Dian Garini Lituhayu

Lahir dan tumbuh di Kota Samarinda, aku rapat dengan budaya Melayu yang kental mewarnai kehidupan pinggiran Sungai Mahakam. Berkeseharian sebagai ibu dan ibu gu...

Selengkapnya
Navigasi Web
CONTENT PENTING, MANNER LEBIH PENTING - MEMBANGUN BUDAYA MENASEHATI TANPA MENYAKITI

CONTENT PENTING, MANNER LEBIH PENTING - MEMBANGUN BUDAYA MENASEHATI TANPA MENYAKITI

CONTENT PENTING, MANNER LEBIH PENTING

-MEMBANGUN BUDAYA MENASEHATI TANPA MENYAKITI-

DYAN WIDYA AGUSTINA

Memberi nasehat baik adalah sebuah perbuatan terpuji. Hubungan yang dekat maupun jauh, dalam setiap keadaan pergaulan, hubungan kekerabatan dan kekeluargaan apalagi hubungan komunikasi dalam dunia pendidikan pasti meliputi salah satu keadaan ini: menasehati. Mengingatkan satu sama lain merupakan hal lumrah yang menjadi bumbu dalam pergaulan.

Tentu saja menasehati adalah tanda sayang, dan harus karena sayang. Memberi nasehat haruslah karena perhatian mendalam, karena cinta dan kasih sayang. Pemberi nasehat ingin sesuatu yang lebih baik terjadi pada yang diberi naseat sesuai dengan pandangan dan pertimbangannya. Apakah baik? Tentu saja. Memberi nasehat adalah salah satu bukti perhatian yang luar biasa. Tetapi apakah semua nasehat pemberian diterima dengan mulus? Mungkin belum tentu. Kesalahpahaman bisa terjadi. Mungkin bukan karena isi, tapi pada adab. Bukan pada content, tapi pada manner.

Berapa banyak hubungan menjadi rusak, ketika atasan di sekolah memberi nasehat kepada anak buahnya di sekolah. Alih-alih nasehat diterima dengan baik, hubungan kerja kemudian menjadi saling sensi dan tegang. Demikian juga sebaliknya, berapa banyak bawahan berusaha memberi nasehat kepada pimpinan sekolah, yang kemudian berakhir kacau. Hitunglah berapa banyak kasus guru yang dianiaya siswanya sendiri, padahal gurunya hanya menasehati. Berapa banyak hubungan guru dengan guru lainnya, menjadi rusak, dimulai dengan saling mengingatkan, saling menasehati.

Sejak ribuan tahun lalu, perintah memberi nasehat yang baik, selalu diikuti dengan memberikannya dengan cara yang baik. Memberi apel yang merah, segar dan manis kepada seseorang yang memerlukannya dengan cara dilempar dan dengan raut wajah yang sinis, bukan tidak mungkin justru mengakibatkan hal-hal yang kurang baik terjadi, salah paham, bahkan permusuhan. Memberi nasehat kepada anak-anak, berbeda dengan memberi nasehat kepada orang dewasa, memberi nasehat kepada perempuan, berbeda dengan memberi nasehat pada lelaki. Memberi nasehat kepada pasangan, berbeda dengan memberi nasehat kepada tetangga. Memberi nasehat kepada atasan atau bawahan mempunyai etika yang tidak sama. Jika diteruskan semua akan kembali pada konteks isi dan adab memberi nasehat. Tujuan memberi nasehat adalah kebaikan yang berganda bagi yang diberi nasehat, bukan merendahkannya, bukan menghinanya.

Permasalahan yang muncul saat dan paska memberikan nasehat dapat direduksi dengan berbagai cara. Hal-hal sederhana yang telah diberikan sebagai petunjuk oleh orang-orang terdahulu kita merupakan teladan yang dapat kita tiru. Membangun budaya menasehati tanpa menyakiti dalam dunia pendidikan dapat dilakukan dengan beberapa langkah berikut:

1. Gunakan Tutur yang Lembut

Nabi Musa dan Nabi Harun, pada zamannya, menghadapi pemimpin yang sangat keras dan kejam. Semua kitab suci dan catatan sejarah mengakui kejamnya Firaun, yang ingin disembah sebagai Tuhan. Yang tak mau menerima dirinya sebagai Tuhan, akan dia bunuh, tanpa ampun. Diceritakan bahwa Firaun sangat keras hati dan tak mau menerima pendapat orang lain. Kepada Nabi Musa dan Harun, Allah mengingatkan mereka untuk selalu menggunakan bahasa yang lembut untuk menasehati Firaun.

Maka berbicaralah kamu berdua (wahai Musa dan Harun) kepadanya (Firaun), dengan kata-kata lemah lembut, semoga dia akan ingat dan mengerti (QS At Thaha 44).

