Dra. Yasmi, M.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
tantangan menulis H6   CANDUANG MENDUNIA (Bag.5) Anak Rumah Gadang jo Anak Rumah Gedong

tantangan menulis H6 CANDUANG MENDUNIA (Bag.5) Anak Rumah Gadang jo Anak Rumah Gedong

#tantangan menulis H6

“CANDUANG MENDUNIA” (Bag.5)

Anak Rumah Gadang jo Anak Rumah Gedong

Tulisan hari ini kita mencoba sedikit bercerita tentang pola asuh anak di Rumah Gadang dan Rumah Gedong. Menceritakan apa yang kita tahu, bukan yang kita mau.

Rumah Gadang di Minangkabau umumnya dan Canduang khususnya, adalah rumah adat pusako tinggi dari keluarga inti suatu kaum. Rumah gadang ini memiliki ciri khas, yaitu jumlah ruang sama dengan jumlah pintu jendelanya. Jumlah ruang juga melambangkan jumlah keluarga yang menghuni rumah tersebut.

Rumah Gadang ini biasanya memiliki ruang ganjil. Yaitu Rumah Gadang 5 ruang, 7 ruang serta 9 ruang (ini termasuk langka).

Rumah Gadang merupakan rumah tradisionil di Minangkabau. Namun kita tidak akan bicara tentang Rumah Gadangnya secara fisik. Kita akan bercerita di segi sosialnya.

Pola asuh anak dirumah gadang ternyata berbeda dengan pola asuh anakdirumah gedong. Mari kita coba bahas satu persatu.

Pola Asuh Rumah Gadang.

Kita ambil contoh Rumah Gadang 5 ruang. Berarti yang tinggal dirumah itu ada 5 Kepala Keluarga (KK). Lima KK itu berarti yang laki-laki disebut rang sumando. Saat ini coba bayangkan, dalam satu rumah terdapat 5 KK, dimana rumah gadang ruangnya lepas tanpa sekat. Kecuali kamar masing-masing yang punya sekat.

Meskipun saat ini kaum milenial tidak bisa membayangkannya. Namun begitulah dahuluyang terjadi pada nenek-nek kalian dulu.

Anak yang lahir dari satu keluarga di Rumah gadang itu, adalah menjadi anak bagi keluarga yang lain. Semua keluarga yang ada dirumah itu sama-sama menjaga dan mendidiknya sampai besar. Hanya menyusukan sianak saja yangtidak bisa dilakukan bersama-sama.

Pola asuh anak itu sama bagi semua keluarga yang ada di Rumah Gadang itu. Sehingga pola perilaku anak itu di rumah dan di masyarakat nantinya mencerminkan siapa anak tersebut.

Pola asuh yang terjadi di Rumah Gadang masih menanamkan rasa kebersamaan, rasa kekeluargaan yang tinggi. Tidak membedakan anak si Fulan atau si Fulin. Penanaman rasa kebersamaan, saling hormat menghormati oleh masing-masing keluarga terhadap anak itu masih kental. Syarak mangato adat mamakai tertanam secara bersama seisi Rumah Gadang.

Di Rumah Gadang itu pola kehidupan Bersama memang ditanamkan semenjak kecil. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari hidup Bersama itupun sudah membudaya. Seperti pepatah Minang: “barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang” saling tolong menolong.

Begitu juga jika salah satu anak mendapat masalah. Maka masalah itu bukan tanggungjawab orang tua anak tersebut. Tetapi juga menjadi tanggungjawab seisi Rumah Gadang itu. Menurut mereka dalam pepatah Minang: sahino samalu. Maksudnya jika itu jelek, jelek mereka semua, jika baik, baik mereka semua.

Pola asuh di Rumah Gedong.

Sekarang pola asuh di Rumah Gedong. Rumah Gedong dimaksudkan di sini adalah rumah sekarang yang kita miliki; bukan rumah Gadang. Rumah biasa bukan rumah adat.

Kita semua tahu kalau di Rumag Gedong biasanya hanya dihuni oleh satu keluarga inti atau satu Kepala Keluarga. Bentuk rumahpun tidak lagi punya makna seperti halnya Rumah Gadang.

Pola asuh anakpun sudah jauh berbeda. Anak diasuh langsung oleh orang tuanya sendiri, kalaupun ada yang lain paling nenek, om atau tantenya. Anak akan tumbuh serti apa yang ditanamkan pada sianak. Dari segi lingkungan sianakpun hanya mengenal lingkungan keluarga kecilnya.

Perilaku sianak justru menjadi gambaran perilaku orang tuanya, bukan lagi kaumnya. Penanaman karakterpun terbatas pada keluarga inti. Kadang kala sianak tidak mau dinasehati oleh keluarganya yang lain.

Malah yang sering terjadi pada pola asuh anak di rumah gedong adalah orang tuanya sering tersinggung jika anaknya dinasehati oleh keluarga lain. Kadang anak bisa juga memicu pertengkaran antar keluarga saparuik (seibu).

Hidup dalam keluarga Rumag Gedong sudah mulai nafsi-nafsi. Keluarga lain tidak boleh ikut campur lagi dalam mendidik anaknya. Hal ini pulalah berawalnya peranan mamak di Minangkabau mulai bergeser,

Mungkinkah kaum milenial akan bisa mambangkik batang tarandam?

Mampukah memaknai baliak kanagari jo baliak ka surau secara haqiqi?

Canduang, 23/1/20

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post