Dian Martiani

Dian Martiani...perempuan berdarah Sunda, putri dari Bp M.Ilyas dan Ibu Bai Rustiati yang keduanya berprofesi sebagai Guru. Meski Lulusan IPB, Jurusan Gizi Masy...

Selengkapnya
Navigasi Web

Suatu Senja di unit Gawat Darurat

Ugh… bau khas Rumah Sakit terasa menusuk hidungku. Ini kali ketiga aku memasuki ruangan ini dalam 2 minggu terakhir. Kabut asap karena kebakaan hutan telah sukses membuat anak-anakku bahkan aku sendiri terkena dampak negatifnya. Ya…. Memang tahun 2015 ini kabut asap yang melanda Sumatera Barat, tempatku ini, terasa lebih pekat dan dengan durasi yang lebih panjang jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sampai-sampai Pemerintah Daerah terpaksa meliburkan sekolah di luar jadwal libur periodiknya.

Meski bukan kali pertama aku memasuki ruangan Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Islam ini, namun tetap saja rasa yang sama selalu menghantui. Cemas atas keadaan anakku yang terbaring sakit, berebut pelayanan dokter/ perawat, serta ngeri melihat kasus-kasus Darurat yang kulihat langsung di depan mataku. Saking seringnya aku menyambangi Rumah Sakit ini dalam dua minggu terakhir, rasanya seperti De Javu.

Kulihat sekelilingku….. semua seolah berpacu dengan waktu. Dokter jaga sedang menolong pasien yang sesak nafas, setelah terpasang alat bantu pernafasan, diapun berlari menuju pasien lainnya yang di kepalanya terdapat luka menganga karena terjatuh dari kamar mandi. Dokter mengarahkan kepada perawat untuk menjahitnya.

Di samping pasien dengan luka menganga di Kepala, seorang pasien laki-laki paruh baya tengah merintih kesakitan dengan pipi bengkak sembari terus menerus membuang darah di mulutnya ke kantong plastik yang sedari tadi dipegangnya. Setelah kulihat agak dekat, ternyata beliau ustadz yang biasa memberiku ceramah dan nasehat keagamaan. Akupun menghampirinya. “Eh…. Ustadz…. Assalamu’alaikum” sapaku padanya. Setengah menahan rasa sakit beliau menjawab salamku. Dengan isyarat menunjuk dipipiku, aku bertanya tentang sakitnya. “Pendarahan gigi bu…” jawabnya sambil meringis.

Belum selesai aku berbincang dengannya, dokter menghampirinya dibantu oleh salah seorang perawat, dokter menjahit luka di gusi ustadzku tadi. Dokter menyingsingkan tangannya, mulai menjahit, sesekali kulihat dokter itu menyeka keringat di keningnya, terkadang dia menghela nafas agak dalam dan sepertinya sudah agak lelah.

Tiga orang perawat yang menemani dokter senja ini terlihat mempunyai karakter yang berbeda-beda. Seorang perawat perempuan dengan lembut dan ramah melayani seorang pasien perempuan yang tengah Vertigo. Perawat perempuan lainnya sedang melayani pasien yang konsultasi obat dengan muka yang agak ketus. “ Bapak….. keluarga pasien anak Diko? Bapak pakai BPJS kan, maaf yo pak… obatnya ndak ditanggung BPJS. Silahkan bapak tebus di apotik sebelah….” Belum sempat bapak itu menjawab perawat itu telah berlalu.

Sementara… seorang perawat laki-laki bertubuh tambun nampak bersungut-sungut. “Aduh… banyak sekali pasien sore ini” katanya sambil menuang Alcohol ke sebuah cawan aluminium. “alun siap nan iko…. Nan iko loh lai” katanya sambil memukulkan tangan ke dahinya. Tak lama berselang, datanglah serombongan keluarga bersama Ambulance yang di dalamnya terbaring seorang nenek kira-kira berumur 70-an berwajah pucat….. rupanya dia pingsan.

Perawat perempuan berwajah ketus sedang memasangkan alat bantu pernafasan pada hidung bayi-ku…. Tiba-tiba salah satu anggota keluarga nenek tadi menarik perawat itu. “ Cepatlah dik…. Tolong ibu ambo… nyo pingsan sajak satangah jam lalu…” setengah berlari perawat tadi menuju nenek yang sedang pingsan tadi, memasang oksigen ke hidungnya, dan memberi tahu Dokter. Dokter dan perawat akhirnya mendahulukan memberi tindakan pada nenek itu dan meninggalkan pasien lain. Dokter terlihat berupaya keras menolong nenek tersebut sambil memompa jantungnya.

