Dwi Kartini

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Terlupakan, dan mendendam

Terlupakan, dan Mendendam

Jam 03.00, udara pagi Kota Bandung mulai terasa. Musim hujan telah dimulai. Suhu udara semakin dingin menusuk pori-pori. Suasana sangat hening. Sephia masih tenggelam dalam buku-bukunya. Ia terus melumat lembar demi lembar. Begitulah cara dia menghabiskan waktunya, mengisi hari-hari yang sangat sepi.

Seusai salat subuh, ia siap-siap pergi ke rumah sakit. Ia menyiapkan sarapan sendiri. Potongan roti dengan selai anggur dan segelas susu murni. Selesai sarapan, ia mencuci piringnya kembali. Menempatkannya di tempat semula. Keadaan rumah sangat rapih, tidak berantakan. Tertata kembali dan sangat bersih. Ia mulai memasuki garasi, menyalakan mobil dan menutup kembali pintu garasi. Di penghujung jalan, satpam komplek melempar seyum. Ia membukakan pintu gerbang komplek. Sephia membuka kaca mobil dan menyapanya,”Pagi Pak.”

“Pagi, Neng Dokter,” katanya sangat sopan dan ramah.

“Ini sarapannya Pak,” Sephia memberikan potongan roti dan buah dalam tempat makan.

“Terima kasih Neng,” pak satpam membungkuk sangat hormat.

“Sama-sama Pak,” suara renyah keluar dari mulut yang mungil dan bibir yang tipis. Raut wajah yang bersih dan terawat. Sangat indah dan menarik untuk dilihat. Sephia mengepalkan tangannya dan berucap kembali “semangat!”.

“Semangat Neng!,” jawab lelaki yang sudah tua. Umurnya di atas Sephia. Ia berumur sekitar 58 tahun. Ia sangat sigap, walaupun telah berumur. Lelaki itu sangat hormat terhadap Sephia. Sephia sering menolongnya. Semua satpam komplek mengenal Sephia dengan baik dan sangat sopan. Ia akan menolong siapa saja yang membutuhkan. Sikapnya sangat rendah hati, walaupun ia orang berada. “Hati-hati ya,” katanya lagi sembari melambaikan tangan.

“Siap Bos,” Sephia melemparkan seyum termanisnya. Jalanan Kota Bandung masih sangat sepi. Hanya beberapa orang yang akan pergi ke pasar. Jalanan tidak dipenuhi oleh mobil-mobil pada jam 7 pagi. Jalanan sangat lengang. Sephia menyalakan musik di mobil. Lirik-lirik dari lagu Band Padi, menemani ia dalam perjalanan menuju rumah sakit. Ia bernyanyi sembari menyetir. Suasana damai dan tenang ia rasakan. Lagu yang ia putar ribuan puluh kali. Lagu itu seperti teman setia buatnya.

Aku sayapnya...tambatan hatinya

yang mengilhami tiap langkah hidupnya

Begitu adanya...dalam goresan pena

Ia suratkan berkala untukku

Tak sekalipun kujumpai dia

Tak pernah berhenti mencintaiku

Seluruhjiwa raga meskipun samar

Siapa gerangan dirinya

Aku nafasnya mungkin pula nadinya

Kan menjaga denyut jiwanya

Berartinya aku dimata hatinya

Telah meniupkan cinta sejatinya

Sungguh enngan ia merelakan aku

Tak pernah berhenti mencintaiku

Seluruh jiwa raga hati meskipun samar

Siapakah gerangan dirinya...

Jam 05.15, ia sampai di rumah sakit. Suasana rumah sakit Santosa sudah sangat ramai. Dengan berbagai aktivitas. Ada yang membersihkan lantai, ada yang menyapu dan ada juga yang membersihkan jendela. Semua bekerja sesuai Jobs-desknya masing-masing. Perawat-perawat hilir mudik membawa kebutuhan pasien. Dokter-dokter jaga siap dan siaga menangani pasien. Ia memarkirkan mobilnya di tempat khusus. Sebagai orang yang penting di rumah sakit ternama dan bertarap internasional. ia mendapat tempat parkir khusus dan perlakuan istimewa tentunya. Melihat sosok yang ramah, baik, suka menolong dan sopan, sebetulnya tidaklah sulit untuk mendapatkan penghormatan dan penghargaan dari orang-orang sekelilingnya. Sephia sangat disayangi dan dirindukan oleh semua orang yang mengenalnya.

“Pagi Dok,” suara dari para perawat menyapa Sephia.

“Pagi semua,” katanya sambil terseyum manis dan sangat ceria. Ia melangkah mantap dan penuh percaya diri. Inner-beautynya memancar. Membuat ia semakin terlihat cantik dan memesona.

Banyak pria yang ingin mendekatinya, namun ia sulit terjamah. Ia seperti menyimpan misteri. Tidak banyak yang tahu tentang kehidupan pribadinya. Ia tampil begitu tegas, berwibawa dan sangat bijaksana serta adil. Semenjak ia menjadi kepala rumah sakit, profit rumah sakit meningkat sangat tajam. Ia begitu mengedepankan pelayanan. Semua karyawan, suster, perawat dan juga para dokter sangat puas dengan kepemimpinannya.

Ia memasuki ruangan dan duduk di meja kerjanya. Ia mulai memeriksa catatan-catatan penting. Menulisnya dalam buku memonya. Setelah itu, ia menyusuri ruangan-ruangan pasien. Melihat dan menyapa para pasien rawat inap membuat ia sangat senang. Mungkin itu juga salah satu kenapa keuntungan rumah sakit bisa meningkat sangat tajam, dari tahun-tahun sebelumnya-sebelum ia memimpin.

Ia memasuki ruang pasien kelas 1. Ia begitu kaget melihat sosok yang sangat dikenalnya. Sosok lelaki di masa lalunya. Tatapan mata mereka beradu. Lama saling memandang. Sephia terlatih untuk menguasai diri. Dalam hitungan detik, ia bisa menguasai suasana. Para suster yang mengawalnya memberi penjelasan tentang kondisi pasien. Para suster melaporkan perkembangan kesehatan pasien dengan semua hasil lab. Sephia mengangguk.

“Hanii,” suara dari lelaki yang sedang menunggui istrinya keluar. “Sephia, Kau bekerja di sini?,” suara itu kaget. Para suster saling menatap kebingungan.

Sephia hanya melempar seyum yang sangat dipaksakan. Hatinya tiba-tiba dirundung kesedihan. “Maaf, saya tidak mengenal Anda,” kata-katanya tegas dan cepat-cepat ia melangkah ke luar. Sebelumnya ia meminta para suster untuk melayani pasien.

“Sejak kapan Kamu ada di sini?,” lelaki itu mengejarnya menarik tangan Sephia, mencoba menghentikan langkah Sephia.

“Jangan sentuh aku,” katanya dengan tatapan tajam dan penuh kemarahan.

“Maaf-maaf,” lelaki itu mulai melepaskan genggaman tangannya. “Kamu sangat marah?,” katanya lagi dengan tatapan yang memelas.

“Tidak perlu dibahas, aku tidak ingin mengingat masa laluku,” katanya lagi, sembari melangkah meningalkan lelaki di depanya. Lelaki d depannya itu berperawakan berisi, namun tidak terlalu tinggi, bola matanya bulat, namun teduh, hidungnya mancung, bibirnya tipis dan berwarna sedikit merah. Lelaki ini terlihat bukan perokok. Bila ia terseyum terlihat ada lesung pipinya. Ia tidak terlihat tampan, namun manis dan menarik.

“Maafkan aku Dear,” katanya lagi meyakinkan.

Sephia tidak menjawab, ia hanya memandang wajah di depannya dengan tatapan sinis dan penuh kebencian. Giginya bergemerutuk menahan kemarahan. Nafasnya naik turun menahan amarah. Tangannya terkepal menahan emosinya. Ia melangkah meninggalkan lelaki itu. Lelaki yang berbalut kaos oblong hitam dengan jaket hijau itu terus mengejarnya. Jalannya aga sedikit tertatih. Ia mempunyai masalah di kakinya.

