Dian Garini Lituhayu

After years of living in survival mode, constantly fighting to stay afloat, I’m finally learning to let go. Here in a new city, I’m embracing a slow...

Selengkapnya
Navigasi Web
Bukan iri(yanti) apalagi iri(yanto)

Bukan iri(yanti) apalagi iri(yanto)

Bukan iri(yanti) apalagi iri(yanto)-Dian Garini Lituhayu-

Iri dengan keadaan orang lain? Boleh. Tapi, irilah satu paket. Iri dengan rejeki dan kegemilangan hidupnya, harus iri pula dengan segala kesulitan dan beratnya cobaan hidupnya.

Kita, sebagai makhluk ini, terkadang sedemikian mudah nyinyir jika melihat orang lain, teman atau saudara kita yang berkelimpahan rejeki. Melihat orang lain yang mungkin sama dengan kita tapi mempunyai taraf kebahagiaan yang lebih daripada kita (dari sudut pandang kita) kita terhenyak dan berpikir sejenak. "Kok enak ya jadi dia.."

Melihat teman sesama seprofesi, banyak rejekinya, dipanggil pelatihan keluar daerah, menerima penghargaan sampai tingkat nasional, kelihatan asik diberi reward jalan-jalan sampai ke negeri seberang. Kita pol, iri. Komentar berbagai hal, mulai dari yang positif, negatif atau abstain berterbangan di kepala kita.

Yang akan kutulis kali ini bukan tentang kita tak boleh iri, bukan tak boleh gelisah ketika melihat kesuksesan dan kecemerlangan orang lain. Menurutku, iri itu boleh. Bahkan pada beberapa kualitas, iri itu wajib. Tetapi, yang ingin kugarisbawahi, irilah pada sebuah kualitas yang kita lihat bagus, lengkap dengan rasa iri pada apa yang telah dilakukannya. Irinya, jangan setengah-setengah. Irilah, satu paket. Ketika rasa cemburu melihat pengalaman dan penghargaan yang diterima guru rekan seprofesi misalnya. "Wah asik banget dia, jalan-jalan terus, naik pangkatnya gampang karena selalu ada kesempatan mengikuti kegiatan nasional bahkan internasional.." Satu kata : boleh.

Tetapi jangan berhenti disitu irinya, cemburunya. Satu paket. Iri melihat prestasi dan hal-hal baik yang diterimanya, cek benar-benar, cari tahu apa kesulitan hidup yang sudah dilaluinya. Cek sekali lagi dari sumber yang beragam dan terpercaya, usaha keras seperti apa yang sudah dia lakukan sampai dia ada di posisi bagus seperti yang kita lihat.

Seringkali kita, melihat pencapaian orang lain, sebagai alasan kemrungsung mengatai hal buruk. Ada saja alasan komentar buruk. Hati-hati, kalau ada orang dengan prestasi baik, kita tetap punya komentar negatif, periksa itu hatinya, butek perlu dicuci atau gelap tanpa matahari.

Seorang ibu, kulihat prestasinya luar biasa. Hampir tak ada lomba guru, yang tak diikuti olehnya. Dan hampir selalu menang. Hebat dan luar biasa. Tumpukan tropi dirumah dan di sekolah hampir tak ada habisnya berdatangan. Level kecamatan bukan lagi tandingan. Uang pembinaan mengalir deras karena prestasi yang semakin hari semakin mengilap dan mencengangkan. Iri? Boleh. Tapi irilah satu paket. Ketika orang lain tidur, dia bangun. Ketika semua orang di sekolahnya pulang, dia tetap di kelasnya. Ketika ada acara senang-senang dia lewatkan demi proyek yang diusungnya. Ketika sakit melanda, dia tetap tegar meski terseok demi apa yang dikerjakannya. Kalau pagi tiba, orang lain makan melingkar untuk sarapan bersama sambil ngobrol tentang isi warung sebelah dan gosip 'Lambert Gurah', dia mengadu, meminta rejeki pada langit melalui Dhuha tersembunyi.

Irilah satu paket prestasi orang lain lengkap dengan iri pada usahanya. Jangan biarkan komentar negatif pada prestasi orang lain cuma berhenti pada satu titik, "Halah, dia itu ya begitu itu, memang kok dia itu, paling ya begitu.." Menjadi makhluk sosial itu, bukan tidak boleh iri, bukan tidak boleh cemburu pada prestasi dan pencapaian orang lain. Menjadi cermin yang utuh sebagai motivasi memperbaiki diri. Iri itu boleh. Mau nyinyir mengatai negatif juga boleh. Tetapi, iri juga pada usaha dan beban tambahan yang dipikul oleh punggungnya.

Seorang bapak, berkomentar sedikit ketus dan miring pada prestasi seorang teman rekan gurunya. "Ah dia itu hebat kah? Hebat apaan. Menulis buku, ah biasa itu, semua bisa. Itu ikut berpartisipasi dalam event internasional, halah, cuma segitu kok dibanggakan. Cuma kelihatan bagus saja itu, padahal yah aslinya tidak begitu. Dia bagus juga nda mau bagi-bagi.." Hati-hati, teko berisi teh hangat akan mengeluarkan teh hangat, jika berisi teh es, yang dikeluarkan akan berupa teh dingin. Kalau komentar melulu negatif, periksa hati, itu mesti isinya negatif semua. Kalau yang keluar dari mulut yang jelek-jelek saja, itu hatinya isinya yang jelek-jelek juga.

Tapi kita kan manusia, bukan malaikat. Iri dan cemburu ya biasa. Kita kelola. Kita tata. Dihapuskan sama sekali ya kurang mampu, tidak bisa. Yang mau kusampaikan, adalah, iri satu paket, iriyanti dan iriyanto. Iri pada capaian orang lain, kebahagiaan dan prestasi; iri pula dengan usaha yang dilakukannya yang menyita waktu, tenaga dan pikirannya.

Mau iri dengan kebahagiaan kehidupan dan rejeki melimpah yang diberikan Allah padanya, cek, periksa, bagaimana derita dan kesusahan hidup yang sudah berhasil ditaklukkannya.

Iri boleh, satu paket.

Bogor, 1 Desember 2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bolehlah iri pada kedermawan hartanya. Tinggi ilmunya terhadap kawan., Salam kompakBun.

09 Dec
Balas

Nggih bapak. Kompak.

10 Dec

Sungguh aku iri dengan temanku seprofesi, iri dalam kebaikan yang senantiasa memotivasi diri untuk selalu menjadi lebih baik. Salam sehat dan sukses Bunda Dian...barakallah

09 Dec
Balas

Salam sehat dan sukses juga Bunda. Terimakasih.

10 Dec



search

New Post