Dra. Yasmi, M.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
#tantangan menulis H11. CANDUANG MENDUNIA.Bag10.  Mutiara yang Menyuram

#tantangan menulis H11. CANDUANG MENDUNIA.Bag10. Mutiara yang Menyuram

CANDUANG MENDUNIA (Bag.10)

MUTIARA YANG MENYURAM

(Jalan Diasak Urang Lalu)

Adat di Minangkabau merupakan suatu aturan atau kebiasaan dalam masyarakat Minangkabau yang harus menjadi kesepakatan untuk sama-sama ditaati. Jika ada yang melanggarnya akan menerima sangsi dari masyarakat itu sendiri. Sanksinya tidak tertulis namun akibat sanksinya lebih pedih dari dihukum penjara, karena bisa dikucilkan dari masyarakat.

Di Minang orang yang hidup tidak beraturan dikatakan “tidak beradat”. Itu sebabnya kenapa di Minang semuanya diatur dalam adat dan sudah merupakan pakaian sehari-hari masyarakatnya.

Semasa saya masih duduk di bangku SD, orang tua saya sering mengatakan agar duduk, makan dan minum harus beradat. bahkan bertanya pada orangpun harus beradat. Saat itu saya belum memahami apa maksud dari kata-kata itu.

Sampai suatu hari saya langsung bertanya pada Abah (panggilan pada bapak) yang baru saja pulang dari sawah. Namun belum selesai saya bertanya ibupun menegur saya dengan senyum dan berkata:

Batanyo salapeh panek (bertanya selepas letih)

Barundiang sasudah makan” (berunding sesudah makan)

Ibu kemudian menjelaskan kalau saya mau bertanya pada Abah, lihat dulu keadaan beliau. Apakah sedang letih atau lapar. Akhirnya saya mengurungkan pertanyaan saya sampai Abah terlihat tidak letih lagi, atau sesudah makan.

“Jadi nak, jika kita ingin bertanya sesuatu pada orang lain juga begitu. Tunggulah terlebih dahulu sampai orang yang bersangkutan hilang lelahnya, sehingga apa yang kita tanyakan mendapat jawaban yang benar dalam suasana santai”, jelas ibu kembali.

Ternyata lama kelamaan saya mulai mengerti dengan apa yang pernah dikatakan ibu dulu tentang adat atau beradat. Adat Minangkabau merupakan tata nilai yang mengatur kehidupan masyarakat di Minangkabau, baik dalam kehidupan pribadi, kelompok ataupun bermasyarakat. Tata kehidupan tersebut didasarkan pada budi pekerti yang mulia, sehingga terwujud masyarakat yang aman, teratur bahagia dan sejahtera.

Lebih jauh tujuan dari adat itu adalah bagaimana seharusnya kita bertindak, berperilaku dalam hidup bermasyarakat, serta berbudi luhur. Di daerah manapun itu, adat mengajarkan bagaimana seseorang bersikap dalam bergaul, bertindak, berbicara. Dengan beradat itulah orang bisa hidup teratur dan terkendali, meskipun dalam praktisinya berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Seperti pepatah mengatakan: “Lain lubuak lain ikan, lain Padang lain belalang, lain nagari lain adatnya”.

Sebagaimana kita ketahui, nilai-nilai adat itu tidak bersifat material, tetapi bernilai immaterial. Dalam bahasa adat sering disebut dengan istilah raso jo pareso, malu jo sopan menjadi unsur dari budi. Budi merupakan hakekat dari ajaran adat di Minangkabau.

Lebih jauh tujuan dari adat itu adalah bagaimana seharusnya orang berperilaku, bersikap, bergaul dan berbicara. Disamping itu adat juga menghendaki setiap orang yang berada dalam kaum dan nagari berperilaku sesuai dengan ketentuan adat dimana mereka tinggal atau berada. Dima bumi dipijak di sinan langik dijujuang (dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung)..

Adat yang sebenarnya adat di Minangkabau adalah ajaran yang berdasarkan ajaran dalam kitab suci Al-Quran dan Sunnah Nabi Besar Muhammad SAW. Adat bersendi Syara’ (agama Islam) dan Syarak Mangato (konsep) dan Adat memakai (melaksanakan) sebagai budaya (aplikasi). Maksudnya adalah, segala yang tertuang di dalam Quran dan Sunnah adalah sebagai acuan dasar yang tak berubah.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, adat di Minangkabau adalah semua perilaku yang sudah menjadi aturan yang bersumber dari kebenaran yakni “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak mangato adat mamakai”. Artinya pendidikan adat di Minangkabau adalah perilaku manusia yang beradat sesuai dengan ketentuan adat dan tidak menyimpang dari ajaran dalam Sunnah atau Al-Quran.

Ajaran adat Minangkabau yang bersendikan Al-Quran dan Sunnah merupakan fondasi dari pendidikan karakter di Minangkabau semenjak dahulunya. Sebelum pemerintah mencanangkan pendidikan karakter, adat Minangkabau sudah dahulu mencanangkannya. Seperti halnya semboyan PT. Semen Padang, “kami sudah berbuat sebelum orang lain memikirkannya”.

Orang yang berkarakter adalah orang yang bertingkah sesuai dengan aturan adat. Sebaliknya, orang yang tidak beradat berarti tidak punya karakter Minang. Karakter yang tumbuh dalam masyarakat Minang adalah budaya malu, punyo raso jo pareso dan selalu dalam kebersamaan.

“tatilantang samo makan angin, tatungkuik samo makan tanah”

(tertilantang sama makan angin, tertelungkup sama makan tanah).

Keberhasilan pendidikan karakter adat Minangkabau harus didukung oleh berbagai faktor antara lain; harus mempunyai rujukan agama dan budaya. Kemampuan guru mendidik peserta didiknya untuk dapat berfikir kritis, berfikir alternatif, berfikir kreatif, dan berfikir inovatif. Pertanyaannya, kenapa pendidikan karakter di sekolah belum menampakkan hasil selama ini, jika tidak boleh dikatakan gagal?

Penyebabnya tentu saja beragam, misalkan saja kurikulum yang kita pakai lebih mengutamakan atau mengedepankan aspek kognitif (pengetahuan dan keahlian). Bukan pada aspek afektif (pengembangan kepribadian, perilaku berkarya dan kehidupan bermasyarakat).

Selain itu juga lebih mengedepankan pengajaran dari pada pendidikan, konsep ini dalam filosofi adat Minang “Raso Jo Pareso”. Yakninya konsep keseimbangan antara kognitif, afektif dan psikomotor.

Dalam pendidikan karakter yang sangat diperlukan adalah penanamannya melalui roll model/contoh/teladan dari orang tua, keluarga, guru, dan masyarakat yang saat ini sulit didapat. Nilai-nilai keteladanan yang seolah sengaja dibiaskan oleh perilaku tokoh-tokoh politik, birokrat yang tidak punya rujukan moral dan etika.

Belum lagi budaya popular yang dibelakangnya kapitalisme yang setiap waktu dijejalkan melalui media sosial, media elektronik dan cetak tanpa pagar dan saringan, yang dalam istilah Minang; “Jalan diasak urang lalu” (Jalan dialih orang lewat). Mutiara karakter Minang itu sudah mulai menyuram.

Canduang, 29/1/20

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mendunia terus Canduang

29 Jan
Balas

Baguusss..menambah banyak ilmu buat saya yg minang jadijadian..Trims, bu..

29 Jan
Balas



search

New Post