Dian Rakhmawaty

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
KOPI HUJAN BRANGKAL
Arabica

KOPI HUJAN BRANGKAL

Seperti sore kemarin, kali ini mendung sedikit muram. Sepoi-sepoi mulai menggoyangkan dedaunan pohon mangga tetangga depan rumahku. Jujur, ku akui rumah tetangga lebih rimbun dibanding rumahku, yang tanpa selembar klorofil mengiasi biasanya rumah pada umumnya.Ganjil memang.Tapi itulah, lagi-lagi alasan klasik, gak sempat ngopeni kembang.Langitpun makin mendung, diufuk barat sana sesekali terlihat kilatan.Dalam benakku, bentar lagi berkah ilahi akan turun. Srrruuuttt...ach, satu sruputan kopi racikanku menghangatkan tenggorokan, dan badanku. Ginasthel. Aroma itu... mengingatkan ku pada nya.

Dia yang sesekali berkelibat dibenakku, ach... aku tak boleh.Tp apa iya, tak boleh? Hanya sesekali mengenang sesuatu yang manis dan kadang sedikit pahit, layaknya kopi ini. Tersungging senyum tipis,ku seperti gila sendiri.Srrruuutttt... sruputan yang kedua, angin semakin menancap dingin. Dan... mulai kurasakan percikan air hujan itu."Alhamdulillah...akhirnya berkah ilahi itu turun juga",dalam gunamku. Dan hujan kali ini memang luar biasa derasnya, hingga mampu buat jalanan di area pemukiman jadi banjir dibuatnya. Aku takut hujan, aku takut terhanyut dibawa derasnya hujan, dan aku lebih takut lagi, bila saat hujan tapi tak ada kau disini.Seperti lampau."Wah... lampau, seperti lama banget ya?", senyum-senyum sendiri. Sedikit melo saat hujan itu sangat wajar.Entah mengapa, aku belum bisa alihkan manisnya.Mungkin terlalu manis untuk dilupakan, (seperti judul lagu ya?).

Tak terasa, kopi dicangkir pothol sudah mulai habis.Tp hujan belum juga reda, tapi aku masih ingin bercumbu dengan cipratan air hujan itu.Sambil sesekali ku bayangkan, kala kita bermain dibawah hujannya.Oh... iya, aku lupa.Kalau dipangkuanku ada toples yang berisi cemilan.Wah... asik nih, buat teman ngemil sambil menikmati nyanyian derasnya hujan dan sesekali nyruput kopi. Dari dalam rumah terdengar suara ibu memanggilku."Nduk... ojo suwe-suwe nang njobo, nko ndak masuk angin loh". Bener juga kata ibuku, aku gak boleh berlama diteras rumah."Inggih Buk, sekedap malih mlebet", ku mulai merajuk.

Karena aku mulai menikmati kebersamaanku disore ini,terlebih disisa sruputan kopiku ada brangkal yang sayang kalau tidak dicemal cemil. Komposisi yang pas, panas, dingin, dan gurih. Itu divisualisasikan melalui kopi, hujan, dan brangkal. Brangkal adalah cemilan ringan masyarakat agraris pedesaan. Terbuat dari ketela, diidris kecil lalu digoreng garing.Bisa dikasi gula atau original.Entah mengapa hujan belum juga reda, dan akupun belum juga bisa menepis rasa itu untuk dia. Biarkan kucumbu bayangmu, meski lewat siluet bayang yang sesekali menyelinap di derasnya hujan sore ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cie ciee... sweet memory ni ye...

06 Mar
Balas

Momen membawa kenangan.. :) izin follow ya..salam literasi.boleh di follback bun... :D

06 Mar
Balas

Segernyaa kopi kenangan^^..super Sist...salam kenal dan salam literasi

06 Mar
Balas



search

New Post