Diana Wahyuni

Paroxsym, Introvert, and Coffeeholic...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pilihan Raya

Pilihan Raya

Bagi orang Melayu, topik perbincangan tentang pilihan raya paling mudah ditemukan di kedai-kedai kopi. Pengamat politik amatir berkumpul sambil ditemani cangkir-cangkir kopi yang mengepulkan aroma harum.

Tentu saja tak akan kautemukan minuman seperti yang dijual di coffee shop atau kafe modern. Di kedai kopi tradisional Melayu, hanya tersedia kopi hitam dan kopi susu sahaja. Namun, jangan salah! Secangkir kopi hitam di kedai kopi Melayu tak kalah rasanya dengan kopi yang dijual di kedai kopi kelas menengah ke atas. Sebab, rasa sedapnya bukan saja berasal dari biji kopi, melainkan juga dari perbincangan para pengamat amatir yang bercampur baur dengan uap kopi panas.

Di sinilah aku sekarang. Tersadai di kedai kopi pinggir jalan setelah beberapa jam berkendara dari ibu kota provinsi menuju kota yang berbatasan dengan Selat Malaka. Di dalam kedai, sudah ramai orang berkumpul dan membicarakan tentang hasil pilihan raya yang baru saja dihelat.

Dari sekian banyak pengunjung kedai kopi, mataku tertuju pada lelaki tua berambut putih yang sedang memilin tembakau dan cengkeh dalam daun nipah kering. Begitu selesai melinting, dia menyalakan macis, membakar rokok nipah, dan mengisapnya pelan-pelan.

"Setelah pilihan raya, tugas orang kecil macam kita bukanlah mengawal janji-janji pemilik kursi nomor satu pemerintahan daerah terlaksana, melainkan memastikan periuk nasi di rumah tetap terisi. Kalau kalian masih sanggup tak makan nasi asalkan bisa minum kopi, anak bini di rumah tak mempan diberi makan janji kosong." Suara bariton lelaki tua terdengar. Seketika kedai kopi menjadi senyap.

"Kau terlalu apriori, Pak Uteh. Mereka baru saja menang. Bekerja pun belum," sahut lelaki muda yang mengenakan kemeja safari dua saku.

Pak Uteh, begitulah orang memanggil lelaki tua itu. Menurut perkiraanku, dia adalah pengamat politik amatir. Sementara, pemuda berkemeja safari tampak seperti orang yang biasa kaulihat di kantor-kantor pemerintah.

"Apa kau pura-pura tidak tahu, Yasir? Setiap ada perhelatan pilihan raya, deal-deal politik sudah diikat terlebih dahulu oleh tim-tim sukses. Maka, setelah menang, timses mendulang untung. Proyek-proyek pembangunan infrastruktur sudah ada pemenang bahkan sebelum proses tender dimulai. Kursi-kursi pejabat satuan kerja pemerintah mulai dari eselon di bawah kepala daerah hingga eselon paling rendah sudah penuh terisi. Modal yang habis untuk pencitraan dan perhelatan pilihan raya harus dikembalikan. Memangnya kaupikir cukong-cukong pendukung calon memberi modal gratis?"

Yasir tak berkutik. Wajahnya seketika memerah menahan jengah. Pak Uteh versus Yasir seperti Garry Kasparov melakukan smothered mate pemain catur tingkat kampung. Skak mat.

Suasana hening. Tak berapa lama, pengunjung lain terbahak-bahak menertawakan Yasir. Bahkan, seorang lelaki yang duduk di sebelah pemuda berkemeja safari itu sampai terbatuk-batuk sebab minum kopi sambil tergelak-gelak.

Jadi, Kawan! Kalau kau tak punya nyali, jangan pernah coba-coba berdebat dengan pengamat politik amatir di kedai kopi tradisional Melayu. Jika tak punya amunisi, nasibmu seperti Yasir. Kena skak mat dan jadi bahan risak pengunjung lain.

"Kopimu sudah kubayarkan, Anak Muda!" Pak Uteh tersenyum.

"Terima kasih sudah mentraktir saya minum kopi. Omong-omong, Bapak mau ke mana? Barangkali kita bisa berbincang-bincang sekejap."

"Aku baru dapat panggilan. Ada bekas pejabat yang semasa hidupnya menjadi koruptor meninggal."

"Lalu?"

"Aku penggali kubur."

Pak Uteh berlalu keluar kedai sambil menepuk bahuku. Meski usia tak muda lagi, langkahnya tegap dan segak. Aku bertanya-tanya dalam hati. Dalam lima tahun ke depan, ada berapa banyak kubur yang akan dia gali untuk para koruptor?

Dumai, medio Syawal 1439 Hijriah

Diana Wahyuni, guru penulis. Pencinta kopi dan penyuka hujan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post