Diandra Haqi

Guru MTsN 1 Kota Blitar Hobi memasak, menulis, dan gemar berbisnis ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Gagal Seleksi, Air Mata Tumpah Ruah di Warnet (Hari Ke-98)
Sumber: https://www.liputan6.com/news/read/831049/cek-pengumuman-cpns-k2-warnet-di-ibookingi-tenaga-honorer

Gagal Seleksi, Air Mata Tumpah Ruah di Warnet (Hari Ke-98)

Tahun 2008 adalah salah satu tahun tak terlupakan bagi Aning dalam melanjutkan studi. Usai lulus SMA, ia ingin segera melanjutkan sekolah di universitas negeri impian, yakni Universitas Negeri Malang. Mengapa tidak memilih universitas yang lain? Tak lain karena wawasan tentang dunia luar masih kurang, apalagi Aning sangat jarang ke luar kota. Untuk sekedar rekreasi atau keperluan keluarga, bisa saja setahun sekali ke luar kota karena si ayah baru memiliki mobil di tahun 2016.

Aning lega karena bisa mengajak beberapa teman yang satu misi dengannya. Teman satu SMA dan teman di bimbingan belajar yang sama-sama mendaftarkan diri untuk seleksi masuk UM. Ada Hanif dan Vinta, teman satu bimbingan belajar, Ling dan Ana teman SMA yang rumahnya satu kampung dengan Aning. Hampir tiap hari mereka saling komunikasi, lewat gawai maupun bertemu di suatu tempat demi membahas persyaratan pendaftaran secara manual dengan mengambil dan mengisi formulir, kemudian mengikuti seleksi tahap I, yaitu seleksi mandiri yang pertama.

Proses pendaftaran di tahun itu masih menggunakan cara manual, yaitu mengambil dan mengembalikannya langsung ke kampus. Meski hanya sehari mengurus pendaftaran formulir, antrean panjang dan menunggu adalah hal yang sangat meletihkan. Suasana terik ditambah berada di kerumunan banyak orang membuat Aning hampir pingsan. Bahkan, sebelum sampai ke kampus ia sudah mengeluarkan banyak makanan dari perutnya gara-gara mabuk saat naik bisa ke Malang untuk pertama kali. Ling yang setia menolong, mengoleskan minyak kayu putih dan mengajaknya ke warung dekat terminal untuk membeli teh hangat.

Ling pun menertawakannya, “Dasar wong ndeso banget Ning. Naik bus enak aja kok mabuk. Untung saja di bus tersedia tas kresek!”

Sambil mengeluh masih pusing, Aning masih bisa tertawa dan malu mendengarkan celoteh Ling. Beruntung ia masih bisa melanjutkan perjalanan ke kampus dengan kondisi masih lemas dan kepala yang dikelilingi tujuh bintang usai mabuk perjalanan tadi.

Tampak dari luar, kampus yang berukuran sangat besar dan luas membuat Aning terkagum-kagum. Gedung dari Jalan Surabaya memang tampak tua. Akan tetapi, di bagian belakang lebih luas dan modern lagi. Meski saat itu belum banyak pembangunan dan renovasi gedung seperti saat ini. Maklum, biaya SPP di masa itu masih terjangkau. Belum seperti sekarang yang menggunakan UKT sesuai pendapatan orang tua.

Usai mengisi formulir pendaftaran dan singgah sebentar untuk makan di warung seberang kampus, Aning dan Ling jalan-jalan melihat-lihat kampus. Menyusuri lorong yang dikelilingi pepohonan hijau di setiap gedungnya. Namun, untuk mengelilingi seantero kampus UM saja tidak cukup hanya sejam, pasti terasa lelah karena mereka belum terbiasa jalan kaki sejauh itu. Cuaca mulai teduh kemudian mereka memutuskan untuk segera pulang ke Blitar. Lagi-lagi naik bus Bagong idaman, supaya bisa cepat sampai rumah.