Jikalau pada orang yang keras dan kejam luar biasa seperti Firaun saja kita diperintahkan untuk halus dan lembut. Apalagi memberi nasehat pada anak didik, teman, sahabat, atasan, bawahan apalagi kepada pasangan. Gunakan bahasa santun yang lugas dan mudah dipahami, tidak berniat merendahkannya, tidak dengan tujuan menghinanya.

Menggunakan pilihan kata yang sederhana, lembut dan tetap santun saat menasehati, memang perlu latihan, tidak mudah. Terlebih, contoh dari sekitar kita yang cenderung banyak peristiwa menyindir dan menohok mengolok sebagai kepuasan diri, yang lebih sering terbaca dan dinikmati sebagai hiburan maupun sebagai bagian dari perjalanan kehidupan.

Memilih kata yang tepat dengan isi hati dan isi kepala yang tetap tenang ketika memberi nasehat bukan ujug-ujug datang. Sesekali kita perlu diperlihatkan contoh, bahwa memberi nasehat dan pengingat kebaikan dengan cara yang ruwet dan kasar, bisa dijamin, tidak akan berhasil. Usaha baik, tentang hal baik, harus dengan cara yang baik. Tata cara etika mengatur adab saat menasehati seperti ini adalah bagian dari ilmu komunikasi. Sekelas orator ulung pun memilah bahasa yang digunakannya untuk menasehati dan menarik simpati dengan cara yang baik.

Kepada anak-anak di usia sekolah dasar, guru dapat memberinya nasehat dalam bentuk pandiran pantun dan sajak rima, dongeng sederhana dan lagu-lagu pendek. Tabiat karakter yang menarik pada cerita yag disampaikan guru biasanya akan lebih mudah diingat anak-anak. Perlu diingat dalam nasehati anak di usia sekolah dasar adalah tinggalkan kata-kata atau pernyataan yang mengancam negatif. Perbanyak kata positif sebagai bagian dari usaha membangun citra positif bagi diri mereka.

Pada anak didik usia remaja, memberi contoh dan cerita nyata akan bekerja lebih baik daripada hanya sekedar cerita. Masa remaja seringkali ditandai dengan penolakan anak pada nasehat. Tanpa fakta dan bukti, seringkali nasehat kepada anak usia remaja akan mental terbang kembali kepada tuannya. Pada usia remaja, ajak anak melakukannya bersama, bukan menyuruhnya melakukan nasehat tersebut sendiri.

Kepada orang yang lebih dewasa, pilihan diksi sama pentingnya dengan teladan yang diberi. Penyampai nasehat harus terlebih dahulu melakukan apa yang diucapkannya. Ketimbang sekedar memberi nasehat, teladan dan sikap sesuai dengan nasehat yang ditunjukkan, akan diterima lebih baik.

2. Perhatikan Waktu dan Keadaan

Seperti halnya pilihan bahasa dan cara menyampaikan nasehat, memilih keadaan dan waktu adalah salah satu adab yang harus diperhatikan jika memberi nasehat. Terlebih pada orang-orang terdekat dengan kita, memberi nasehat harus memperhatikan suasana hatinya, kalau perlu, pastikan orang tersebut sedang bahagia hatinya dan kenyang perutnya. Hindari memberikan nasehat saat kita tahu dia sedang sedih dan sedang butuh tempat berdiskusi dan bercerita, lebih perlu tempat untuk mendengar mereka berkeluh kesah ketimbang mendengar rententan panjang nasehat kita. Tunggu saat yang tepat. Ini juga salah satu bentuk perhatian.

Anak-anak di usia sekolah dasar mempunyai rentang konsentrasi yang pendek. Pagi hari saat mereka masih segar adalah saat yang tepat bagi guru menyampaikan nasehat. Akhir pelajaran dalam bentuk refleksi adalah salah satu saat tepat lainnya. Pada usia yang lebih dewasa, anak-anak didik kita akan menunjukkan penolakan mereka akan nasehat jika kita tak mampu melihat dan menterjemahkan bahasa tubuh mereka. Perhatikan mendalam pada setiap anak didik sebelum memberi mereka nasehat. Hal ini berlaku pula untuk orang dewasa, terutama pada orang-orang dengan otorisasi tinggi. Jalur birokrasi dan tempat memberi nasehat adalah hal penting bagi mereka. Pastikan bukan di depan umum dan gunakanlah data yang benar.

Ibnu Mas'ud, seorang sahabat Nabi Muhammad, yang belajar 70 surah langsung dari lisan Rasullah, pernah berkata:

"Hati itu memiliki rasa suka dan keterbukaan, pun hati memiliki rasa malas dan penolakan. Raihlah hati, sentuhlah hati saat ada di rasa suka dan terbuka. Tinggalkan saat hati malas dan sedang menolak."

Kalimat ini memberikan isyarat, memberi nasehat ada waktu dan tempatnya. Pilih yang pas, pilah yang tepat. Memberi nasehat kebaikan tak akan berhasil sekedar dengan bahasa yang baik tanpa memperhatikan waktu dan keadaan yang tepat. Memberi nasehat saat seseorang sedang tertutup hatinya, akan mental belaka.

