Dina Hanif Mufidah

Dina Hanif Mufidah, guru di lingkungan Majlis Dikdasmen PCM GKB Gresik, yang bertugas sebagai Kepala SD Muhammadiyah Giri Gresik. Lahir di Sidoarjo, Jawa Timur ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ode untuk Pak Bagyo (Tantangan Hari ke5)

Ode untuk Pak Bagyo (Tantangan Hari ke5)

Ini tulisan lama, saat hari guru tahun lalu. Tentang Pak Bagyo guru kimia semasa SMAku yang beberapa waktu sebelumnya dikabarkan meninggal dunia saat menyetir mobil sepulang kerja.

Ya beliau sedang menyetir sendirian saat tiba tiba mendapat serangan jantung. Beberapa saksi mata melihat Pak Bagyo sempat membuka kaca jendela dan melambai lambaikan tangan minta pertolongan , bahkan ia sempat menepikan mobilnya secara perlahan. Sebelum menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya.

Selamat jalan Pak, semoga pahala tak terputus dari amal jariyahmu, ilmu yang bermanfaat, senantiasa menerangimu menuju sisiNya

Aku hanya ingin mengenang mu dengan caraku.

Sosok tinggi besar itu seperti biasa menutup pintu di belakangnya dengan hati hati. Setelah memastikan daun pintu kayu berwarna bau abu itu klop dengan bingkainya, ia berjalan penuh wibawa menuju meja kursinya. Setelah itu wajahnya yang teduh akan menyapu seluruh isi kelas dengan tatapan yang ramah, memberi rasa percaya diri lebih pada murid murid cerdas, memberi ketenangan jiwa bahkan pada murid bandel yang tidak mengerjakan PR serta menentramkan hati murid yang berotak pas pasan untuk memahami ilmu pasti yang diajarkannya.

Aku termasuk murid kategori ketiga. Kenaikan kelas dengan predikat ranking pertama, membuat Bu Suci, walikelasku dan Ibuku memaksaku masuk jurusan Fisika. Mereka lupa meneliti bahwa nilai nilai terbaikku mungkin tidak di bidang itu. Maka dengan logika Matematika secukupnya dan kecerdasan spasial terbatas, kujalani dua tahun bergumul dengan aritmatika, geometri, gaya momentum dan aneka reaksi kimia. Aku kelelahan, bahkan tidur malam pun seringkali mimpi mengerjakan soal Matematika, Fisika, Kimia yang hingga terjaga tak kutemukan jawabannya. Sepulang sekolah masih harus menambah jam belajar dur untuk sekedar dapat nilai minimum lulus......what a moment!

Saat itu jurusan Fisika memang jurusan elit di masanya. Dan aku terdampar di sana. Tempat berkumpulnya otak otak cerdas di sekolah dalam memahami ilmu pasti. Matematika, Fisika dan Kimia. Atmosfer harian kelasnya selalu dipenuhi kompetisi dari pencapaian akademik yang dianggap prestise., harga diri orangtua dan gengsi remaja dalam pencarian jati dirinya.

“Selamat pagi anak anak, bagaimana, siap lahir batin belajar Kimia hari ini?” Begitu guru kami bertanya dengan suaranya yang dalam tapi lantang menyebar rata ke seluruh ruangan saat mengawali pelajaran.

Ya, Pak Bagyo, demikian kami memanggilnya adalah guru mata pelajaran Kimiaku semasa SMA.

Pagi itu di kelas, Pak Bagyo memberi “drilling” soal soal perubahan reaksi kimia. Satu persatu kami ditantang untuk mengerjakan soal yang beliau tulis di papan. Dari yang sederhana hingga yang rumitnya tingkat Dewa.

Kawan kawanku yang rata rata pintar dengan cepat mengacungkan tangan , hanya beberapa detik setelah soal tertulis. Pak Bagyo lalu menyebut deretan nama nama bintang kelas, yang akan segera ditunjuk bergantian untuk maju mengerjakan. Setelah Pak Bagyo menyatakan hasilnya benar, maka tatapan kagum dan tepuk tangan kami akan mengiringi saat mereka kembali duduk di bangkunya. What a pride!

Nah, ketika itu aku masih sibuk sendiri menyelesaikan soal-soal sebelumnya dibuku tulis. Aku membuka dan membaca buku paket sambil sesekali bertanya ke teman sebangku dan tetangga bangku, mengapa bisa jadi begini, mengapa kok bisa begitu. Sepanjang waktu aku menyimpan rapi acungan jari. Namun tiba tiba terdengar namaku dipanggil. Seketika kelas hening, dan saat aku melihat sekeliling. Semua mata sedang menatap diriku penuh ingin tahu.

Nunik, si teliti dan telaten, teman sebangkuku segera menyadarkan. “ Ayo maju Din!” Katanya sambil mendorong bahuku. “Lho..kenapa Aku?” Tanya aku panik. Sekilas aku lihat soal di papan. Oh Tuhan....tak terbayangkan bagaimana langkah langkahku menjawabnya. Aku menyesal semalam menghabiskan waktu membaca buku PSPB , pelajaran favoritku setelah Bahasa Inggris, bukan latihan soal kimia. “Tidak ada yang angkat tangan, belum ada yang bisa jawab, Pak Bagyo memanggilmu.” Nunik menjelaskan. Aku melirik ke buku tulisnya yang penuh coretan, tapi belum final menjawab soal di papan.

