Dinni Ariani

A grateful wife (Insya ALLAH), A Mother of 3 kids, An English Teacher in SMPN 15 Sukabumi, a Learner. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tentang Anak Istimewa Itu

Tentang Anak Istimewa Itu

Beti Andariesta namanya. Salah satu anak istimewa di sekolah kami. Ia terlihat asyik dengan kain warna warni, peniti, gunting dan lem di tangannya. Tak henti ia berceloteh bahwa bros yang sedang ia buat akan dijual dan hasilnya ia belikan makanan kesukaan. Didampingi dua orang guru yang melatihnya keterampilan membuat bros itu, ia tampak senang dan tenang saat itu. Padahal sebelumnya dalam hari-harinya di sekolah kami, tak jarang ia tantrum, tak ingin disapa apalagi disentuh, hanya ingin marah dan marah.

Beti anak dengan bawaan lahir down syndrome, yang secara fisik langsung terlihat dari wajah mongoloidnya. Beti berasal dari Sekolah Dasar negeri dekat sekolah kami, dan sejak awal didaftarkan lewat jalur khusus PPDB bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Sekolah kami merupakan SMP negeri yang telah beberapa tahun mengikuti program Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat yang mendukung sekolah-sekolah umum untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif. Inklusif tak berarti sekedar memasukkan anak berkebutuhan khusus di sekolah umum. Inklusif bermakna adanya penerimaan terhadap perbedaan, keragaman, keunikan individu dalam satu sistem sekolah. Selama melaksanakan kebijakan ini, sekolah mengalami berbagai pengalaman berharga yang menjadi pendorong guru maupun tenaga kependidikan yang ada di dalamnya untuk terus belajar.

Sejak Beti ada di sekolah kami lebih dari setahun lalu, dari hari pertama hingga detik ini, kami belum benar-benar mampu memberikan pelayanan ideal yang memenuhi kebutuhannya. Beti sangat unik, ia ekspresif dan senang dengan kontak fisik seperti menyentuh dan memeluk. Awalnya ada rasa risih karena di tingkat SMP sangat tidak biasa jika siswa memeluk guru-guru maupun teman-temannya. Namun dari sinilah kami bisa belajar. Beti, yang secara kronologis usia fisiknya lebih dari 12 tahun. Namun secara psikologis, usia mentalnya mungkin setara anak 4-5 tahun. Beti suka menggambar dan mewarnai. Saat teman-temannya mengikuti pelajaran, ia asyik dengan pensil, dan krayon lalu dengan bangga memperlihatkan hasil karyanya kepada guru di kelas. Ia suka diapresiasi, diberikan tepukan tangan oleh teman-teman sekelasnya. Senyumnya langsung terkembang lebar. Beti, usianya hampir 13 tahun namun alam pikirannya seperti layaknya anak TK dengan kesukaan yang khas. Maka, biarkan ia menikmati hari-hari di sekolahnya dengan riang, dan teman-temannya yang lain pun bisa belajar menerima Beti apa adanya, tanpa sikap merendahkan.

Sekolah adalah miniatur masyarakat. Heterogenitas yang ada di sekolah menjadi ruang pembelajaran bagi kami semua untuk bersikap terbuka dan bersahabat dalam segala keberagaman. Anak-anak berkebutuhan khusus sebagai bagian dari masyarakat perlu dipahami dan diterima sebagai bagian dari perbedaan yang alami. Saat siswa berkebutuhan khusus dengan tingkat hambatan ringan bersekolah di sekolah umum terdekat, mereka mendapatkan hujan interaksi yang deras, mandi bahasa, dan berbagai kesempatan sosialisasi serta aktualisasi diri. Siswa-siswa lain pun mendapat peluang untuk mengenal lebih dekat siswa berkebutuhan khusus sekitar mereka dan menumbuhsuburkan kasih sayang yang menjadi fitrah manusia. Rasa cinta sesama, peduli, dan dukungan positif diharapkan akan hadir dan tertular dalam diri para siswa.

