Buah kecapi dan murkanya ayahku
#Menulisku 97
♡Kolom
Rasanya asem-asem manis, kami di sini menyebutnya harieum. Mirip permen asem gitu tapi ini enak. Aku saja yang tidak suka buah-buahan asem khusus kecapi aku suka. Dagingnya lembut enak di mulut. Kalau sudah matang rasanya manis sekali.
Bentuknya seperti bola tenis. Kulit luarnya berbulu lembut seperti karpet berwarna kuning. Daging buahnya putih berbiji besar. Pohonnya tinggi besar buahnya rimbun. Biasanya banyak tumbuh di pinggiran kota. Kalau sudah panen dan matang buahnya mudah berjatuhan.
Belum lama ini temanku memberi aku buah itu. Tak tanggung-tanggung setengah karung banyaknya. Akhirnya kubawa ke tempat kita biasa berkumpul. Tak lupa ku-upload di beranda FB ku. Dan menuai beragam komentar. Yang lucu beberapa temanku belum pernah melihatnya. Padahal bagi kami buah itu mudah ditemui.
Aku jalan-jalan ke mbah google. Mau tahu apakah buah itu berada dimana-mana sebab teman SMAku yang sekarang bermukim di Jambi bilang. Selama berkebun sawit dia belum pernah menemukan pohon buah itu. Apakah benar buah kecapi hanya ada di pulau Jawa. Karena sepupuku di Bogor dan di Purwokerto langsung bisa menebak buah itu tapi dengan nama yang berbeda. Ternyata diujung sumatra pun ada. Bahkan di kuala lumpur dan di Jepang ada. Hanya berbeda nama.
Di Bogor buah itu bernama sentul. Hingga dijadikan nama sebuah daerah. Mungkin karena di tempat itu banyak tumbuh pohon kecapi. Dan mungkin pula ini ada hubungannya dengan alat musik kecapi yang dibuat dari kayu sebuah pohon. Pohon kecapikah itu.
Aku punya pengalaman berkesan tentang buah ini. Dan mungkin sebetulnya agak memalukan karena aku berani menentang larangan papaku untuk bermain jauh dan pulang hingga magrib.
Ceritanya aku mempunyai seorang teman yang rumahnya agak di pinggir kota Rangkasbitung. Saat itu aku duduk di bangku kelas 2 SMP. Pada zaman itu kami anak perempuan terutama anak perempuannya papaku jarang diperbolehkan bermain jauh. Apalagi hingga berkilometer jauhnya. Aku meminta izin ikut berkemah saat pramuka saja sering tidak diperbolehkan apalagi ini.
Singkat cerita jika teman-temanku mengadakan acara di hari minggu hanya aku yang tak pernah ikut. Oleh karena itu acara ngeliwet di kebun kali ini membuatku tergiur ditambah ada acara "Ngunduh kacapi" atau memanen buah kecapi. Aku tergiur dong. Hasratku untuk ikut berkumpul kuat sekali. Namun aku bingung alesan apa yang bisa membuat papaku mengizinkan.
Subhanallah memang nasibku sedang baik. Papaku mendapat tugas bertanding Tenis di Cilegon pulangnya mungkin agak malam. Alhamdulillah pikirku. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Allah meridhoi keinginanku. he.. he..
Akhirnya aku bersama 5 orang temanku berjalan kaki ke Desa Pariuk yang jaraknya sekitar 6 km dari rumahku. Zaman itu kendaraan di kota kami belum sebanyak sekarang. Dan jiwa remaja kami membuat perjalanan sejauh itu tidak terasa melelahkan.
Acara ngeliwet diadakan di kebun Eneng Saadiah letaknya 700 m dari dapur rumahnya. Kami harus melewati persawahan. Untung hari itu tidak sedang hujan. Jadi perjalanan kami menuju kebun tak harus berbecek-becek. Nasi liwet masakan ibunya Eneng kami gotong bersama.
Masyaallah. Kecapi di kebun Eneng benar-benar banyak. Pohon yang sedang berbuah pun tidak hanya satu. Senangnya aku bukan main melihatnya. Mana buahnya besar-besar di pohon itu. Saking semangatnya setelah selesai bacakan kami langsung menjolok buah-buah kecapi itu sambil tak lupa kami memakannya. Manis, Seger. Aku memang suka sekali dengan buah ini. Apalagi itu manis rasanya. Entah berapa buah yang sudah aku makan aku tak menghitungnya. Kami berpesta di kebun itu.
Kami pulang ke rumah masing-masing sekitar pukul 5.30 sore hampir magrib. Kubawa serta oleh-oleh dari kebun itu. Adik-adikku berebut memakannya. Mama mengingatkan mereka untuk tidak makan terlalu banyak buah itu. Karena takut sakit perut lalu mencret.
Benar saja, aku yang tidak tahu berapa buah kecapi yang sudah aku makan. Langsung merasa tak enak di perut. Walhasil sampe papaku datang aku masih bolak balik ke belakang. Perutku mules terus menerus. Papaku marah saat tahu aku kenapa dan habis dari mana.
Ya gara-gara insiden itu 3 hari aku terbaring sakit karena kapucirit dan dari situ aku tak bisa main jauh-jauh lagi. Apalagi tanpa izin dari papaku. Jika mengingat masa itu aku tersenyum sendiri. Masa-masa remaja memang masanya perlawanan. Semakin dilarang semakin penasaran.
#Rangkasbitung. Dian_iyank. 9/2/2021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen ulasannya, Bunda. Jadi ingat masa kecil, nimpukkin kecapi. Sukses selalu. Salam literasi
Terimakasih pak.. pengalaman masa kecil sllu menyenangkan