Kata itu begitu melegenda 2 tahun yang lalu di mess perumahan dinas suami. Tempat kami tinggal selama 17 tahun. Rumah tua namun menyisakan kenangan tak terlupa. Bu Ida Wien memperkenalkan pada kami membuat nasi bungkus daun pisang. kami singkat nasbung. Sederhana namun mengesankan.

Kami sisihkan uang belanja atas ijin para suami tuk menyiapkan semuanya. Awalnya distribusi buat para karyawan yg tidak pulang dan lanjut sholat Jum'at.

Ada yg buat secara ikhlas bikin ayam plecing, mi goreng, oseng, tahu bumbu Bali juga memasak nasi. Kemudian dibungkus bersama.

Singkat cerita banyak yg berminat gabung walaupun lewat transfer atau kirim bahan mentah. Akhirnya dari 40 bungkus kami dapat membuat 200 bungkus. Karena berlebih maka biasa kami salurkan ke pp anak yatim ataupun bapak tukang becak, tukang parkir, Mbah Mbah tua jualan sayur.

Jika ditanya.. apakah kami capek... OOO tidak sama sekali. Kami senang dan menikmatinya.

Hari berganti bahkan tahunpun berganti. Ternyata perusahaan tempat para suami oleng dan membuat kami harus berpencar. Ada yg pindah kerja di luar kota ada pula yang pulang kampung. Lhaa tinggal kami yang masih tersisa di kota ini. Dan aku pindah ke rumah sendiri.

Rasa yg tersisa kangen hampa campur aduk. Kini kuulang lagi kenangan itu walau hanya sendiri.

DHL