Setelah itu dokter tadi terlihat memeriksa nadi di tangan sang nenek. Dia berbisik pada perawat kemudian meninggalkan nenek tadi dan menuju pasien yang lain, seorang pemuda patah tangannya karena baru saja motornya bertabrakan dengan motor lain. Perawat nampak mengangguk-angguk mendengar bisikan dokter. “Keluarga nenek Yanimar….” Perawat memanggil keluarga nenek itu. Perempuan paruh baya keluarga dari nenek itupun bergegas menemui perawat yang memanggilnya. “ Maaf ibu… kami sudah berusaha menolong orang tua ibu, namun beliau tidak dapat ditolong lagi, beliau sudah mendahului kita… diperkirakan sekitar 15 menit lalu beliau menghembuskan nafas terakhir”. Seketika…. Ibu itupun histeris diikuti oleh angota keluarga lainnya. Innalilahi…. Wainailaihi rojiuun….. aku turut meneteskan air mata…. Teringat Mama dan Apa ku yang baru wafat beberapa saat yang lalu dengan hanya 13 hari jarak kematian antara Mama dan Apa. Rabbi … Engkaulah penguasa atas segala sesuatu.

Kutatap bayiku….. lirih ku memohon pada-Nya, agar berkenan memanjangkan usianya. Ku songsong dokter jaga itu. “Dokter…. Bagaimana Diagnosa anak saya?”…. Dokter menyebutkan suatu istilah yang tak dapat kutangkap, intinya anakku mengalami gangguan pernafasan akibat bencana kabut asap. “saya juga sesak nafas dok” kataku pada dokter tadi. “oooh….” Jawabnya pendek seraya memeriksa pernafasanku. “Ibu…. Pakai BPJS?” dokter bertanya padaku. Aku mangangguk. “ untuk anak ibu, bisa di cover BPJS, tapi ibu tidak bisa, karena tidak nampak darurat” lanjut dokter tadi berkata padaku. “Tapi dokter… saya juga sesak nafas…. Tak mungkin saya lemah, karena saya harus mengurus bayi saya juga, dan hari minggu seperti ini tidak ada FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) yang buka. Tentu saya ke UGD “Jawabku agak gusar”. Dokter bermuka dingin itu tak bergeming…. Dia tetap dengan keputusannya. Lagi…. Pelayanan BPJS yang kurang memuaskan ku terima untuk kesekian kalinya.

Aku sebenarnya prihatin dengan karakter tenaga medis yang kutemui hari ini. Tiga perawat dan satu dokter yang melayani hari ini, hanya 1 orang yang berkarakter menyejukkan pada pasien, padahal pasien yang datang ke UGD ini secara psikologis membutuhkan kenyamanan, salah satunya melalui pelayanan dan wajah menyenangkan dari tenaga medis yang melayaninya. Pikirankupun melayang… karena beraktivitas di lembaga pendidikan…. Aku akan lebih menanamkan karakter kepada anak didik di sekolahku, memberi penguatan, sehingga, menjadi apapun kelak profesinya, mereka tetap menunjukkan karakter yang ramah dan santun.

Proses berobatku di UGD pun selesai sudah, menyisakan sejumlah gundah. Aku pun bergegas menuju pintu ke luar. “Bu…. Siapa yang berobat?” ku dengar ada yang menyapaku. “eh… Ustadz…” ternyata Ustadz Yutis… Ustadz SMPIT Adzkia. Ustadz Yutis datang dengan istrinya yang hendak operasi pengangkatan kista di rahimnya. “Kami sudah rindu momongan bu…” katanya setelah bercerita tentang kronologis pengangkatan kista di rahim istrinya. Subhanallah…. Beliau merindukan momongan, sementara kadang aku mengeluh karena “ulah” ke lima anakku. Sudah semestinya aku bersyukur atas karunia-Nya kepadaku, telah memberiku lima anak yang lucu.

Sungguh…. Pengalaman hari ini di UGD.. begitu banyak mengandung pelajaran, tentang pentingnya memilih karakter yang baik, tentang usia… betapa Allah betul-betul berkuasa atas nyawa kita. Pelajaran lain juga tentang bersyukur…. Bersyukur atas buah hati yang telah Allah titipkan pada kita…. Sementara orang lain, untuk mendapatkannya saja harus dengan cara yang sulit dan biaya yang tidak sedikit. Ya Allah…. Dapatilah aku sebagai orang-orang yang bersyukur atas segala nikmat yang telah Engkau berikan. Semoga Engkau Ridho atas syukurku…. Dan berkenan menambah nikmat-Mu padaku.[]

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

nice tulisan. apa karena status rumah sakit milik negeri ya Bu...jadi pelayanan asal-asalan karena pegawai disana sudah merasa aman dengan gaji dari pemerintah..hehe

16 Nov
Balas

makanya...kita sebagai insan pendidik...mesti menyiapkan siswa siswi berkarakter dari sekarang pak Fadil....mana tau, sebagian dari mereka ada yang jadi tenaga medis....

16 Nov
Balas



search

New Post