Dian Garini Lituhayu

After years of living in survival mode, constantly fighting to stay afloat, I’m finally learning to let go. Here in a new city, I’m embracing a slow...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sepotong Mageli dalam Kisah

Sepotong Mageli dalam Kisah

Sepotong Mageli dalam Kisah

-Dian Garini Lituhayu-

Muda dan mudah lupa.

Berani dan merasa harus paling benar sendiri.

Masa muda.

Menyebalkan, minimal sekali, tapi seringnya berkali-kali.

Tapi siapa yang tak pernah menyebalkan?

Kisah ini tentang sepotong mageli, mirip seperti lenthuk. Bedanya, lenthuk cenderung lembut dan kenyal di dalam, bercita rasa gurih sampai tawar. Mageli memiliki cita rasa India dan Timur Tengah, dengan rasa pedas manis dan lembut di dalam tapi garing kriuk di luar. Bumbunya lebih tajam dengan aroma kencur, jintan dan ketumbar sangrai yang kuat. Pertama kali mencicipi mageli, lidahku sepakat rasanya aneh, bau rempah yang kuat dengan penampilannya yang legam tidak semenarik martabak telur yang terlihat empuk dengan potongan daging dengan bumbu kari yang tidak menyengat.

Sama-sama terbuat dari bahan singkong halus dan kacang hijau atau kacang tolo, lenthuk dan mageli mempunyai peminatnya sendiri-sendiri. Lenthuk disantap sebagai teman makan kupang dan lontong balap. Mageli disantap dengan mie kuning yang gurih ataupun dimakan demikian saja tanpa tambahan apapun, layaknya gorengan biasa. Aku dulu menyebutnya perkedel kacang hijau. Mageli tidak mudah dijumpai. Hanya di Balikpapan, jenis kuliner sederhana ini bisa ditemui dihampir setiap penjual gorengan, atau di warung penyedia mie kuning.

----

Sepiring mageli panas dihidangkan untukku, dan wajahku masih kusut. Jangankan ucapan terimakasih keluar dari bibirku, raut wajah gembira saja tidak. "Kamu coba dulu nak, enak kok.." Aku menolak, tidak juga tersenyum. Ah ketusnya aku saat muda dulu. Apa-apa tak ada yang baik di mataku. Curiga tinggi, segala hal dikritisi. Bahkan sepiring mageli panas pun tak bisa mencairkan suasana hatiku kalau sedang gulana. Aku cuma ingin semua orang mengerti tanpa aku beri tahu apa yang berkecamuk pada isi hati. Aku hanya tahu kata 'pokoknya'.

Menerima sepiring mageli panas siang ini mengingatkan aku pada suatu saat dahulu, dimana aku terlalu ketus pada tiap sesuatu. Hampir selalu ada celah dari sesuatu untuk aku analisa dan kritisi, tentu saja dengan kacamataku sendiri. Suatu waktu dimana aku belum merasakan kepalaku disandarkan pada batu dibawah kakiku. Sengak dan sok pintar, padahal alay dan lebay. Maklum, masih muda dan bertenaga. Kolot di dalam pikiran dan enggan lentur pada perbedaan. Masih sangat idealis barangkali. Atau, dalam bahasaku saat ini, sedemikian keras karena belum pernah mengalami kesulitan hidup yang maha paripurna.Masa muda, masa remaja. memang tempatnya pergulatan dalam batin berkecamuk membara.

Siang ini aku bisa mentertawakan diriku sendiri, dan bagaimana alam memoles setiap manusia dengan guratan yang paling jelita. Menjadi muda dan kritis adalah sebuah hal wajib bagi setiap yang berpikir. Menjadi dewasa dan pandai mengambil hikmah adalah salah satu lainnya. Siang ini banyak hal kembali melintas dalam kepalaku, demi melihat waktu mudaku yang kuhabiskan sebagian besar dengan kengototan ala aku yang keras dan tak kenal kompromi. Jika A aku hanya mau A, tidak bisa dirayu. Masa berlalu dengan banyaknya cerita yang datang silih berganti. Semakin banyak usia bertambah aku mulai menyadari, menjadi kaku dan keras pada setiap sesuatu bukan hal bijaksana. Menjadi temperamental pada saat sesuatu berlaku tak sesuai mauku bukanlah hal yang mendinginkan hati pun tak juga menyenangkan siapapun.

