DIAN KURNIA FEBRIYANI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MEMAKNAI FILOSOFI PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA

MEMAKNAI FILOSOFI PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA

Ki Hadjar Dewantara adalah tokoh pendidikan nasional di Indonesia. Beliau adalah sosok yang berasal dari Yogyakarta, yang menjadi pemerhati pendidikan sejak lama. Apa yang beliau perjuangkan menjadi pondasi untuk menjalankan dasar-dasar pendidikan, terutama di masa sekarang. Peserta didik yang sempat kehilangan arah karena pandemi covid-19 tiga tahun lalu, membuat kita para pendidik harus dapat mengembalikan makna pendidikan: memberikan mereka tuntunan agar menjadi manusia yang merdeka. Merdeka disini bukan diartikan tidak melakukan apapun, tetapi lebih sebagai kemampuan dalam mengatur diri.

Ki Hadjar Dewantara menekankan pendidikan adalah memberikan tuntunan, bukan hanya sekedar tuntutan. Apayang terjadi sekarang di dunia pendidikan, mungkin belum sesuai dengan apa yang cita-citakan oleh beliau. Di dalam kelas, guru (termasuk saya pribadi) lebih sering memberikan tuntutan. Tuntutan untuk melakukan sesuatu misalnya tuntutan untuk tuntas KKM atau menguasai suatu bidang ilmu khususnya ilmu yang kita ajarkan. Sering kita mengecap siswa yang tidak mampu menguasai mapel kita adalah siswa-siswa yang gagal. Padahal, setiap individu siswa adalah unik. Mereka bukanlah tabula rasa, mereka bukanlah kertas kosong. Sejak lahir, mereka sudah membawa goresan-goresan tipis, disinilah tugas kita sebagai pendidik harus dapat menebalkannya. Sehingga semakin jelas menuju ke arah kebaikan agar anak dapat mencapai keselamatan hidup dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat kelak.

Analogi yang digunakan Ki Hadjar Dewantara yaitu mengibaratkan pendidik sebagai petani padi. Sebagai petani, pendidik hanya bisa mengusahakan agar padi yang ditanamnya tumbuh subur dengan berbagai cara misalnya memupuk lahan pertanian, menyingkirkan gulma, jamur, dan bibit penyakit yang dapat muncul selama proses menanam dan merawat padi tadi. Akan tetapi, semua usaha itu tadi tidak akan mungkin membuat padi tumbuh menjadi jagung, kedelai, atau tanaman lainnya. Inilah yang disebut dengan kodrat.

Kodrat anak terbagi menjadi dua: kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam menggambarkan alam/lingkungan dimana anak tersebut tumbuh, baik kultur budaya maupun kondisi alam geografisnya. Kodrat alam berhubungan juga dengan karakter dasar anak yang secara alamiah-lahiriah melekat pada masing-masing individu. Ada anak yang disiplin, bertanggung jawab, rajin, jujur, pemberani, malas, pemalu, penakut, pasif dan lain sebagainya. Kodrat zaman menggambarkan kurun waktu atau perubahan dari waktu ke waktu. Kodrat zaman menuntut guru untuk dapat memberikan bekal keterampilan kepada siswanya agar mereka dapat berkarya, bertahan hidup, dan tetap eksis saat ini dan di masa depan.

Jika kita bandingkan, tentu saja pendidikan pada zaman sekarang sangat berbeda dari pendidikan yang kita jalani dulu. Saat di bangku sekolah dulu, mungkin kita akrab dengan hukuman: dihukum berdiri di depan kelas sambil menjewer telinga sendiri, dipukul dengan penggaris, atau lari keliling lapangan jika terlambat masuk ke kelas atau tidak bisa menghafalkan perkalian. Pendidikan dengan model tersebut tentu kurang cocok diterapkan saat ini sebab dengan kecanggihan teknologi, hal-hal tadi bisa membuat kita menjadi viral atas perbuatan tidak menyenangkan.

Pendidikan dengan cara menuntun pada saat ini lebih ditekankan pada memberikan pemahaman akan nilai-nilai kebajikan dan menjadi teladan yang baik bagi murid. Dalam prosesnya, agar berjalan sesuai harapan maka murid dilibatkan untuk membuat kesepakatan yang dikenal dengan keyakinan kelas atau keyakinan sekolah di lingkup yang lebih luas. Dengan demikian diharapkan akan dapat muncul kesadaran internal dalam diri murid untuk selalu berperilaku ke arah yang positif.

Semua hal yang kita lakukan sebagai pendidik hendaknya mengarah ke satu tujuan, yaitu menciptakan pendidikan yang berpihak pada murid. Bagaimana jika murid melakukan kesalahan? Adalah hal yang mustahil jika murid tidak pernah bertindak salah. Kesalahan sangat mungkin terjadi saat mereka berproses. Daripada memberikan hukuman, menerapkan segitiga restitusi adalah solusinya.

Selamat berkarya, pendidikan membutuhkan kita untuk maju ke arah yang lebih baik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

setuju bu . pendidikan haruslah berpihak pada murid..

28 Dec
Balas



search

New Post