Dinni Ariani

A grateful wife (Insya ALLAH), A Mother of 3 kids, An English Teacher in SMPN 15 Sukabumi, a Learner. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Belajar Ngaji (lagi), Yuk!

Belajar Ngaji (lagi), Yuk!

Sore yang cerah, selepas hujan mengguyur Sukabumi sejak dini hari. Di perjalanan pulang menjemput anak dari Taman Pendidikan Al Qur’an dekat rumah, aku bertemu sosok itu, salah satu Wali murid yang biasa kusapa Mama Farhan. “Bu, ehh Bu Dinni ya?” sapanya hangat. Hampir lima tahun kami tak berjumpa. Tepatnya sejak Farhan, anak istimewa dengan IQ di bawah 60 itu, sudah lulus dari sekolah kami. Sempat lanjut sekolah di SMA reguler namun mempertimbangkan kondisi sang anak yang mengalami hambatan kognisi, akhirnya Farhan belajar di rumah bersama orang tuanya.

Saat aku bertanya kabar Farhan, beliau bersemangat menceritakan kegiatan harian sang anak yaitu Sholat berjamaah ke Masjid 5 waktu, mengaji di rumah, membaca terjemah Al Qur’an, menonton acara ceramah agama di TV, dan menghapalkan Al Qur’an. “Farhan sudah menghapal Juz 29 dan 30, sekarang sedang “ngeureuyeuh” Juz 28 Bu”, ujarnya dengan mata berbinar. “Malahan Farhan tuh Bu yang tiap sebelum Subuh membangunkan Ayahnya, mengajak ke Masjid”, sambungnya lagi. Saat berpisah, ada kenyamanan dalam hatiku. Sepertinya energi bahagia dan penuh syukur telah ditularkan oleh Mama Farhan.

Pertemuan itu membuatku merenung. Jangankan berakrab-akrab dengan Al Qur’an, membicarakannya saja sudah memberikan energi positif. Teringat suatu hari sekitar 2 tahun lalu. Gelisah. Itu yang aku rasakan. Ada yang menggedor-gedor hati mempertanyakan, “Jadi, mau begini saja? Sudah puas? Merasa cukup?” Usia saat itu memasuki 40 tahun. Dan kegelisahan ini tentang mengaji, membaca al Qur’an, Kitabullah nan suci, kalamNya yang agung. Belajar mengaji memang dari kecil dan rasanya sudah cukup lancar, ditambah pernah belajar Tahsin di penghujung masa kuliah 2002 silam. Tilawah setiap hari tergantung mood saja, bahkan nyaris tanpa target berapa halaman yang hendak dibaca dan ditadaburi. Mengalir sekedarnya.

Kok ya garing, rasanya ada yang kurang. Berlanjut pada keinginan bertemu guru dan memperbaiki setiap bacaan Al Qur’an. Tapi kemana ya...? Sampai suatu hari saat membuka timeline media sosial, mataku terpaut pada sebuah postingan, namanya Lembaga Tahsin Tahfidz Al Qur’an (LTQ) At Tartil. Mereka sedang membuka pendaftaran dan ada Kelas Dewasa juga. Masya Allah, pekikku dalam hati, ini yang aku cari. Bersamaku, ada dua sahabat tersayang ikut pula mendaftar. Desember 2018 kami mengikuti tes awal untuk penempatan kelas, lalu Januari 2019 mulai belajar tiap Selasa mulai pukul 16.00 hingga 17.30. Alhamdulillah sekarang ini kami tengah menikmati Semester ke-4 belajar di At-Tartil. Bagaimana rasanya?

Berperan sebagai murid, betul-betul mengikis kebiasaan “menggurui” yang sudah melekat pada diri kami. Kali ini, aku dan dua sahabatku lebih banyak menyimak, mengerjakan tiap tugas dengan penuh tanggung jawab, melakukan rutinitas harian tilawah sesuai target, mentadaburi dengan cara membaca terjemahnya, dan melakukan berbagai amalan sunah yang sangat dianjurkan. Di Kelas Talaqi, kami banyak belajar dengan cara memperdengarkan bacaan al Qur’an kami mulai dari An-Naas hingga Ath Thariq, tanpa banyak belajar teori tajwid. Semester berikutnya masuk di kelas Tahsin teori, jadi selain bertalaqi (Al Buruj hingga Al Muzammil) disini juga kami belajar ilmu tajwid hingga detil. Lanjut ke Kelas Pra Tahfidz, mempelajari Ayat-ayat Gharibah. Hingga saat ini aku ada di kelas Tahfidz alias harus menyetorkan hapalan al Qur’an secara tartil. Sedikit demi sedikit, mulai dari An Naas hingga saat ini baru memasuki beberapa surat di Juz 29.