Jantungku berdetak kencang, pasti wajahku sudah menjadi pucat, saat namaku kembali dipanggil oleh Pak Bagyo. Nanar kedua mata ini menatap kombinasi huruf dan angka rumus kimia yang tertulis di papan tulis hitam.

Aku malu menolak, tapi lebih malu kalau sampai tidak tahu apa yang harus dilakukan di depan kelas. Dalam kebimbangan , tiba tiba kutemukan sebuah harapan dan keyakinan. Aku lihat wajah Pak Bagyo. Selalu, wajah itu tampak teduh, penuh tawaran kesempatan. Ku cari cari di sudut mata yang mulai keriput, dan ujung rambut ikalnya yang mulai tertutup uban, tiada niat implist mempermalukan. Maka meskipun di belakang sayup sayup terdengar komentar meragukan, bahkan mungkin kalau aku iseng menoleh, akan ada 1-2 senyum sinis yang samar. Aku memberanikan diri maju dan menyambut angsuran kapur putih dari Pak Bagyo.

Di depan kelas, membelakangi teman teman, aku berjuang mengerjakan soal itu. Aku menulis panjang, menghitung lalu menghapus lagi dan lagi...belum juga menemukan jawaban. Rasanya waktu berjalan lambat. Aku hampir menangis, tapi malu kembali ke bangku tanpa hasil. Namun setelah untuk ke sekian kalinya aku menemui jalan buntu, akhirnya aku menghentikan gerak kapur dipapan, dan menoleh ke guruku, Pak Bagyo, hampir mengeluarkan kalimat pamungkas“ Pak, aku menyerah ”

Namun saudara saudara, seolah mencegah aku mengibarkan bendera putih, Pak Bagyo tiba tiba berdiri dari kursinya. Beliau berjalan mendekat dan berdiri di sampingku . Dengan gayanya yang seolah memeriksa pekerjaanku, beliau mulai memandu dengan suara lirih. Sepertinya hanya aku yang bisa mendengarnya dengan jelas. Beliau memberi pertanyaan-pertanyaan pendek untuk membangun logika berpikir aku di langkah pertama, lalu mengingatkan info kunci yang harus aku perhatikan dan diterapkan di langkah berikutnya.

Aku mengulang kembali mengerjakan soal itu dengan berpeluh peluh dibawah isyarat isyarat beliau. Aku sampai takjub sendiri ketika beberapa menit kemudian akhirnya berhasil menentukan rangkaian yang tepat dari hasil reaksi kimia itu.

Pak Bagyo tersenyum , mengacungkan jempolnya dan mempersilahkan aku duduk kembali. Aku lega sekali, meskipun bagian depan rok abu abu aku penuh debu kapur tulis. Kawan kawan takjub , bertepuk tangan,memuji dan memberikan apresiasi. Maka hari itu aku jadi bintang kecil di kelas. Bahkan setelahnya dengan senang hati memberikan penjelasan kembali kepada teman yang membutuhkan untuk soal kimia tersulit hari itu. Satu hal yang hingga kini aku sesali, aku tak sempat mengucapkan terima kasih pada Pak Bagyo untuk kesempatan istimewa yang diberikan nya hari itu.

Mengenang hari itu, dan mengingat Pak Bagyo hari ini membuat aku tergugu.

Beliau adalah seorang guru yang memberikan kesempatan muridnya merasakan menjadi bintang. Dengan cara membimbingnya menghadapi dan menyelesaikan tantangan. Lalu menyelinap diam diam di balik tirai panggung ketika semua orang bertepuk tangan. Kebaikan hati beliau hari itu adalah salah satu motivasi terbaik dalam hidup aku untuk pantang menyerah mengejar cita cita. Kebaikan hati beliau juga telah menjaga harga diri seorang murid di depan kawan kawan sekelasnya. Inilah yang terus aku kenang hingga hari ini ketika beliau sudah tiada. Bukan jawaban soal tersulit hari itu dan berapa nilai rapot yang akhirnya beliau berikan.

Kebaikan hatinya yang mengingatkan aku untuk melangitkan sebait doa, agar Allah mengampuni segala khilaf dan dosanya, serta memberikan tempat mulia disisiNya.

Mengenang beliau hari ini, menguatkan hati aku pada satu pelajaran besar. Begitulah seorang guru seharusnya, tulus ikhlas membuat orang lain yakin bisa menjadi hebat.

Mengenang beliau hari ini, juga mengingatkan aku pada sebuah harapan, tentang bagaimana aku yang juga seorang guru kelak mungkin akan dikenang.

Semoga karena sepotong kebaikan hati yang menginspirasi diam-diam, yang tak pernah aku ingat kapan aku lakukan..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post