3. Berbekal Baik Sangka

Ja'far bin Muhammad, salah satu guru besar dari Abu Hanifah pernah berpesan tentang baiknya berprasangka baik bagi pergaulan dan dalam kehidupan bermasyarakat. "Apabila sampai kepadamu dari saudaramu yang kamu ingkari, sesuatu yang kamu tak suka padanya karena hal kurang baik yang dilakukannya, berilah ia sebuah udzur sampai 70 udzur. Bila kamu tidak menemukan udzur, maka katakanlah pada dirimu sendiri, mungkin dia memiliki udzur yang kamu tidak mengetahui.."

Kalimat-kalimat bijak ini adalah pengingat bagi kita untuk selalu membuka hati untuk berprasangka baik pada saudara kita, pada siapapun yang ada di sekitar kita, selalu menemukan alasan baik bagi hal-hal yang menurut pertimbangan kita adalah keburukan, sebelum memberinya cap melakukan kesalahan. Pun apabila nasehat telah kita lakukan, tetap berprasangka baik.

Secara umum, memberi nasehat pada peserta didik berusia muda sampai rekan kerja kita yang sudah dewasa, pemberi nasehat harus mempunyai satu modal besar: berbaik sangka. Hindari menuduh atau memberi stempel buruk. Membunuh karakter orang lain bisa terjadi dengan mudah tapi sulit sekali diperbaiki. Pada anak-anak usia sekolah dasar, membangun kembali karakter yang retak dan hancur karena salah tuduhan akan berdampak Panjang pada kehidupan mereka di depannya. Cacat hati pada siswa remaja bahkan lebih dampak lagi dasahyatnya. Dendam dan kebencian karena dipermalukan, akan menimbulkan konsep diri yang kurang baik saat mereka dewasa.

Mulailah dengan pandangan baik, misalnya barangkali dia tidak sengaja, barangkali dia sedang lupa, barangkali dia sedang khilaf; beberapa alasan bagi kita agar terjaga hati untuk menahan diri tak mengotori hati dengan prasangka buruk, sebelum maupun sesudah memberinya nasehat. Setelah menasehati dengan bahasa yang baik, di waktu yang baik, saatnya menutup nasehat dengan prasangka yang baik. Diterima atau tidak nasehat yang kita berikan kepada orang-orang terdekat kita, teman, anak, siswa, pasangan, sahabat dan kerabat jangan membuat kita memaksakan kehendak, bahwa segalanya harus sesuai dengan pendapat dan keinginan kita. Tujuan memberi nasehat adalah merangkul dan menjaga dalam kebaikan, bukan mencela dan merendahkan.

4. Lakukan Karena Cinta

Langkah ke 4 ini khusus untuk pemberi nasehat. Kita sebagai guru atau kita sebagai orang tua mempunyai keharusan untuk melakukan apapun dengan alasan satu hal saja: cinta. Saat seorang pimpinan harus menasehati bawahan, pastikan bahwa apa yang dilaukannya karena peduli. Apa yang disampaikan dengan hati, dari hati, akan sampai ke hati. Bahasanya mungkin klise. Tapi dari kalimat ini, kita sebetulnya diingatkan, memberi nasehat dari hati akan diterima oleh hati. Ketika hati masih gemas dan grigitan menggelegar dalam dada dan kecamuk batin marah masih menggema, tahan dulu. Ambil waktu sejenak mengunyah rasa yang mungkin kecewa karena pegangan prinsip yang tak sama, setelah udzur yang kita lihat sudah tak ada. Lakukan dengan hati yang tenang dan bebas kepentingan kecuali karena rasa cinta dan peduli yang mendalam. Hindari memberi nasehat dalam keadaan marah dan jengkel.

Berikan nasehat semata karena Allah mengingatkan kita untuk saling menjaga dan mengingatkan dalam kebaikan. Kembalikan pada niat, menasehati siswa, rekan kerja, pimpinan dan bawahan kita dengan tak bermaksud menggurui dan paling benar sendiri. Dengan merapikan niat dan memperbaiki adab menasehati di lingkungan pendidikan, akan terbangun budaya menasehati tanpa menyakiti.

19 Juli 2018 -

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Matur suwun, Bu Dian. Kubagi ke grup MGMP B. Indonesia Kota Cirebon, Bun. Izin melapor. Hehee...

28 Nov
Balas

Paparan luar biasa, sejatinya berlaku bijak adalah keniscayaan. Barakallah

20 Oct
Balas

Terimakasih bunda. Hanya pengingat buat diri sendiri. Menjadi ibu, menjadi istri, menjadi guru; semoga dilindungi dari kesilapan lidah karena bernafsu menyelesaikan semuanya dengan segera.

21 Oct

Nasehat yang bijak...Barakallah

20 Oct
Balas

Nggih bunda, terimakasih. Nasehat buat saya sendiri. Supaya tidak salah langkah dalam menasehati.

21 Oct



search

New Post