“Beri kesempatan aku bicara,” lelaki itu memohon dengan tatapan mengiba. Ia menghalangi langkah Sephia di lorong rumah sakit. Lorong itu masih sangat sepi. Dingdingnya berlapiskan wall-paper dengan warna soft, membuat lorong sepi itu terlihat tidak menakutkan. Di dingdingnya terpajang lukisan pemandangan yang sangat indah. Rumah sakit itu, terlihat hommy. Sephia merancang rumah sakit itu dengan baik. Segala sesuatunya detail dan mempunyai taste tinggi, dilengkapi peralatan mutakhir. Rumah sakit setara dengan rumah sakit Elisabeth di Singapura. Lulusan kedokteran dari universitas Mϋnchen. Ia sangat berpengalaman di bidang kedokteran di dunia internasional. Ia sebenarnya mendapat tawaran untuk bekerja di rumah sakit di Swiss, namun ia memilih pulang ke Indonesia untuk mengabdi pada negerinya.

Dispilin, kerja keras dan juga kecerdasanya membuat ia sangat mudah menempati posisi sekarang. Sebagai Kepala Rumah Sakit bertaraf internasional.

“Pergi!,” suara Sephia lebih keras sekarang. “Pergi atau aku buat keluarga Kamu hancur!” Suaranya meninggi, ia terlihat sangat marah dan penuh kebencian.

“Maafkan, aku khilap,” suara dari lelaki itu memelas. Ia menatap Sephia dengan perasaan bersalah. Ia mengingat apa yang telah diperbuatnya. Kali ini tidak menahan langkah Sephia. Ia membiarkan Sephia melangkah pergi. Ia menatap Sephia dengan perasaan sangat sedih dan merasa bersalah..

Sephia yang saat itu mengenakan sepatu high heel merah, begitu kontras dengan jas dokternya yang berwarna putih. Ia melangkah sangat cepat, suara sepatunya menjadi terdengar. Air matanya tidak tertahan lagi. Bola matanya terasa panas. Air matanya tumpah. Hatinya terasa sesak. Ia memasuki ruang kerjanya dan membantingkan dirinya di sofa. Pintu ruangannya dikunci. Ia mulai menangis terisak. Ia merasakan sangat sakit di hatinya. Tubuhnya bergetar, karena ia tidak bisa menahan tangisannya. “Aku sangat membenci lelaki itu,” katanya. Ia terus menangis. Ia menangis pilu.

***

Hari Rabu, Sephia berbaring di tempat tidur kesayangnya. Perasaannya sangat sedih. Pertengkaran-pertengkaran dengan suaminya sudah membuat ia tidak tahan. Suaminya sangat sibuk dan jarang mempunyai waktu untuk berdua. Bukan hanya sibuk, suaminya mulai dikerumuni oleh penggemar-penggemarnya. Isu perselingkuhan dengan rekanan artis menjadi berita utama koran gosip. Sementara Sephia orang yang sangat romantis. Ia bisa meninggalkan hal penting, demi orang yang dicintainya. Hari itu kondisinya kurang sehat, ia hanya tidur-tiduran di tempat tidur, sembari mendengarkan lagu grup Band Padi Siapa Gerangan Dirinya. Ia membaca buku-buku novel kegemaranya di saat waktu luang.

Lagu Band Padi-Siapa Gerangan Dirinya terkirim pada seseorang yang Sephia tidak kenal. Sephia tidak menyadari hal itu. Hpnya tertekan oleh tubuhnya yang sedang tidur-tiduran. Ia sering sekali melakukan kealpaan seperti itu.

Ia terus saja membaca, tak menghiraukan suara pesan masuk dari smartphonenya. Saat ia akan beranjak dari tempat tidurnya. Ia membuka pesan dari WA. Ada pesan yang bertuliskan Maaf ini siapa?.

