Menjumpai kenakalan-kenakalan siswa selama proses pembelajaran merupakan hal biasa dan hampir terjadi disetiap kegiatan Belajar Mengajar. Bahkan diwaktu istirahatpun kerapkali kita temukan kelakuan-kelakuan siswa yang terkadang meleihi batas. Dan biasanya pelakunya orang yang sama sampai ada iatilah 4L ( Lu Lagi Lu Lagi )

Dan sebagai manusia biasa, sabarnya seorang guru ada batasannya. Seyogyanya memang seorang guru harus mampu mengelola emosi dengan baik. Sehingga mampu tetap tersenyum menghadapi "si biang onar".

Ya "si biang onar", "si rese", "si tukang bolos", "anak bandel", "anak nakal", "si pengacau" , "si centil" dan lain sebagainya kerap kali terlontar dari mulut seorang guru sebagai respon dari tingkah laku siswa yang memang memancing emosi guru.. Julukan-julukan tersebut adalah cap/ stempel/label atau lebih tragisnya adalah vonis yang seharusnya tidak boleh terucap dari seorang guru.

Cap-cap negatif pada siswa akan menyebabkan hubungan antara guru dan siswa menjadi seperti ada batas.. Karena cap cap negatif pada seorang siswa yg diberikan seorang guru akan menggiring opini guru guru yang lain untuk melihat cap negatif yg disandang siswa tersebut..Sedangkan ada kemungkinan siswa itu tidak sedang melakukan hal yang negatif. Karena pada dasarnya tidak selamanya siswa tersebut "nakal".

Namun jika cap negatif itu sudah menempel di siswa tersebut dan dibenarkan berjamaah olah para guru maka lama kelamaan hal tersebut akan merasuk ke alam bawah sadar dan pada akhirnya sifat negatif itu akan benar benar menetap pada siswa tersebut.

Oleh karena itu sekali lagi sebagai seorang guru yang baik harus mempunyai kontrol emosi yang kuat sehingga tidak mudah terpancing untuk memberi cap negatif pada siswa..