Dinda Rahmayani

Pendidik mata pelajaran bahasa inggris yang bertugas di SMP Negeri 11 Prabumulih, Kota Prabumulih Provinsi Sumatera Selatan...

Selengkapnya
Navigasi Web
Lelaki Kecil Penjual Kemplang

Lelaki Kecil Penjual Kemplang

Lelaki Kecil Penjual ‘Kemplang’

Terdampak pandemi Corona, kurang lebih tiga bulan ini aku tidak pergi ke sekolah untuk mengajar. Sebaliknya seperti semua pendidik yang lainnya, aku pun bekerja dari rumah, melaksanakan pembelajaran secara daring (dalam jaringan).

Setiap pagi aku duduk di meja kerjaku yang terletak di dekat jendela yang mengarah ke jalan raya. Sesekali aku selalu mengalihkan pandangan dari layar laptop atau android ke hilir mudiknya lalu lintas di jalan raya depan rumahku. Terus terang aku menikmatinya, karena sebelum pandemi Corona aku jarang sekali berkesempatan duduk- duduk di pinggir jendela seperti ini. Karena pekerjaan sebagai pendidik membuatku sudah bergegas meninggalkan rumah sebelum pukul tujuh pagi.

Suatu pagi seorang anak laki- laki kecil lama berdiri di depan pagar rumahku. Ditangannya terdapat beberapa kantong plastik berisi ‘kemplang’, sejenis makanan ringan yang terbuat dari olahan daging ikan giling. “kemplang, kemplang wak!”, teriaknya. ‘Wak’ adalah panggilan untuk orang yang dianggap lebih tua didaerah kami.

Seketika hatik terenyuh, lelaki kecil yang umurnya kira- kira seumur dengan anak perempuanku itu begitu bersemangat menawarkan barang dagangannya. Kulambaikan tanganku agar dia masuk pagar rumah kami. Senyum gembiranya pun mengembang. Ketika kutanyakan harganya, ternyata satu kantong yang cukup besar itu hanya sepuluh ribu rupiah.

Segera dia pergi setelah mengucap terima kasih dan menerima uang dariku. Dua hari kemudian, dia kembali berteriak menjajakan ‘kemplang’ di dekat pagarku. Meskipun ‘kemplang’ yang kubeli kemarin belum habis, tapi tetap saja kulambaikan tanganku menyuruh dia masuk. Lagi kulihat senyum cerianya mengembang.

“Wak, apa rasa kemplang buatan emakku?’, tanyanya. “Enak apa tidak wak?” sambungnya lagi. “Apakah rasa asinnya pas, wak?”, tanyanya lagi dengan binar semangat yang kusuka ada dimatanya.

“Kemplangmu enak, nak. Wak dan keluarga suka”, sahutku.

“Alhamdulillah” katanya sambil mengusapkan tangan ke wajahnya tanda bersyukur. Aku suka ekspresinya, anak ini begitu semangat menjualkan dagangannya sampai- sampai pikiran kecilnya pun sempat untuk menanyakan kepuasan pada pembeli. “Masih sekolah, kan?”, tanyaku. “Iya wak, tapi sekarang sedang belajar dari rumah. Jadi bisa jualan bantu emak” ujarnya.

“Akan ku kasih tahu emakku bahwa banyak yang suka kemplang buatan emak. Emak pasti akan sangat senang dan semangat terus membuat kemplang untuk jualan. Aku suka lihat emakku tersenyum”, katanya lagi.

Aku merasa netraku memanas mendengar ucapannya. Ah nak, bersyukurnya emakmu memiliki putra soleh sepertimu. Disaat anak- anak lain mungkin sedang sibuk bermain ‘game’ di gawainya kau begitu menikmati pekerjaanmu membantu orang tua mencari rupiah. Barakallah, lelaki kecil penjual kemplang. Semoga Allah senantiasa memberimu sehat dan rezeki.

#tantanganmenulis_gurusiana hr ke-8

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Menginspirasi, ketika kita pendidik nyaris putus asa karena banyak siswa yang lupa membantu orang tua karena lebih fokus pada gadgetnya ternyata masih ada anak berkarakter baik seperti di ceritany yuk

03 Jun
Balas

Semoga anak tersebut kelak sukses dunia akhirat.. aamiin

03 Jun
Balas

Aamiin, saya suka semangat anak itu bu

03 Jun



search

New Post