Satu bulan kemudian, Aning kembali lagi ke kampus untuk melaksanakan ujian tulis jalur mandiri tahap I. kali ini lebih ramai karena ia mengajak serta ketiga temannya, yaitu Ling, Hanif, dan Ana untuk menyewa kos bersama. Kondisi jauh dari rumah yang membuat mereka terpaksa memesan tempat kos harian agar tidak tergesa-gesa dan mengganggu kualitas belajar mereka menjalang ujian. Sehari sebelum ujian dimulai, mereka telah sampai di salah satu kos dengan desain kuno dan banyak pohon sukun, tepatnya di Gang Ambarawa Sumbersari, Kota Malang.

Ujian telah tiba dan soal yang benar-benar menguras tenaga serta pikiran adalah saat menghadapi matematika. Aning pikir, dengan kemampuan berbahasanya ia bisa menuntaskan soal bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan baik. Ternyata, soal matematika yang muncul sungguh di luar dugaan. Sejak SD Aning merasa kurang di pelajaran matematika. Ia sudah biasa mendapatkan nilai merah pada pelajaran matematika. Soal tes yang sangat sulit dengan waktu yang terbatas, apalagi skor untuk jawaban salah adalah -1. Aning kehabisan akal untuk mengatur strategi, manakah soal yang harus ia kosongi karena ragu karena banyak sekali nomor yang tidak bisa ia jawab di soal matematika. Ia sempat menengok teman di samping kiri dan kanan yang tidak ia kenal, karena Ana dan Ling masuk ruang ujian sesi berikutnya.

“Mas, soal matematika nomor 51 apa jawabanmu?” dengan berani Aning bertanya kepada peserta ujian yang duduk di samping kirinya.

“Duh Mbak, aku juga bingung antara B atau D. Aku kerjakan pakai dua rumus, eh ada jawabannya semua,” sahut Mas berkemeja biru dongker. Entahlah aku tidak tahu siapa namanya.

Secara spontan Aning menjawab dengan mengarsir pilihan D, meski ia tidak tahu mana jawaban yang benar. Mas berkemeja biru dongker berbalik menanyakan soal bahasa Inggris dan Aning pun dengan senang hati memberikan jawabannya, 5 dari 25 soal bahasa Inggris. Untuk nomor yang lain, terlebih soal matematika, Aning memilih dengan ilmu tafsir atau ilmu menafsirkan sendiri. Mengarang indah lebih tepatnya.

Ujian demi ujian telah berlalu. Mulai dari sesi 1 dengan Aning, lalu Ling, dan Hanif di sesi terakhir. Tanpa menunggu waktu lama mereka ingin segera pulang dan berkeluh kesah tentang suka duka selama mengerjakan ujian kepada orang tua masing-masing. Ana harus tinggal lebih lama di kos karena ia harus mengikuti ujian praktik untuk jurusan PGSD keesokan harinya. Menurut info, hasil ujian bisa dilihat di web sebulan usai pelaksanaan tes. Aning menaruh harapan tinggi bisa lolos di seleksi jalur mandiri tahap 1 dengan pilihan pertama jurusan bahasa Inggris, lalu pilihan kedua di jurusan pendidikan ekonomi.

Meskipun hasil ujian bisa dilihat di web internet, Aning sangat percaya diri jika ia lolos dan bisa langsung melakukan daftar ulang di kampus. Untuk itu, ia mengajak teman-temannya untuk berangkat ke Malang lagi untuk melihat namanya di web atau papan pengumuman di depan kampus. Aning mengajak Ana ke warnet yang dekat dengan kampus. Ia ketik nama lengkap dan nomor peserta lalu mencarinya. Aning mencari-cari namanya di bagian hasil kelulusan jurusan pendidikan bahasa Inggris, mayoritas peserta ujian dari luar Blitar. Nihil, tiada namanya yang tertera. Begitu pula dengan daftar nama peserta yang lolos ujian di jurusan pendidikan ekonomi. Tiada pula namanya. Sungguh pilu menyayat hati, Aning gagal. Ana berusaha menenangkannya. Meski sama-sama gagal, Ana bisa tetap tegar, sedangkan Aning menangis sesenggukan. Ia mengambil gawai untuk menelepon ibunya di rumah, untuk bisa menangkan hati yang sedang berkabung. Gagal di seleksi pertama serasa gagal selamanya.

(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post