Joni, Cerita Seekor Kucing Mampu Berlari Kembali
Sakit. Dokter bilang paha kananku mengalami patah tulang. Tidak banyak dokter hewan yang menerima operasi ortopedi di kota tempatku tinggal.
Beberapa hari aku hanya mengkonsumsi obat-obatan. Mami bilang supaya aku tidak merasa kesakitan.
Hari demi hari berganti, rasa sakit kadang datang dan hilang. Aku masih belum bisa berjalan dengan baik. Pincang.
Kaki kanan belakang rasanya seperti ditarik paksa. Untuk menapakkan kaki saja rasanya sulit. Beberapa hari pahaku bengkak. Sakit sekali.
"Tuhan, adakah kesempatan bagiku untuk bisa bermain dan berlari seperti dulu lagi?" ucapku dalam doa.
Aku sering melihat manusia berdoa disaat mereka ingin meminta sesuatu. Terkadang mereka meneteskan airmata. Memohon agar Tuhan mendengar doanya.
Aku berdoa. Kuharap Tuhan juga mendengar permintaan dari seekor makhluk kecil seperti aku.
**
"Brummm.. brummm...", suara mobil mami dinyalakan.
"Joni, ayuk ikut. Masuk ke pet cargo ya." mami mengajakku pergi ke suatu tempat.
Sebulan yang lalu, mami juga mengajakku pergi. Setiap bepergian aku ditempatkan di kotak khusus yang cukup nyaman. Aku masih bisa bergerak dengan cukup leluasa di dalamnya. Mami bilang nama kotaknya pet cargo.
Tapi, pet cargo ini mengingatkan aku dengan kejadian itu. Saat aku harus pergi ke dokter setelah mengalami kecelakaan.
Aku masih berusia satu tahun. Usia peralihan dari kucing anak-anak menjadi kucing dewasa. Aku masih suka bermain. Kucing kecil sepertiku dapat dengan mudahnya tertarik akan sesuatu hal.
Cuaca Kota Malang saat itu sangat sejuk. Langit biru dengan awan-awan lembut seolah menatapku.
Aku tidak bisa mengingat dengan jelas. Saat itu aku berada di jalanan. Sebagai kucing jantan tentu aku suka berpetualang. Kadang beberapa kucing betina berlenggak-lenggok seolah ingin kugoda. Tidak jarang juga aku mampir ke warung-warung. Melirik lauk pauk yang mereka jual. Bila beruntung, aku bisa dapat lauk gratisan. Hehe..he...
Aku tidak memerhatikan kendaraan yang lalu lalang di sekitarku.
Tiba-tiba saja, "Bug.....!", tubuhku terpental. Kepalaku terasa pusing. Aku seolah baru saja mampir ke dunia lain yang sangat gelap. Dan dengan cepatnya dipaksa bangun dari mimpi. Tubuhku terkulai.
Aku tidak tau siapa yang menabrak tubuh kecilku. Tidak ada seorangpun yang menghampiri.
Kucoba untuk berdiri. Tapi kepalaku sangat sakit. Sesaat aku tergeletak di tepi jalan. Kukumpulkan kekuatan. Dengan perlahan kucoba mengangkat tubuhku. Kutapakkan kedua kaki depanku.
"Satu... Dua...", hitungku dalam hati.
"Bleggg...", tubuhku jatuh kembali.
Beberapa kali kucoba untuk bangun, kaki-kakiku terasa sangat lemas. Terlebih paha kananku, serasa mati dan sulit digerakkan. Rasa sakit di area panggulku seperti tak tertahankan.
Setelah cukup beristirahat dan mengumpulkan kekuatan, kucoba kembali untuk bangun. Aku ingin pulang.
"kresekk.. kresekk..", kedua kaki depanku mencoba untuk menopang tubuh. Pasir-pasir di tepi jalan menjadi saksi betapa aku ingin menangis saat itu.
Perlahan aku mampu mengangkat bagian dadaku. Kucoba untuk menapakkan kaki kiri belakang. Terasa sakit namun akhirnya aku bisa menapakkannya. Tapi tidak untuk kaki kanan. Sekeras apapun aku berusaha, kaki kananku seolah tidak merespon usahaku.
Mencoba berdiri dengan tiga kaki. Kepalaku masih benar-benar pusing. Aku sangat ketakutan. Beberapa orang menatapku saat aku berlari dengan terhuyung dan terseok-seok.
Aku terus berlari meskipun satu kakiku terkulai lemas. Kukumpulkan semua kekuatan agar aku bisa segera sampai di rumah mami.
**
Mobil berhenti. Mesin mobil dimatikan. Aku mendengar suara pintu depan mobil mama dibuka dan segera ditutup.
"klek...", pintu bagasi mobil mama dibuka. Angin dari luar mobil berhembus masuk. Beberapa daun kulihat berguguran dari pohon di depan pagar rumah yang aku singgahi.
Aku melihat ke kanan dan ke kiri. Sepertinya aku pernah ke tempat ini. Tempat dimana sepasang organ pentingku diangkat. Mami bilang namanya kastrasi. Dengan mengangkat sepasang organ reproduksi, diharapkan aku tidak menimbulkan lahirnya banyak bayi kucing di jalanan. Mungkin terdengar menakutkan. Tapi setidaknya aku tidak perlu sedih melihat bayi-bayiku. Kehidupan jalanan tentu tidak mudah untuk makhluk kecil sepertiku.
"Astaga. Mau diapakan lagi?", pikiranku sudah tidak karuan.
Kuperhatikan setiap jengkal tubuh kecilku.
"Hmm.. apa masih ada yang ketinggalan dan harus diangkat?", pikiranku mencoba menerka.
**
Bersambung...
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerita yg keren Bun. Salam kenal. Sudah saya folow bun.
bagus ceritanya dok