Jangan ditanya berapa sering Ustadzah mengoreksi kami. Nyatanya, mengaji itu tak cukup hanya lancar namun juga harus tepat benar, seperti halnya bacaan Al Qur’an itu diwahyukan melalui Jibril kepada Rasulullah SAW. Karena ini ayat-ayat Illahi, kita perlu terus memperbaiki bacaan kita sebaik mungkin. Bahkan kalau perlu bertalaqi dengan banyak guru agar bacaan kita terus diperbaiki, begitu kata Ustadzah suatu hari. Saat proses menghapalkan Qur'an, bacaan seringkali kurang karena tartil karena terlalu fokus dengan hapalan yang masih mudah buyar. Ustadzahnya rata-rata masih berusia muda, peserta lain pun kebanyakan jauh lebih muda dari kami.

Sebagai guru sekolah formal, kami terbiasa memposisikan diri sebagai pengajar yang “memiliki kekuasaan” atas siswa. Saat belajar Qur’an, selain memperoleh ilmu kami juga mendapat kesempatan praktik untuk beradab sebagai murid, sekaligus merasakan apa yang dirasakan setiap murid. Deg-degan saat ditanya satu persatu berkaitan dengan materi, memilih posisi duduk agar tak dapat giliran pertama saat bertalaqi, tegang saat mau ujian, hingga saling lirik saat ujian teori hehehe geli juga ya, dan gemas saat ada materi yang lagi-lagi lupa.

Di akhir semester setelah Ujian, ada pembagian Raport dengan nilai terpampang nyata. Ada kriteria nilai minimal untuk naik level, sehingga jika belum memenuhi syarat maka harus mengulang di level sebelumnya. Untuk “pelajar” seusia kami ternyata tak masalah saat harus mengulang kelas di level yang sama. Tekad kami, yang penting belajar terus dan semoga Allah meridhoi apa yang kami lakukan.

Belajar Al Qur’an memang membawa kenikmatan tersendiri, walau tak dipungkiri rasa malas tak jarang melanda. Disinilah pentingnya komunitas. Saat Ustadzah menyapa di Group WA, ataupun berinteraksi di chat room dengan teman-teman lain, rasanya semangat kami terungkit lagi. Dukungan dari orang terdekat juga sangat bermanfaat. Seperti salah satu kejadian berikut:

Aku : “Ayah, hari ini Ibu gak ke At Tartil yaa”

Suami : "Ohh, hmhm... eh eh tapi kalo sudah berhenti sekali kadang jadi susah mau mulai lagi lho.”

Dan akhirnya aku berangkat deh. Hehe.

Tiba suatu waktu beliau bilang, “Bu, Ayah juga mau ikutan ah. Semester depan bareng kita.“

Ah, indahnya. Alhamdulillaah.

Sukabumi 13 September 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Masya Allah, ini Bu Dini. Alhamdulillah dipertemukan di sini jg. Sudah saya follow Bu. Sukses selalu buat Bu Dini

30 Dec
Balas

Alhamdulillah, B Asih yang baik hati, terima kasih banyak

11 Jan

Aku senang lho baca tulisan ini soalnya kebayang saat belajar mengaji dan akupun juga sedang belajar juga Sdh saya ya mks

13 Sep
Balas

Terima kasih Bu, sukses selalu ya Bu

11 Jan

Terima kasih Bu, sukses selalu ya Bu

11 Jan

Terima kasih Bu, sukses selalu ya Bu

11 Jan

Aku senang lho baca tulisan ini soalnya kebayang saat belajar mengaji dan akupun juga sedang belajar juga Sdh saya ya mks

13 Sep
Balas



search

New Post