Demikianlah, akhirnya pemahaman akan perjalanan masa mudaku yang remaja itu, kujadikan bahan bakar belajar sampai kini menjadikanku lebih santai memandang sesuatu. Memiliki ekspektasi, boleh dan harus. Semua usaha dikerahkan dengan niat yang lebih tertata dan ridho pada hasil akhir cerita. tetap berbahagia dengan keputusan apapun juga. Bertahun mengamati orang-orang di sekitarku dan cerita hidupku sendiri, aku semakin bersyukur, bahwa sebenarnya apapun yang buruk sekalipun dimata manusia adalah skenario langit yang paling istimewa. Aku dijadikan remaja dan anak muda yang keras hati dengan berbagai ceritanya, Allah sebenarnya sedang mempersiapkan aku menjadi orangtua dari beberapa anak remaja.

Melihat anak-anak remaja yang ada dipundakku dan menjadi amanah hidupku ini, aku bisa memaklumi jika pemberontakan terjadi. Keras aturan yang kutegakkan hanya akan jadi bahan tertawaan jika aku tak mampu menjadi teman. Menjalani masa remaja itu ternyata adalah bahan bakar paling jos saat menjadi orangtua. Haram sinetron dan infotainmen sudah kulekatkan pada anak-anak remajaku sejak mereka kecil, tidak ada pergolakan yang berarti, karena aku juga tidak pernah nonton sinetron dan infotainmen. Menjadi remaja yang keras kepala itu ternyata menjadi literatur paling ilmiah yang bisa kujadikan referensi, apa yang bisa kulakukan jika salah satu dari anak-anak tanggung ini meradang, ngambek dan tetiba membangkang. Guyuran air es saat susah dibangunkan saat adzan subuh sudah terdengar tak akan pernah efektif jika aku di jam itu, masih santai dasteran awut-awutan. Aku hanya perlu mengetuk pintu mereka, dan mengucapkan, "Ayo, Allah sudah panggil.." Melihat anak-anak remaja ini aku jadi punya bahan cerita dan diskusi dengan mereka, saat dulu ibuku kehabisan cara membangunkan kami anaknya yang lima, hingga pada suatu hari, ibuku mengaji senyaring-nyaringnya mulai dari Ar Rahman, Al Mulk dan Al Waqiah. Bahkan pernah beberapa kali menggunakan speaker besar. Setiap subuh. Kami protes, gemas. Meradang. Sekalipun akhirnya di hari tua kami sekarang, lidah kami menjadi akrab dengan surah-surah itu karena setiap hari dibangunkan dengan cara sedemikian. Dan kami menyadari, sebenarnya saat itu, Allah sudah siapkan kami menjadi orangtua.

Lamunanku buyar sesaat, ketika dia, teman kerjaku itu kemudian bertanya apakah mageli yang diberinya enak. Aku tak mampu berkata banyak, karena sepiring mageli panas itu ludes dalam sekejap. Dielusnya perutnya dan mengakui sudah berhari-hari menginginkan mageli, bisa kumaklumi, ngidam adalah hal biasa dengan cerita masing-masing yang selalu luar biasa. Dulu seorang teman ingin suaminya tidak mandi sama sekali berhari-hari untuk dia cium aromanya. Seorang teman lainnya tak mampu menahan diri dari wangi sabun colek untuk mencicipinya setiap kali mencuci pakaian. Untunglah ibu muda temanku yang satu ini hanya mageli, tidak tersedia di Samarinda, kecuali harus membuat sendiri.

----

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post