Peraturan Tersirat
"Bu, kan di tata tertibnya juga nggak boleh bawa HP, senjata tajam. Nggak ada larangan bawa kartu." Celoteh salah satu anak di ruang BK karena kedapatan ikut bermain kartu di sekolah.
Ucapan anak memang tidak salah. Tidak ada peraturan tersurat di sekolah kami yang menyatakan bahwa peserta didik dilarang membawa kartu. Yang ada adalah peraturan yang melarang anak-anak untuk berjudi.
Bermain kartu bagi sebagian ulama ada yang tidak mengharamkan selama tidak ada unsur penipuan, perjudian atau membuat kita lalai dari kewajiban sebagai seorang muslim. Bermain kartu bisa jadi haram sebagaimana kebanyakan ulama seperti Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia atau Dr. Sa'ad bin Nashir Asy Syatsri yang mengharamkan permainan kartu dengan alasan:
1. Dapat menimbulkan permusuhan dan saling benci yang bermula dari ejekan.
2. Bisa saling mencela dan melaknat, bahkan menjurus pada dusta sampai sumpah kotor.
3. Diqiyaskan (dianalogikan) dengan hukum dadu (adanya unsur untung-untungan mendapat kartu bagus karena kartu dikocok terlebih dahulu sebagaimana saat bermain dadu). Dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang bermain dadu, maka ia seakan-akan telah mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi." (HR. Muslim).
Anak-anak memang tidak berjudi (tidak ada taruhan), mereka hanya bermain kartu untuk bersenang-senang. Namun, anak-anak usia remaja tetap saja perkembangan emosinya masih labil. Saat mengalami kekalahan, bisa saja timbul rasa tidak suka, tidak terima, sehingga bisa memicu permusuhan atau sumpah serapah. Itulah yang sebenarnya tidak diharapkan.
Peraturan tersirat bukan berarti tidak ada. Bukankah Allah melarang kita untuk tidak mendekati zina (tersurat)? Allah tidak berfirman bahwa pacaran itu haram (tersirat). Tapi, bukankah dengan jalan pacaran, maka peluang melakukan zina akan semakin besar?
Sama halnya dengan bermain kartu. Adanya larangan berjudi, bukan berarti anak-anak boleh dengan leluasa membawa kartu dan bermain bersama teman-teman hanya karena tidak tertulis demikian di peraturan. Butuh pemahaman lebih baik bagi kedua belah pihak, anak-anak maupun para guru. Evaluasi sangat penting dilakukan.
Fenomena seperti ini mungkin tidak hanya terjadi di sekolah kami. Sering, saat bepergian ke luar kota saya melihat anak-anak usia sekolah sedang merokok, bermain game online, dsb. Hal-hal yang bisa merusak karakter anak jika tidak ada pengawasan dari keluarga maupun sekolah.
Semoga kita (pendidik) bisa memberikan pemahaman yang lebih baik kepada peserta didik sehingga mereka mampu menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren analoginya bun, sukses selalu dan barakallah
Terima kasih, Bu. Wa iyyaki.