Senyum Simpul
Tantangan 365 jilid kedua
Menulis hari ke- 136 (852)
Senyum Simpul
oleh: Nurmariana
Aku seorang perempuan. Teman-teman memanggilku Kak Nisa. Badanku cukup besar bila dibandingkan dengan teman-temanku. Itulah sebabnya aku dipanggil kakak dari mereka yang berbadan lebih kecil dariku. Aku baru kelas empat SD. Aku sekolah di SD Teladan di kampung tempat tinggalku.
Setiap pagi aku selalu pergi sekolah bersama Ani dan Ana.
”Nisa …!” panggil si kembar Ani dan Ana.
”Sebentar …!” teriakku dari dalam kamar yang dekat dengan jalan. Begitu aku keluar kamar, mamaku menyambut kedatanganku.
”Siapa yang mengajari teriak seperti tadi?” tanya mama sambil matanya melotot kepadaku. Aku hanya tertunduk malu sambil berkata. Akhirnya aku tertawa terbahak-bahak.
”Maaf, Ma! Aku lupa cukup senyum simpul.” kataku sambil mencium tangan mama.
”Ya!” kata mama sambil berlalu menuju ruang makan.
Terdengar suara si kembar Ana dan Ani memanggil lagi. Hampir saja aku berteriak lagi. Aku lihat wajah mama sudah garang.
”Temui mereka dan ajak masuk!” ujar mama mengizinkan aku mengajak mereka agar masuk.
”Selamat pagi, Tante!” Ani dan Ana mengucapkan salam hampir bersama.
”Aku tadi dimarahi mama,” ujarku berbisik biar tak terdengar dari mama.
”Sebabnya apa?” Ani bertanya dengan berbisik pula.
”Aku berteriak menjawab panggilan kalian,” jelasku masih dengan suara berbisik. Tanpa sadar aku tertawa menggelegar. Tawaku seolah membelah bumi. Tawa itu semakin nyaring karena Ani dan Ana pun ikut tertawa. Kudengar sayup-sayup mama memanggilku.
”Nisa …!” Mama memanggilku.
”Ya, Ma. Maaf!” kataku spontan. Aku sudah tahu mama akan marah mendengar suara tawaku yang cukup nyaring. Entah sudah berapa kali aku sering tertawa nyaring bila ada yang lucu. Entah sudah berapa kali pula aku ditegur oleh mama.
”Ayo, kita pergi saja!” ajak Ani dan Ana padaku.
”Tidak baik begitu. Kita pergi tidak menyelesaikan masalah. Lebih baik kita tunggu nasihat mamaku saja, ya! Pintaku pada Ani dan Ana. Mereka menuruti apa ucapanku. Sambil menunggu mama datang, aku dan temanku membersihkan meja makan. Ani dan Ana membawa piring ke tempat pencucian piring di dapur. Aku berjalan di belakang Ani dan Ana.
”Sudah selesai kalian makan?" Mama bertanya pada aku dan kedua temanku.
”Sudah!” jawabku mewakili Ani dan Ana.
”Ehm … tadi dari dapur terdengar kalian tertawa. Ada apa? Apakah sarapannya kurang enak?”
”Enak sekali, Tante!” Ana memuji masakan mamaku.
”Ma, kami berangkat.” Kataku sambil menyalami mama. Ani dan Ana pun salaman juga pada mamaku.
”Hati-hati di jalan. Ingat pesan mama, Nisa?” Aku mengangguk sambil senyum simpul. Mama senang melihat aku tersenyum simpul.
”Kita sebagai perempuan tidak boleh tertawa terbahak-bahak. Cukup senyum simpul saja!” Aku dan kedua temanku memberikan senyum simpul yang termanis pada mamaku.
”Terima kasih Tante. Nasihat yang bermanfaat untuk kami terapkan dalam kehidupan sehari-hari.” Ani mewakili Ana bersyukur mendapat pelajaran berharga. Tidak boleh terbahak-bahak tetapi cukup senyum simpul di mana saja dan kapan saja. Ini lebih etis!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cernaknya menarik
Trims bunda cantik, sudah mampir dan.apresiasi ke tulisan ini. Salam literasi dan sukses selalu.
Alhamdulillah