Cerita kehidupanku Eps.22
#tantangangurusianaharike22
Cerita Kehidupanku Eps.22
Sore ini aku menerima pesan kabar duka teman satu arisan, melalui WA
Baru saja pesan itu ku baca, masuk lagi pesan, dari kerabat yang anaknya sedang dirawat di salah satu rumah sakit swasta di Tebingtinggi. Sementara itu, aku baru saja pulang Takziah dari rumah sahabat, karena ayahnya meninggal. Aku mencoba untuk tetap tenang. Dalam hati aku bertanya, mengapa orang Medan berobat ke Tebing.?
Selesai sholat Maghrib, aku bergegas menuju rumah sakit yang dimaksud. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Maksud hati hendak membawa buah tangan sekedar nya, namun toko yang menjual barang tersebut tutup.
Sekedar air mineral yang kubawa, semoga bermanfaat. Alhamdulillah, ternyata mereka butuh air tersebut, sebab saat berangkat ke rumah sakit, karena panik mereka tidak memersiap kan kebutuhan yang harus nya di sediakan.
Aku bergegas menuju lantai dua, banyak sekali orang yang yang sedang berbincang di depan ruangngan, anak-anak banyak yang berlarian, menganggap lorong rumah sakit bagaikan taman bermain.
Aku masuk ke ruangan no 12, di dalam kamar ini tidak kalah banyaknya orang yang berdiri, duduk berbincang dan anak-anak yang lalu lalang.
Di samping ranjang seorang ibu muda terus menangis tak henti-hentinya. Banyak yang berdiri di seputaran ranjang, membuat pengap ruang tersebut, apalagi AC sengaja dimatikan.
Aku keluar dari ruangan, untuk mengurangi sesaknya ruangan tersebut, namun menyarankan agar sebagian orang keluar dari kamar aku tidak memiliki keberanian.
Setelah hampir pukul 22.00 sebagian keluarga yang sakit berangsur-angsur pulang.
Aku duduk di depan ruangan no 12, ku pandangi lorong yang sepi.
Di balik lorong itu, di atas ranjang terbaring bayi mungil yang baru berusia tiga puluh delapan hari.
Kronologi terjadinya dibawa ke rumah sakit, saat diadakan acara "selapanan" ( acara suku Jawa menyambut bayi yang baru lahir ).
Tiba-tiba bayi tersebut menangis tidak berhenti. Mungkin karena kelelahan si bayi memucat. Keluarga panik dan membawanya ke rumah sakit terdekat yaitu Tebingtinggi. Mereka mengadakan acara tidak jauh dari Tebingtinggi.
Saat kamar sudah sepi, aku masuk mendekati bayi mungil yang terbaring lemah. Tubuhnya yang mungil harus menerima tusukan jarum suntik yang sangat menyakitkan. Tangannya yang masih sangat mungil harus rela dipasang jarum infus. Selang oksigen yang terpasang di kedua lubang hidungnya, menambah keprihatinan siapapun yang melihatnya. Aku menyaksikan bayi yang sangat mungil itu seperti tidak sanggup menahan sakit nya jarum suntik, namun ia tidak sanggup berbuat apa-apa, untuk sekedar menangis pun, seperti nya ia tak mampu.
Malam itu akan dirujuk ke Medan.
Dari pembicaraan orang tuanya, bayi mungil itu harus segera dioperasi, karena ada penyumbatan di otak.
Bagai tertimpa balok berat satu ton aku mendengar kabar itu.
Bagaimana mungkin, anak yang masih sangat kecil itu harus menjalani operasi.
Aku hanya terdiam tidak berani memberi saran. Aku hanya sekedar mengingatkan jangan terlalu gegabah mengambil tindakan.
Menunggu mereka berembuk aku pandangi lorong rumah sakit yang sudah sepi itu.
Suasana di lorong hening, dari dalam kamar isak tangis ibu bayi tersebut terdengar menyayat hati.
Aku dapat merasakan bagaimana khawatir nya seorang ibu menghadapi anaknya yang sedang sakit.
Jam menunjukan pukul 23.00, aku pamit pulang.
Aku singgah sebentar ke rumah rekanku satu arisan untuk bertakziah.
Terbujur kaku tubuh temanku, yang beberapa Minggu, sebelum kepergiannya beliau sempat bercanda kalau arisan yang dihadirinya merupakan arisan terakhir, istrinya menangis di samping jenajahnya.
Aku pulang ke rumah dengan sejuta kegalauan yang tidak menentu. Ku tanyakan tentang perkembangan anak kerabat ku, apakah kasi dirujuk ke Medan.
Kesepakatan keluarga, operasi ditunda. Alhamdulillah, setelah transpusi beberapa CC darah, kini tubuh mungil itu sudah memerah.
Dalam kondisi lemah seperti itu, semua berharap akan tangisannmya.
Bila satu masa orang tua panik jika anaknya terus menangis, ternyata ada saatnya tangisan itu ditunggu dan diharapkan.
Menangis setidaknya lebih menenangkan dari pada diam tidak mampu berbuat apa-apa.
Penyakit yang datang tidak memandang usia, disinilah terkadang orang tua salah berdoa.
Banyak yang berdoa agar penyakit anaknya ditimpakan saja padanya.
Kalau menurut pandanganku itu keliru. Kalau orang tua sakit siapa yang akan mengurus anaknya. Berdoalah dengan tenang. Ketenangan dalam menghadapi musibah akan menghalau kepanikan. Sebab kepanikan dapat membuat seseorang salah mengambil keputusan.
Semoga bayi mungil itu mendapat kekuatan dari Alloh. Aamiin
Tebing-tebing 5 Februari 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar