Senyum Aisyah
Di sebuah stasiun tampak seorang wanita muda bersama kedua putranya sedang duduk di kursi panjang. Ia tinggal di rumah kos tak jauh dari stasiun. Orang-orang memanggilnya dengan nama Aisyah. Ia membawa sebuah tas ransel dan dua buah tas plastik yang berisi makanan. Di raut wajahnya terpasang senyum sumringah. Sesekali ia mengajak kedua putranya bercanda untuk mengusir kejenuhan karena kereta api yang ditunggu tak kunjung datang. Ya, hari itu adalah hari di mana ia dan kedua putranya akan kembali ke kampung halaman. Sudah lama kiranya ia tak menginjakkan kaki di desa tempat kelahirannya itu. Rasa rindu yang sudah menggunung akhirnya telah sampailah pada ujungnya. Ia pun tak menyangka, ia bisa meninggalkan kota tempat ia bergelut dengan kehidupan bertahun-tahun lamanya.
Alunan musik dari pengeras suara stasiun berbunyi menandakan kereta api akan segera datang. Aisyah bergegas berdiri menjinjing tas dan menggandeng kedua putranya mendekati kereta yang berjalan melambat memasuki area stasiun. Ia mengangkat tubuh anaknya satu-persatu untuk naik ke gerbong kereta. Ia menuntun mereka berjalan menuju ke sebuah kursi panjang kosong. Melihat kursi kosong tersebut, kedua anak Aisyah berebut duduk di bagian kursi yang dekat dengan jendela. Dengan penuh kelembutan, Aisyah mendamaikan mereka. Begitulah tingkah keseharian kedua putranya. Hampir setiap hari mereka meributkan hal-hal kecil. Mungkin bagi sebagian orang akan merasa kesal dengan tingkah mereka, tapi tidak bagi Aisyah. Kedua anak itu adalah segalanya bagi Aisyah. Merekalah yang selalu menjadi obat penat Aisyah sepulang dari berjualan. Ya, di kota itu Aisyah berjualan gorengan untuk menyambung hidup setelah suaminya meninggal dua tahun yang lalu. Suami Aisyah meninggal karena penyakit jantung. Ia meninggalkan Aisyah dengan dua putra kembar yang berusia 5 tahun. Meskipun demikian, tak sedikitpun Aisyah mengeluh dan berputus asa. Ia merasa, masa depan kedua putranya ada di tangannya.
Sepanjang perjalanan, celoteh kedua anak itu tak tak henti-hentinya membuat Aisyah tersenyum lebar. Sederet pertanyaan pun kerap muncul dari kedua putranya ketika melihat sesuatu yang asing dari luar jendela. Dengan sabar, Aisyah menjawab semua pertanyaan yang diajukan kedua putranya. Bagi Aisyah, apalagi yang bisa ia lakukan selain membuat kedua putranya itu merasa bahagia.
Jombang, 21 September 2019.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Alhamdulillah ... selamat ustadzah Diana ... awal menulis menunjukkan bahwa kita mampu untuk menuliskan semua yang ada disekeliling kita ... ok selamat berkarya dan terus berjaya
Alhamduillah, kali pertama tertarik membaca cerita ini karena judulnya menarik. Aisyah, persis seperti nama anak saya dan buku yang saya bacakan untuknya td malam juga tentang Aisyah, istri Rosululloh.
terharu dan inspiratif
Alur cerita sudah bagus. Gaya bahasa juga sudah bagus. Lanjutkan dengan alur cerita yang ada konfliknya, agar lebih menarik.