Didik Hendriyono, S.Pd

Didik Hendriyono, lahir di Surabaya , 25 Juni 1973. Anak kedua dari empat bersaudara buah cinta kasih pasangan Sunyoto dan Sri Lestari ini, sejak tahun 1997 hij...

Selengkapnya
Navigasi Web
Aku Melihat Corona Berpamitan dengan Seorang Kiai

Aku Melihat Corona Berpamitan dengan Seorang Kiai

Aku Melihat Corona Telah Berpamitan dengan Seorang Kiai

Aku melihat Corana tiba-tiba keluar dari dalam perut bumi. Belum sampai satu kedipan mata, wabah yang mematikan ini telah berdiri di depan rumah seorang Kiai.

Sontak aku pun berteriak sekencang-kencangnya, agar seluruh warga kampung membantuku menyelamatkan sang Kiai. Tapi, teriakanku membentur dinding kerongkonganku sendiri. Mulutku terkunci, sekujur tubuh membeku kaku. Beruntung, mata dan pendengaranku masih bisa mengawasi wabah Corona yang kini sudah bergerak mengetuk pintu rumah sang Kiai. "Asalamu'alaikum". " Wa'alaikum salam," jawab sang Kiai. Kau kah Corona itu? Sebentar, aku akan cuci tangan dulu". "Ngapunten,Yai! Ndak usah cuci tangan," cegah Corona. Kedatangan saya ke mari, hanya ingin berpamitan dengan Njenengan". "Oh, syukurlah kalau begitu," ucap Kiai dengan nada ringan. Sebelum melanjutkan kata-katanya, sang Kiai menyalakan sebatang rokok, lalu dihisapnya perlahan. Kemudian, sang Kiai kembali berkata, "Aku juga telah memohon kepada Allah, sebelum Ramadhan tiba, kau telah pergi jauh dan tak kan pernah kembali lagi". " Oh ya, sebelum kamu pergi, aku ingin mendengar dari mulutmu sendiri, mengapa akhirnya kau memutuskan untuk meninggalkan bumi ini?" tanya Kiai sambil terus memutar tasbih yang ada di tangan kanannya. "Baiklah, Kiai! Jika itu yang Njenengan tanyakan, maka inilah jawaban saya. Yang paling utama, karena sudah banyak manusia menyadari kesalahannya dan kembali taqorub billah, bertaubat serta semakin mendekatkan diri kepada Ilahi Robbi. Kedua, saya mendengar Sholawat Li Khomsatun dan Tibbil Qulub berkumandang di mana-mana sebagai wujud ikhtiar dhohir bathin agar segera terbebas dari segala bala, ujian, dan cobaan. Ketiga, para pemimpin di negeri ini istiqomah menggandeng Kiai dan Ulama untuk bersama-sama memikirkan keselamatan umatnya. Mereka bekerja keras tanpa kenal lelah melakukan yang terbaik untuk rakyatnya. " Kiranya cukup Yai, saya mohon pamit. Assalamu'alaikum...." "Wa'alaikum salam. Corona..., belum selesai Kiai memanggil, Corona mendadak lenyap, menghilang seperti ditelan bumi...!!! Didik Hendri Telisik Hati Pondok Literasi Bumi Wali Gresik Rabu Pahing, 1 April 2020 (02.53 WIB)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

wah, mantap juga kalo bisa begitu. sayangnya bila manusianya ngeyel.... beda perkara...

01 Apr
Balas

Allah Maha Baik, Insya Allah wabah corona segera sirna...!!!

01 Apr

Aamiin...Wah, bagus tulisannya pak. Semoga mimpi bapak menjadi nyata. Li khomsatun juga menjadi wiridan keluarga saya sejak corona melanda.Salam literasi..

01 Apr
Balas

Salam literasi, baru belajar nulis...!!!

01 Apr

Allah Maha Baik, Insya Allah wabah corona segera sirna...!!

01 Apr
Balas

Masya Allah...luar biasa

02 Apr
Balas

Aamiin, semoga dan segera

01 Apr
Balas

Ya Allah ya Robbi luar biasa karya njenengan ini , semoga menjadi doa untyk keselamatan kita semua , salam kenal

02 Apr
Balas



search

New Post