Berulang-ulang, itu yang kami tekankan kepada siswa lain, agar mereka dapat menerima dan bersikap proporsional kepada Beti, salah satu siswa berkebutuhan khusus di sekolah kami. Sebagai sekolah negeri yang memiliki jumlah siswa cukup banyak, berbagai tantangan pun kerap muncul, baik karena adanya beberapa tindakan perisakan dari siswa-siswa lain, maupun karena kekurangpahaman kami atas keadaan Beti. Kami belajar langsung dari apa yang kami alami. Seringkali guru-guru berdiskusi, mengapa siswa melakukan ini kepada Beti, kenapa Beti melakukan hal ini itu, apa yang bisa kami lakukan agar keadaan menjadi lebih baik, apa yang bisa siswa lain lakukan, dan sebagainya. Langkah-langkah yang kami tempuh belum sistematis, masih kasuistis dan bisa jadi belum berdampak sangat signifikan. Namun yang paling kami rasakan adalah, kami belajar sesuatu.

Pernah suatu hari Beti tantrum, ia masuk ruang PMR yang lupa dikunci siswa lain. Alhasil, ia memporakporandakan peralatan lomba yang telah disiapkan siswa-siswi ekskul PMR (Palang Merah Remaja). Nilainya sekitar 1 juta rupiah. Anak-anak PMR menangis dan marah, Beti masih tantrum dan tak terarah, akhirnya kami memanggil orang tuanya. Saat ibunya datang, Beti yang tadi sangat sulit dikendalikan sikapnya tiba-tiba diam, tampak takut lalu mulai menangis saat sang ibu menegurnya. Ibunya, juga terkaget melihat kekacauan yang disebabkan oleh anaknya. Ia terlihat sangat ingin marah, namun lelah. Akhirnya ia meminta Beti untuk meminta maaf kepada semua yang dirugikan, lalu sang ibu segera pamit pulang dan mengatakan bahwa suaminya akan segera datang untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Tak lama sang ayah pun datang menemui pembina kesiswaan dan para siswa PMR. Beliau meminta maaf dan berjanji akan mengganti semua kerugian, dengan cara dicicil karena pekerjaannya sebagai pengepul barang bekas tak memungkinkan untuk dalam satu hari itu mendapatkan uang senilai 1 juta rupiah. Hari itu keadaan berangsur membaik, anak-anak PMR terlihat lebih tenang walau masih kesal. Beti yang sudah lelah masih menangis mendatangi guru-guru lalu meminta maaf, seperti yang dipesankan sang ibu. Setelah berdiskusi, para guru memutuskan untuk meminta orang tuanya agar Beti tak bersekolah dulu selama 3 hari agar ada waktu untuk Beti dan kami semua memulihkan pikiran dan perasaan. Dan saat Beti kembali ke sekolah nanti, kami memutuskan untuk mengurangi jam sekolah Beti hingga jam pelajaran ke-6 saja dari jumlah jam maksimal hingga jam ke 8 atau 9. Kami mempertimbangkan bahwa rentang perhatian dan emosi Beti memerlukan hal ini. Hari itu hari yang melelahkan untuk semua, namun pasti ada hikmahnya.

Beberapa hari kemudian, Beti kembali ke sekolah dengan wajah riang dan sikap semangat dan hangat seperti biasa. Ia menyalami dan memeluk erat guru-gurunya, “Ibuuu….!” selalu seperti itu dengan senyum melebar. Ibu dan adik balitanya mengantar Beti ke sekolah, dan berjanji menjemput kembali saat jam 12 nanti. Dan iya, mereka menepati janjinya pada Beti. Saat waktunya Beti pulang, ia tampak tenang berpamitan pada guru-guru sambil memperkenalkan adik kecilnya. Sang ibu melihat dari kejauhan dengan senyum lega.

Sejak hari itu, Beti bersekolah hingga jam ke-6, lalu setiap pukul 12 ia dijemput Ibu dan adik tersayangnya. Saat ia bersama ibu dan adiknya, kami melihat sosok Beti yang berbeda. Beti yang sangat hangat ramah penyayang kepada adiknya, Beti yang terlihat lebih tenang, dewasa dan santun. Ibunya mengatakan betapa Beti sangat rajin membantunya di rumah. Beti menyapu dan mengepel lantai, mencuci peralatan makan kotor, membantu memasak dan sebagainya. Beti sangat diandalkan di rumahnya. Pekerjaannya rapi dan bersih.

