judes. Tak jarang, ucapan yang mengalir dari mulutku lebih pedas dibandingkan cabai rawit paling pedas sekalipun. Eh!

Aku bukanlah seorang penggemar kegiatan outdoor. Manakala dibawa berkeliling ke objek wisata outdoor Bukittinggi seperti Jam Gadang, Panorama, Lobang Jepang, Benteng Fort de Kock, atau jenjang entah berapa puluh, aku lebih memilih manyun. Lantas, mengomel sepanjang jalan sebab tak ingin merasa kelelahan. Aku bukanlah perempuan manja. Hanya memang tak suka saja. Suka atau tidak, tak perlu ada alasannya bukan?

Lain halnya ketika berkunjung ke Museum Bung Hatta. Karena indoor, aku betah berlama-lama. Sekadar mengelilingi rumah, berpose dengan gaya lebay, atau bertanya tentang sejarah rumah Bung Hatta pada Etek penjaga museum. Entah Etek siapa namanya. Lupa pula kami berkenalan. Saat hendak pamit, aku ditawari buku di atas meja tamu. Buku-buku ulama kebanggaan Minangkabau, Buya Hamka. Aku beli buku "Lembaga Hidup" dan buku "Ayahku" dengan harga dua ratus ribu. Mungkin bagi sebagian orang, harga kedua buku tersebut termasuk mahal. Jangan salah kawan! Pemikiran dan ide Buya yang tertuang dalam buku tersebut tak terkira harganya.

Tak terasa, waktu sudah mendekati sholat Jumat. Aku bergegas kembali ke Campago dan pindah ke Pusako Hotel, tempat dilaksanakannya MWC 3. Nah, di sinilah pelatihan menulis diadakan. Aku bertemu dengan calon guru penulis dari berbagai daerah. Ada perasaan senang saat menyadari bahwa keinginan sebagai penulis tak hanya menjadi mimpiku saja. Di MWC 3 Bukittinggi, berkumpul hampir dua ratus orang dengan memeluk mimpinya masing-masing. Mimpi menjadi penulis yang sebentar lagi akan terwujud. Inshaallah.

~lembayungmerahsenjaAlumni Mediaguru Writing Camp 3 Bukittinggi

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

reportase yang dahsyat memikat. penulis dan tulisannya sama kerennya euy

07 Oct
Balas

Alumni mediaguru Pak Leck. Harus meniru para seniornya, salah satunya Pak Leck. Keren menewen. Hihi.

07 Oct

Inspiratif bu..., olahan katanya nikmat, senikmat gulai itik lado hijau

07 Oct
Balas

Haha. Iya Bu. Itiak Lado Mudo nan lamak bana.

07 Oct

Satu kata untuk ibuk, kereen

07 Oct
Balas

Makasi Bu Yosi yang juga tak kalah keren.

07 Oct

Mantap bu...

07 Oct
Balas

Terima kasih, Ibu.

07 Oct

Rangkaian kalimat yg ibuk tulis menarik utk di baca.

07 Oct
Balas

Terima kasih Ibu.

07 Oct



search

New Post