RAKER PENGAWAS DAN "HARIMAU OMPONG"
Bila kita runut kebelakang, pengawas sekolah sangat diperhitungkan keberadaanya. Pengawas sekolah yang sering disebut (Pak PS) waktu itu, adalah sosok yang berwibawa dan bersahaja. Bila Pak PS datang ke sekolah, maka sibuklah semua warga sekolah menyiapkan segala sesuatu, agar monitoring/pemeriksaan yang akan dilakukan bisa berjalan lancar.
Pernah penulis mendengar cerita, bahwa bila Pak PS datang kesekolah, maka Pak Kepsek yang sekolahnya dikunjungi oleh Pak PS tersebut tidak berani duduk di kursinya. Begitu wibawanya dan diperhitungkan, keberadaan pengawas sekolah.
Masa terus berubah, zaman terus berganti. Makhluk yang namanya pengawas itu masih ada di negeri ini, tapi makhluk ini tak tak lagi dipanggil Pak PS. Karena sebutan PS saat, memiliki konotasi lain. PS ini sekarang sering disebut dengan play station, permainan game untuk anak2 zaman now.
Untuk menjadi pengawas saat ini harus melalui seleksi, oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah. Untuk jadi pengawaspun sekarang syaratnya macam2, tujuannya untuk menyeleksi agar mendapatkan sosok pengawas yang ideal, berkompoten dan berwibawa.
Terkesan selama ini adalah pengawas sekolah yang diangkat menjadi pengawas adalah, mantan kepala sekolah menjelang pensiun atau mantan kepala sekolah yang dianggap tidak sukses di sekolah. Maka bisa dibayangkan wibawa pengawas sekolah, dihadapan kepala sekolah yang dikunjunginya.
Tugas pengawaspun kini terus berkembang dan bertambah, minimal pengawas sekolah memiliki enam kompetensi dlm melaksanakan tugas sehari - hari. Keenam kompetensi tersebut adalah, kompetensi kepribadian, kompetesi sosial, kompetensi managerial, kompetesnsi akademik, kompetensi evaluasi dan kompetensi penelituan dan pengembangan.
Lalu bagaimana eksistensi pengawas sekolah saat ini..??. Dari segi struktur maka pengawas merupakan struktur tertinggi di fungsional, setelah guru, kepala sekolah maka pengawas sekolahlah berada yang tertinggi.
Miskipun pengawas sekolah merupakan jenjang tertinggi di jenjangnya, namun keberadaannya tidak seperti dulu. Kadang pengawas sekolah datang untuk melakukun supervisi, maka hal ini biasa2 saja. Karena apapun hasil monitoring atau supervisi yang dilakukan oleh pengawas, maka itu tidak ada pengaruhnya sedikitpun terhadap kinerja kepala sekolah.
Alasan pertama, pengawas sekolah tidak miliki power untuk mengeksekusi kelanjutan karier guru dan kepala sekolah. Pengawas sekolah hanya menantau dan menilai kinerja kepala sekolah dan guru, apakah guru atau kepala sekolah itu berkinerja baik atau tidak.
Pengawas sekolah hanya memberikan data dan rekomentasi, terhadap kinerja guru dan kepala sekolah. Apakah data dan rekomendasi tersebut, dipakai atau tidak, sebagai acuan dlm mengambil keputusan, oleh pihak yang yang berkepentingan, itu bukan domainnya pengawas sekolah.
Alasan kedua, pengawas yang datang ke sekolah, sering dipandang sebelah mata oleh guru dan kepala sekolah. Mengapa itu bisa, karena karir mereka tidak ditentukan oleh pengawas. Baik atau tidak karir guru dan kepala sekolah, sekarang sangat ditentukan oleh lobi dan koneksi dengan pejabat diatas (pejabat daerah).
Jadi sebaik apapun intrumen/alat ukur yang dibawa kesekolah oleh pengawas, maka akan tidak berarti sama sekali.
Kini banyak pengawas menggugat keberadaannya, ditengah - tengah kemunduran kualitas pendidikan Indonesia. Mereka menggugat agar diberikan kewenangan lebih, agar kehadiran mereka lebih dihargai. Karena pengawaslah yang tau kapasitas guru dan kepala sekolah yang dibinanya. Tidak hanya itu, pengawaslah yang tau obatnya bila sekolah itu sakit alias tidak berkualitas.
Pengawas, sering menggugat keberadaannya dalam setiap rapat kerja (raker pengawas) setiap tahun. Seperti apa yang terjadi hari ini (tgl 8/10/2018) di Aceh, mereka mengungkit lagi perihal keberadaan pengawas Aceh. Yang disayangkan gugatan itu disampaikan dihadapan kadisdik Aceh, yang kapasitasnya juga sangat terbatas.
Menurut penulis, ini persoalan regulasi menyangkut tugas dan wewenang pengawas. Maka bila regulasi yang ada belum diubah, maka pada siapapun para pengawas mengadu tentang keberadaannya, dipastikan itu tidak akan ada artinya sama sekali.
Lalu kemana bisa persoalan ini dibawa. Menurut penulis, persoalan ini bisa diperjuangkan melalui organisasi guru atau APSi (organisasi resmi pengawas), agar perubahan tugas/wewenang pengawas bisa dirubah. Pengawas bisa melobi DPR, MenPan RB dan Kemendikbud, agar regulasi yang ada dapat ditinjau kembali.
Kalau tidak, miskipun pengawas bersuara keras dan lantang dalam setiap raker, maka ini akan percuma. Maka pengawas dalam setiap raker seperti kata pepatah "anjing menggonggong kafilah berlalu". Dan, pengawas sekolah akan selalu menjadi "harimau" yang selalu mengaum, tapi "taringnya" tidak ada, alias harimau ompong.
Takengon 08/10/2018
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar