Mari Mengenal Wayang Gagrak Ngayogyakarta
Kagama Berbudaya menyelanggarakan kegiatan Pengenalan Wayang Gagrak Ngayogyakarta pada hari Ahad tanggal 28 Maret 2021, dimulai pukul 19.00 melalui zoom meeting. Ini merupakan kegiatan Kagama Berbudaya seri 3.
Pengenalan Wayang Gagrak Ngayogyakarta yang diprakarsai oleh Kagama Berbudaya dengan menghadirkan Keynote Speech KPH Notonegoro (KHP Kridhomardhowo) Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat/ Kagama, sambutan pengantar disampaikan oleh RA. Belinda Arunarwati Margono dari PP Kagama dan dimoderatori oleh RM. Donny S. Megananda dari Museum Wayang kekayon Yogyakarta.
KPH Notonegoro mengapresiasi Kagama yg mau mengangkat kembali tradisi, aspek-aspek budaya Jogjakarta. Mengingat Jogjakarta merupaka pusat kebudayaan sejak ratusan tahun yang lalu. Berbagai aspek kebudayaan Jogjakarta tidak hanya wayang saja tetapi juga berbagai seni pertunjukan. Wayang gagrak Ngayogyakarta merupakan gagrak Mataraman yang memegang teguh pakem. Kraton melakukan beberapa hal untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai wayang. Kraton telah melakukan digitalisasi wayang.
KPH Notonegoro menyampaikan, "Dimulai sekitar dua tahun lalu, kami mulai melakukan digitalisasi dari wayang-wayang Kagungan Ndalem. Jadi wayang-wayang yang ada di Kraton ada belasan kotak. Mulai tahun 2019, kami mendigitalisasi, selesai satu kotak, setelah dalam bentuk digital lengkap dengan informasinya, kami dipublikasikan di kapustakan, https://kapustakan.kratonjogja.id/. Waktu itu kotak pertama sekitar 500 wayang."
Beliau melanjutkan bahwa digitalisasi ini informatif dalam memberikan informasi mengenai wayang gagrak Ngayogyakarta. Wayang-wayang yang dibuat dalam era Sultan yang berbeda, ada perkembangan baik pada bentuknya, tatahan, sungingannya ada perbedaan juga.
Kegiatan Pengenalan Wayang Gagrak Ngayogyakarta secara daring ini menghadirkan 3 (tiga) narasumber dan masing-masing membawakan materi yang menarik. Ki Prijo Mustiko dari Dewan Kebudayaan DIY yang juga Kagama, beliau membawakan materi dengan tema “Menjaga dan Merawat Wayang Kulit Gaya Yogyakarta.” Ki Prijo Mustiko menjelaskan bahwa pada Tahun 1925 Sri Sultan Hamengkubuwana VIII memprakarsai pendirian Habiranda atau Hanggiyarake Biwara Rancangan Dalang. Sampai saat ini meluluskan rata-rata 5-7 dalang per tahun. Selain itu, sejak tahun 1959 Gedung Sasana Hinggil Dwi Abad berperan sebagai kawah candradimuka para dalang wayang kulit gagrak Mataraman hingga kini. Dulu digerakkan oleh Paguyupan Anggarakasih dan sekarang oleh Pepadang (Penggiat Pedalangan Gagrak Ngayogyakarta Hadiningrat).
Narasumber selanjutnya yaitu Ki Gondo Suharno, S. Sn. (Kraton/dalang) menyampaikan tentang Wayang Golek Menak dan Khasanah Wayang Gagrak Ngayogyakarta. Wayang gagrak Ngayogyakarta selain wayang kulit ada juga wayang golek menak. Pada awalnya wayang golek di Yogyakarta dari cerita Serat Menak, menceritakan tentang Amir hamzah atau Jayeng Rana. Induk kisah dalam Serat Ménak sendiri adalah karya sastra Persia Qisaa’I Emr Hamza. Qisaa’I Emr Hamza digubah menjadi karya sastra berbentuk prosa dengan judul Hikayat Amir Hamzah.
Saduran yang kemudian dikenal sebagai Serat Ménak. Hikayat Amir Hamzah tersebut kemudian disadur kembali dengan pengayaan cerita, sesuai kondisi tanah Jawa masa itu oleh Raden Ngabehi Yasadipura I. Setelah perjanjian Jatisari Serat Menak Yogyakarta ditulis ulang menjadi Serat Menak Brongto. Ditulis ulang kembali dimasa Sri Sultan Hamengkubuwana VI. Wayang Golek sebenarnya diciptakan oleh Sunan Kudus, ceritanya Serat Menak kemudian berkembang di Jawa Tengah bagian Barat dan Yogyakarta. Selain menjelaskan tentang sejarah wayang golek, tokoh-tokoh wayang golek, Ki Gondo Suharno, S. Sn. (Kraton/dalang) juga menjelaskan tentang wayang kulit gagrak Ngayogyakarta.

Narasumber selanjutnya adalah Ki Faizal Noor Singgih, S.TP selaku pelaku seni, membawakan materi tentang Pagelaran Wayang & Ubarampe sajiannya. Tatanan panggung wayang, penataan tempat yang digunakan untuk pagelaran, gawang kelir, debog, simpingan kendhaga, perangkat gamelan, pemasangan blencong/ efek bayangan, berbagai perelengkapan yang dibutuhkan dalam pagelaran wayang. Gawangan kelir untuk gagrak Ngayogyakarta ukuran 4,5-5 meter dengan simpingan berada di luar jagadan. Juga menjelaskan wayang kulit gagrak Ngayogyakarta. Misalnya untuk gunungan gagrak Ngayogyakarta memiliki kolam atau yang biasa disebut blumbangandan tepi gunungan tidak ada wengkon.
Acara ini juga disertai tanya jawab diakhir sesi. Para peserta tampak antusias bertanya mengenai wayang gagrak Ngayogyakarta ini. Adanya pengenalan wayang secara daring ini diharapkan masyarakat khususnya generasi milenial mengenal wayang dan ikut serta melestarikan kebudayan Nusantara.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap bu
Terima kasih banyak Pak Ali atas kunjungan dan dukungannya. Sehat dan sukses selalu.
Barokallah sangat mantap reportasenya, menambah perbendaharaan pengetahuan kita tentang budaya Indonesia
Terima kasih banyak Pak Syaihu atas kunjungan dan dukungannya. Sehat dan sukses selalu.
Reportase yang sangat berkelas, lengkap, dan mantap. Alhamdulillah beroleh pengetahuan baru tentang wayang Gagrak Ngayogyakarta.
Terima kasih banyak Enin atas kunjungan dan dukungannya. Sehat dan sukses selalu.
Reportase berkelas. Tidak saja informatif tapi juga mengandung referensi langka. Bagus sekali reportasenya, Bu.
Terima kasih banyak Pak Khoirul atas kunjungan dan dukungannya. Sehat dan sukses selalu.