Suatu kali pernah kami mengajak Ibunya berbicara. Ia bercerita jika seringkali ia menuntut Beti untuk bersikap “normal”. Ia mengaku sering tak sabaran hingga bersikap galak pada Beti, apalagi saat mendengar bocah sulungnya itu “bertingkah” di sekolah. Misalnya ada keluhan dari para pedagang kantin yang katanya seringkali makanannya diambil tanpa dibayar. Sang ibu dalam tangisnya menceritakan penyakit kanker payudara yang tengah ia derita, dan betapa ia khawatir memikirkan bagaimana Beti jika suatu saat ibundanya tak bisa lagi mendampinginya. Kami yang mendengarkannya ikut larut dan merasakan, betapa ujian hidup ini berusaha keras ia lalui dalam sabar dan tawakal.

Saat itu, sang ibu menanyakan juga kira-kira kursus apa yang bisa diikuti oleh Beti, karena ia berpikir untuk memberikan keterampilan kepada anaknya ini. Di Kota Sukabumi ada resource centre pendidikan inklusif yaitu SLB Budi Nurani. Yang kami dengar, para siswa di SLB memang mendapatkan pendidikan keterampilan yang diharapkan bisa menunjang kemandirian ABK. Di situlah kelebihan SLB. Adapun Beti bersekolah di sekolah kami, karena orang tuanya mempertimbangkan jarak dari rumah yang relatif lebih jauh jika ke SLB. Biaya transportasi menjadi hambatan mereka. Saat membicarakan perkembangan Beti dan bagaimana pada beberapa kasus kami merasa tidak berdaya menanganinya, ditambah lagi dengan pendidikan kecakapan hidup yang belum mampu kami berikan kepada Beti, kami mempertimbangkan untuk melakukan kunjungan ke SLB Budi Nurani. Jika orang tua bersedia dan pihak SLB pun berkenan memberi keringanan biaya sekolah, kami berpikir bahwa mungkin akan lebih baik untuk Beti jika bersekolah di SLB.

Sementara itu, kami mencoba memberikan keterampilan sederhana kepada Beti. Guru yang memiliki keterampilan membuat asesoris mengajarkan Beti apa yang beliau mampu, ataupun ada juga guru yang memberikan jam khusus belajar berhitung secara konkret, membacakan buku cerita, buku ensiklopedi dan sebagainya. Membacakan buku untuknya seperti saat kita membaca buku untuk anak-anak 4-5 tahun yang selalu antusias berkomentar, menunjuk gambar, meminta buku dibaca ulang, atau pun merajuk sambil menunjuk gambar benda ini itu yang ia inginkan.

Sekitar satu bulan kemudian, kunjungan belum juga dilakukan. Pada waktu-waktu tersebut kami melihat Beti nampak lebih tenang, tak ada lagi masalah mengambil makanan tanpa uang di kantin, tak ada masalah tantrum, tak ada pelukan-pelukan pada lawan jenis yang menjadi bahan tertawaan, dan lain-lain. Beti tetap tersenyum, namun entah bagaimana ia terlihat lebih tenang. Kami belum memutuskan lagi dan orang tuanya belum memberikan jawaban, apakah ia tetap disini atau pindah ke SLB?

Sukabumi, 30 November 2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Masyaallah. Betapa tulisan mampu menggambarkan yang Bu Dinni rasakan. Semoga Beti menjadi anak yang soleha, terampil dan mandiri. Bu Dinni, semoga makin berkah ilmunya, ya.... ❤

30 Nov
Balas

Aamiin ya Robbal' aalamiin, terima kasih Bu Dian. Salam sayang juga dari Beti

04 Dec

Subhanallah, bunda luar biasa, dari gambar yg tertera saja sy sdh pastikan bunda org hebat, ditambah paparan luar biasa dibalut kalimat apik krn aura dari kasih bunda thd anak berkebutuhan khusus. Salam hormat sy utk bunda. Sukses selalu dan barakallah

30 Nov
Balas

Terima kasih banyak Bun, saya masih belajar dan sangat beruntung memiliki rekan-rekan kerja yang hebat, Alhamdulillah, Aamiin ya Allah

30 Nov

Masyaallaah, tulisan yang indah dalam segala aspek, baik dalam segi penulisan. Maupun dari pesan-pesan yang terkandung di dalam nya.. Sukses terus bunda. Barakallaah

30 Nov
Balas

Alhamdulillaah..., terima kasih banyak Bun, Aamiin ya Robbal'aalamiin. Sukses juga untuk Bu Nurmalia, salam kenal dari Kota Sukabumi ^^

30 Nov



search

New Post