Diyah ayuning tyas

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Mentari di Akhir Sekolah

Mentari di Akhir Sekolahku

Karya : Diyah Ayuning Tyas

Pagi ini Aku memang terlihat sangat tergesa – gesa masuk ke kelas. Aku sangat takut terlambat. Hanya kurang hitungan detik pintu sudah mau ditutup oleh guruku. Tanda pelajaran pagi ini akan segera dimulai.

Memang tahun ini Aku sudah berada di puncak kelas di sekolah ini. Aku sudah kelas 6 dan setiap siswa kelas 6 wajib untuk masuk jam 6 pagi karena ada pelajaran tambahan.

Namaku Yudis. Aku adalah anak yang sangat disiplin. Aku tidak pernah terlambat, tetapi pagi ini karena aku menunggu adikku sehingga aku hampir saja terlambat.

“Assalamualaikum “ sapa ku pagi ini dengan muka tertunduk.

“Wahhhh, baru datang mas ??” ejek teman–temanku satu kelas sambil menyorak iku. Terdengar suara Dayren paling keras. Aku tak tahu kenapa Dayren sangat tidak menyukaiku. Dia memang temanku sejak kelas satu, tapi aku juga tak tahu mengapa dia sangat tidak menyukaiku. Dia sangat usil padaku. Apa karena aku adalah anak berkebutuhan khusus, atau ada alasan yang lain aku juga tidak tahu.

Aku memang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Kata guruku aku abk tipe tunagrahita. Kemampuanku menghafal sesuatu sangat rendah. Meskipun aku duduk di bangku kelas 6 tetapi di kelas aku belajar seperti anak kelas 2. Semua karena memang aku anak tunagrahita.

Aku memiliki satu teman yang sangat perhatian denganku. Dia selalu membimbing aku dan membelaku ketika teman – teman mengejek ku. Dia adalah Cikal. Teman sekelasku.

Hari itu di waktu istirata, aku melihat Dayren mengempesi ban motor guru di sekolah. Aku melihatnya tetapi aku tidak berani menegur bahkan menatapnya. Aku hanya tertunduk melihat kejahilan Dayren.

Ketika di kelas, Dayren dan teman – temannnya bahkan menuduhku yang telah mengempesi ban motor guruku. Aku tak bisa berbuat apa–apa. Karena semua anak telah menuduhku. Aku hanya tertunduk.

“Yudis, benarkah kamu yang telah mengempesi ban motor Ibu?” tanya bu guru padaku

Aku hanya melirik Dayren dan teman–temannya. Mereka mengepalkan tanggannya kepadaku. Aku semakin tertunduk karena takut. Bu guru pun menasehatiku lama dan banyak sekali. Aku hanya terdiam. Sedih dan merasa tidak berdaya.

Ketika istirahat, bu guru keluar kelas. Lalu Dayren berserta teman – temannya mendatangiku. Tiba–tiba saja aku dipukul oleh mereka karena memang bu guru curiga bahwa yang telah mengempesi ban motornya adalah mereka. Aku pun semakin ketakutan, aku mau keluar tidak bisa. Beruntung Cikal datang dan melaporkan hal itu kepada bu guru.

Bu guru datang dan meminta Dayren beserta temannya untuk meminta maaf kepadaku. Akupun keluar dari kelas. Hari–hariku selalu seperti itu. Dayren dan teman – temannya selalu menyakitiku. Tetapi bu guru dan Cikal tidak pernah tinggal diam. Mereka selalu membelaku.

Sampai pada akhir pertemuan di kelas 6, diadakan perpisahan kelas 6. Bu guru menunjukku untuk tampil hafalan Al-Quran Juz 30. Beliau yakin, meskipun aku anak berkebutuhan khusus tetapi akulah yang paling banyak hafalan Al-Quran.

Semua teman–teman menyoraki ku ketika bu guru sudah memilihku. Bahkan ada celotehan yang sempat aku dengar “Huuu, anak gila disuruh hafalan. Mana bisa bu?”

Aku pun semakin tidak percaya diri. Tetapi bu guru dengan sabar melatih dan memotivasiku. Sampai pada acara Gladi bersih.

“Huuu... mana bisa kamu Coy hafalan. Hahahah.” Ejek Dayren dan teman – temannya kepadaku.

Aku hanya tertunduk. Malu, tidak percaya diri, dan merasa semakin gugup. Mereka telah melecehkanku. Tidak terasa pipiku basah. Beberapa butiran air mata berjatuhan dari sudut mataku. Hatiku sedih sekali saat itu.

“Yudis, kamu pasti bisa, Nak. Percayalah akan kemampuanmu. Selama ini kamu sudah berlatih keras untuk hafalan. Tunjukkan bahwa kamu bisa lebih baik dari mereka.” Ucap bu guru sambil menepuk pundakku.

Aku hanya melihat dengan penuh harap. Semoga apa yang di inginkan bu guru bisa sesuai dengan yang dia harapkan. Ketika latihan pun, aku sama sekali tak berani untuk mengangkat wajahku. Aku takut jika Dayren dan teman-temannya mengancamku.

