Dra. Rosnawati, M. Hum

Dra. Rosnawati, M.Hum lahir di Kolaka tanggal 20 Pebruari 1967. menyelesaikan Sarjana Pendidikan di FKIP Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas H...

Selengkapnya
Navigasi Web

Olah Raga VS Olah Jiwa

Olah Jiwa VS Olah Raga

Dra. Rosnawati, M. Hum

Pernahkah kita mendengar atau mengucapkan perkataan “jiwa raga kupersembahkan untukmu/padanya”. Entah yang dimaksud, ‘MU/NYA’ itu siapa. Tergantung kepada yang mengucapkan kepada siapa ditujukan. Kalau dalam lagu ‘Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami’ itu sangat jelas diperuntukkan pada negeri tercinta Indonesia. Seluruh jiwa raga beribadah kepada-Nya. Pernyataan tersebut dengan tegas mengarah kepada Sang Pencipta.

Dalam fakta kehidupan berderet pernyataan : Mari berolah raga agar sehat. PON ( Pekan Olah Raga Nasional ) Menpora (Menteri Pemuda dan Olah Raga ) serta berbagai nama, semboyan dan slogan yang melekat frase ‘olah raga’. Semua itu sudah pasti paling akrab dalam perbendaharaan kata yang berhubungan dengan gerakan badan. Raga adalah segala yang berkaitan dengan jasmani, fisik dan bentuk badan atau tubuh yang dapat dilihat secara nyata, bisa diatur dan diolah. Dengan demikian, badan yang besar bisa dikecilkan, yang gemuk dapat dikuruskan, begitupun sebaliknya. Bahkan hampir semua bagian organ tubuh bisa dibentuk sesuka pemiliknya. Benar-benar raga bisa diolah.

Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap manusia pasti sangat memperhatikan penampilan fisiknya. Menjaga badan agar tetap vit dan selalu ingin tampil prima, sehingga melakukan berbagai cara untuk merawat diri. Kebutuhan dan nutrisi tubuh menjadi prioritas. Menu empat sehat lima sempurna sangat diperhatikan. Ditambah bentuk kepedulian terhadap kesegaran jasmani atau kebugaran tubuh yakni dengan berolah raga. Berbagai jenis olah raga dan peralatannya bisa didapatkan dengan mudah. Dari olah raga ringan sampai yang ekstrim tersedia fasilitasnya. Tinggal memilih sesuai dengan kondisi dan kemampuan.

Jika raga bisa diolah sedemikian rupa untuk mendapatkan kesehatan, kesegaran, kebugaran, dan lain sebagainya. Lalu bagaimana dengan jiwa kita. Pernahkah ada porsi waktu, ruang dan tempat tertentu untuk ‘olah jiwa’?. Sadarkah kita bahwa yang membuat hidup manusia itu karena ada jiwa. Dalam KBBI dituliskan ; Jiwa sama dengan roh/nyawa manusia yang ada dalam tubuh dan menyebabkan hidup. Secara umum dikatakan bahwa jiwa adalah seluruh kehidupan batin manusia yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan sebagainya.

Kurang bijak rasanya apabila manusia lebih mementingkan olah raga dari pada olah jiwa. Olah jiwa (olah rasa, olah sukma) kedengarannya kurang lazim atau tidak populer karena memang sifatnya abstrak. Seperti apa dan bagaimana bentuk olah jiwa itu. Kalau olah raga kegiatannya jelas, konkrit dan terukur, karena bersentuhan langsung dengan fisik atau jasmani secara lahiriah. Sedangkan olah jiwa berkaitan dengan unsur yang ada dalam tubuh manusia secara batiniah dan bersifat abstrak.

Apabila raga sakit atau kesehatan fisik terganggu dengan segera mencari obat, harus secepatnya bisa terdiagnosa, dan langsung ditangani oleh dokter umum atau dokter spesialis di rumah sakit umum. Namun saat jiwa yang meradang, rohani gersang terkadang tidak disadari, malah dianggap seperti biasa saja. Kalau pun harus ditangani, maka hanya boleh disentuh oleh tenaga medis khusus (ahli jiwa) dan di rumah sakit khusus pula yakni ‘Rumah Sakit Jiwa (RSJ)’. Ketika raga bermasalah akan nampak tubuh menjadi lemah,hanya bisa duduk atau berbaring. Sebaliknya jika jiwa yang terguncang akan kelihatan fisik tetap kuat, bisa berdiri dan berjalan. Bahkan mampu memberontak dengan kekuatan tersendiri. Kita bisa saksikan saat berkunjung ke rumah sakit jiwa, pasien beraktivitas apa adanya, berkeliaran ke sana ke mari. Fisiknya sempurna, tubuh kekar, wajah tampan dan cantik tetapi psikis yang terganggu serta jiwa yang kerontang.

