Dian Pertiwi

Yang sederhana itu hati Tak perlu direka karena telah tertata Yang sederhana itu hati Tak dapat dipaksa karena ia bisa memilih Yang sederhana itu hati Tak mung...

Selengkapnya
Navigasi Web

Secret Admirer

#TG H32

Secret Admirer 8

"Na...,"bisik Ayu, mengembalikanku dari lembaran kenangan. Kutoleh Ayu yang berada di sisi kiriku. Matanya terlihat menyipit dan berkaca-kaca.

Rintik-rintik halus hujan terus turun, mengiringi jenazah Wira yang sedang diturunkan ke liang lahad. Meski demikian, kami dan hampir semua pelayat yang mengantar tetap berdiri mengikuti proses pemakaman Wira. Bahkan Arif dan Zaki ikut turun ke liang menyambut jenazahnya dari bawah.

Setelah makam sepenuhnya tertutup tanah kembali, papan nisan kayu bertuliskan nama, tempat serta tanggal kelahiran dan kematian dipancangkan, lalu seorang pria paruh baya mengakhiri prosesi dengan doa. Doa yang begitu menggetarkan hati. "Ini bukan mimpi, Wira benar telah kembali,"ucapku dalam hati.

Tak lama satu persatu pelayat mulai meninggalkan lokasi pemakaman. Aku, Ayu, mungkin sebagian teman dan keluarga Wira, masih berdiam di sekitar makam. Sekilas kuperhatikan mereka yang masih berdiri bersamaku, rasa sedih yang mendalam tergambar di wajah-wajah mereka.

"Na, kalian bareng aku saja, biar nanti sekalian kuantar,"ucap Arif, seraya mendekat ke tempat kami berdiri. Ayu menatapku sejenak, lalu mengiyakan. Aku sebenarnya ingin menolak karena rumahku dan Ayu berjauhan. Tapi Ayu memberi isyarat padaku untuk menerima ajakannya.

Ayu dan Arif berjalan berdampingan, sementara aku mengikuti di belakang mereka, menuju mobil. Kami melangkah tanpa saling bicara. Aku sendiri masih enggan untuk membahas apa pun saat ini. Sepertinya Ayu dan Arif juga merasakan hal yang sama.

Sekilas aku kembali teringat wajah Wira saat KKN dulu. Rasa kehilangan yang sangat, menghentikan langkahku. Seketika aku berbalik, berdiri terdiam, memandang ke arah makam Wira dari kejauhan.

Seseorang masih duduk berjongkok di sisi makam, wajahnya tertunduk, kedua tangannya memegangi pucuk nisan. Mungkin keluarganya, pikirku. "Wira,"spontan namanya meluncur di bibirku. Lamat kulihat orang yang tadi berjongkok di makam Wira, berdiri sambil terlihat mengusap wajahnya, seperti habis berdoa. "Orang itu, pasti dekat sekali dengan Wira,"batinku. Ia pasti sangat kehilangan, ujarku pada diri sendiri.

"Na, ayo!" Tiba-tiba suara Ayu mengingatkanku untuk bersegera menuju mobil Arif.

D_140322

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tulisan yang menarik.

15 Mar
Balas

Keren tulisannya, sukses selalu bu Dian Pertiwi

14 Mar
Balas

Terima kasih sudah menyimaknya, Bu Zuyyinah. Salam literasi, semoga sehat selalu.

14 Mar

Keren. Salam kenal. Ijin folow. Folower ke-131. Terima kasih.

14 Mar
Balas

Salam kenal juga, terima kasih, Bu Inah.

14 Mar



search

New Post