Hari ini aku berangkat sangat pagi. Aku langsung menuju ke hotel karena hari ini acara perpisahanku akan dilaksanakan. Aku duduk di bangku wisudawan. Jantungku berdetak kencang karena aku masih belum percaya diri untuk penampilanku hari ini. Aku takut jika nanti di tengah jalan ada salah satu surat yang aku lupa.

“Yudis, kamu siap nak tampil? Sini ibu bantu menghafal lagi.” Ucap bu guru kepadaku

Aku pun berlatih untuk yang terakhir sebelum tampil dengan bu guru.

“Bagus nak, kamu pasti dapat menampilkan yang terbaik hari ini.” Ucap bu guru yang selalu memotivasiku.

Acara demi acara terlalui.

“Kita sambut acara selanjutnya penampilan Ananda Yudis yang akan menampilkan hafalan Juz 30.” Ucap pembawa acara waktu itu.

Gemuruh tepuk tangan menggema di ruang itu. Beberapa anak terlihat mencibirku. Namun dari jauh kulihat bu guru tersenyum sambil mengangkat dua jempolnya. Aku pun tersenyum dan kuberanikan melangkah menuju panggung.

Kulihat ada dua tempat duduk yang sudah di siapkan di panggung seluas 7 x 5 m. Aku maju menuju panggung dan duduk di kursi sebelah kanan. Pak Arip, guru agamaku duduk di sampingku. Aku kembali melihat bu guru dari kejauhan. Senyuman dan matanya seolah berbicara dan menyemangatiku.

“Kamu siap, Nak?” Tanya Pak Arip kepadaku.

“Iya siap, Pak.” Jawabku.

Pak Arip kemudian membawa beberapa kertas yang digulung berisikan nama-nama surat di Juz 30. Beliau kemudian meminta tamu-tamu untuk mengambil kertas tersebut. Pak Arip menyampaikan padaku surat yang harus dibaca.

Surat demi surat sudah aku baca dengan baik. Tanpa ada satupun surat yang salah. Suasana menjadi sangat tegang. Tak ada satu suarapun di gedung itu.

“Kami mengharap Ibu Kepala Dinas Pendidikan bersedia memilihkan surat untuk dibaca Ananda Yudis.” Ucap Pak Arip sambil menyerahkan gulungan yang tersisa kepada Ibu Zubaidah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang.

“Ananda Yudis. Ibu minta Ananda membacakan surat An-Naba! Dibacakan dengan tartil ya.” Pinta Ibu Zubaidah.

Ayat demi ayat kubaca dengan tartil. Baru setengah surat kubaca, terdengar sesenggukan dari puluhan hadirin. Teman-teman, guru, dan para wali murid menahan tangis. Aku lanjutkan bacaanku sampai dengan ayat terakhir.

Shodaqallahul Adzim.” Ucapku mengakhiri hafalan.

Tampak semua hadirin berdiri sambil memberikan tepuk tangan. Suasana gedung ruang itu menjadi sangat syahdu. Suara sapuan air mata, sesenggukan, dan tepuk tangan saling silih berganti. Orang tuaku tidak lagi mampu menahan haru. Mereka berlari ke atas panggung memelukku. Aku memberanikan diri untuk menatap semua yang melihatku.

Ketika aku turun dari panggung, bu guru langsung berlari dan memelukku. Dayren pun juga menghampiriku dan menyalami tangannya kepadaku.

“Kamu hebat Yudis!! Semua siswa ibu belum ada yang tuntas Juz 30. Kamu sangat sempurna membawakan hafalan tadi.” Ucap bu guru sambil meneteskan air mata.

“Yudis, maafkan aku. Doakan aku agar aku bisa menghafal seperti kamu ya dis” ucap Dayren kepadaku.

Setelah semua acara perpisahan selesai. Semua menghampiriku. Memberi ucapan selamat. Akhirnya aku dapat membuktikan pada semua orang jika aku yang berkebutuhan khusus juga memiliki keahlian. Aku dapat menghafal jus 30 di akhir kelas 6. Semua berkat wali kelas dan semua guru di sekolahku. Aku bangga dapat belajar bersama mereka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

menyelami sesama makhluk.. dengan apresiasi Sip..Bu

27 Nov
Balas

Wah....ikut terharu...apakah ini kisah sungguhan?

27 Nov
Balas

Iya bu nyata

27 Nov

Wah....ikut terharu...apakah ini kisah sungguhan?

27 Nov
Balas

Wah....ikut terharu...apakah ini kisah sungguhan?

27 Nov
Balas

Wah....ikut terharu...apakah ini kisah sungguhan?

27 Nov
Balas

berkahilah

27 Nov
Balas

Mizz u Yudis... Ikut terharu membacanya bu

27 Nov
Balas

Yudis memang low profile

27 Nov

Siip masih terngiang suara mereka smg smua mendptkan keberkahan

27 Nov
Balas



search

New Post