Dalam menjalani kehidupan yang fana ini, hendaknya kita menyeimbangkan antara olah raga dengan olah jiwa. Bahkan bisa berjalan beriringan antara keduanya, berolah raga sambil berolah jiwa. Hanya saja tetap perlu kita lakukan secara spesifik dan personal. Karena sifatnya abstrak, berada dalam diri manusia maka tentu yang akan mengelolah dan mengendalikan jiwa adalah hati dan pikiran. Inilah sarana utama yang digunakan untuk mengasah jiwa, menempa kepekaan dan perasaan. Di situlah letak esensi nilai kemanusiaan. Apapun yang terlahir dari diri manusia itu merupakan produk hati dan pikiran. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan manajemen pola pikir, yakni selalu berpikir yang baik dan benar, terus berpikir positif. Senantiasa melihat sisi baik atas segala sesuatu. Gelas yang berisi air setengah, lihat setengah berisi, bukan setengah kosong. Punah dan hancurkan pikiran negatif sebelum menjadi monster mental, karena biasanya momok mental muncul dari hampir setiap kejadian yang tidak menyenangkan. Sementara hal demikian tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan asupan nutrisi otak dan hati untuk membasmi pikiran negatif, memperteguh dan mensucikan jiwa. Salah satu cara dapat ditemukan dalam sebuah buku yang sangat monumental ‘Berpikir dan Berjiwa Besar’ (The Magic of Thinking Big), karya David J. Schwartz. Sangat rekomendid untuk dibaca bagi siapa saja.

Adapun bentuk dan jenis olah jiwa sesungguhnya lebih esensial mengarah ke pendekatan religi. Menjaga hati (Qalbu) untuk selalu dekat dan mengingat kepada Sang Khalik Allah SWT. Ala’ Bizikrillah Tatmainna Qulub (Hanya dengan banyak mengingat/berzikir kepada Allah hati menjadi tenang). Inilah wadah yang paling utama untuk menentramkan hati dan pikiran. Tidak membutuhkan fasilitas tertentu Untuk menyehatkan jiwa. Kita hanya senantiasa dituntut untuk merawat jiwa kapan dan di mana saja agar menjadi insan yang beruntung, bukan orang yang merugi. Begitu nyata dan jelas tercantum dalam kitab suci Al’Quran surah Asy-Syams (9-10) “Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya. Dan sungguh rugi orang yang mengotorinya”.

Pada hakikatnya semua manusia pasti menginginkan dan berharap untung serta menghindari yang namanya kerugian dalam hal apa saja. Satu-satunya keuntungan yang jelas dan pasti adalah orang yang mampu membersihkan jiwanya, dengan cara mengolah dan menata secara bijak. Dengan demikian dibutuhkan upaya nyata yang bisa dilakukan secara konsisten (Istiqamah) yakni melalui ikhtiar dan doa. Kita mohon disetiap lantunan doa; “ Ya Allah sucikanlah hati, pikiran, perkataan dan perbuatanku “. Kita menyadari sepenuhnya bahwa yang membolak-balikkan hati manusia adalah Sang Pencipta yang menggenggam Jiwa Raga itu sendiri. Maka teruslah bermunajat dengan kekuatan doa. Selanjutnya diakhir hidup ketika jiwa akan lepas dari raga tentu kita berharap kelak Allah SWT menyeru! Yaa Ayyuhannafsul Mutmainnah ( Wahai Jiwa yang Tenang ). Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang Ridha dan diridhai-Nya (Q.S , Al-Fajr : 27-28). Inilah seruan yang paling indah dan agung yang pasti dan mutlak didambakan oleh setiap insan dipenghujung hayatnya.

Betapapun kehebatan kita selama ini berolah raga untuk menjaga kesehatan jasmani, sekaligus mengolah jiwa (Rohani) berdasarkan pemahaman ilmu. Pada akhirnya raga akan menjadi jasad yang kaku dan beku saat jiwa terangkat pergi menghadap kekharibaan Ilahi. (Penulis adalah Guru Bahasa Indonesia SMA Neg. 1 Kolaka.)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post