Ia melihat dan membacanya, kemudian menelusuri chat-historynya. Ia baru menyadari kalau dari Hpnya telah terkirim lagu Siapa Gerangnya Dirinya dari lagu Padi. Ia menjawab pesan itu.

Bukan siapa-siapa. Beberapa saat pesan muncul kembali di Wa-nya. Kali ini, ia menerima lagu dari Tulus Teman Hidup. Ia terseyum dan sedikit mengernyitkan dahi. Ia heran karena chatnya bersambut. Chat yang hanya bertukar kiriman lagu. Mereka saling mengirimkan lirik-lirik lagu yang berbeda. Begitulah awal-awal mereka berkomunikasi. Bersautan seolah-olah mewakili perasaan masing-masing.

“Maaf, Ibu siapa ya?,” pesan lewat WA masih dari nomer yang sama.

Sephia membalas chatnya. “Saya bukan siapa-siapa, dan tidak penting mengetahui siapa saya.” Beberapa saat kemudian, ia mengirimkan sebuah foto keluarga Sephia yang diambil dari foto profile di FB (Facebook). Foto keluarga, suami dan anak-anaknya serta Sephia. Terlihat di foto keluarga itu sangat kompak. Memang seperti keluarga bahagia. Sephia memasang foto itu sebagai foto profile di FB memang sengaja. Supaya perempuan yang mengejar-ngejar suaminya berhenti menggangu keluarganya.

“Ibu Cantik mempunyai keluarga yang bahagia, pasangan yang serasi,” tulisannya di WA.

“Saya tidak cantik, itu hanya polesan make-up saja,”

“Suami Ibu pasti beruntung,”

“Seandainya suami saya menyadarinya, pasti kami bahagia,”

“Loch, kok,”

“Lupakan saja, tidak perlu dibahas,” jawab Sephia tidak ingin membahas suaminya.

“Maaf Ibu Cantik,” balasnya lagi pendek. Kali ini ia mengirimkan emotion bunga mawar.

Sephia mengirimkan emotion seyum malu-malu.

Mereka semakin akrab dari hari ke hari-dan terkadang saling mengirimkan puisi. Puisi yang mewakili perasaan masing-masing. Mereka saling memberikan perhatian. Hanya bertanya tentang kabar dan kegiatan sehari-hari mereka. Begitulah pada awalanya Mas Tyo dan sephia dekat.

“Aku jatuh hati, dan aku sangat takut,”

“Saya menyayangi dirimu layaknya milikku sendiri tanpa syarat, saya sadar besarnya tembok di depan kita, nitip anak-anak. Saya sayang kalian.” Begitu tertulis dalam pesannya di WA.

“Mas tahu, aku betul-betul jatuh hati dan aku ingin mempercayainya, namun aku takut,”

“Astagfirullahhaladzim, saya betul-betul jatuh cinta, Saya sayang banget sama dirimu,”

Sephia sangat bahagia, terlebih ia sudah lama terabaikan dan kesepian.

Mas Tyo meyakinkan terus, bahwa dirinya, ingin menjaga Sephia. Sephia ingin mengingkarinya. Ia menyadari lelaki-lelaki yang sering mendekatinya hanya lelaki hidung belang.

“Saya orang desa dan sangat lugu, saya tidak akan membohongi Kamu, Schatz,”

Sephia mulai terpengaruh. Ia mempercayai Mas Tyo. Ia memang jatuh hati.

Cinta bersemi dalam hitungan bulan, hingga akhirnya Sephia ditingalkan. Sephia begitu lugu masih saja mempercayai cinta. Ia mulai mencari kemana perginya Mas Tyo. Namun tak ada yang bisa menjelaskan. Mas Tyo tidak menjelaskan apa-apa. Ia seakan lenyap. Ia sering menangis. Ia terlupakan. Hatinya sangat hancur. Kata-kata Mas Tyo dan kata-kata puitisnya telah membuat ia betul-betul jatuh hati. Melambungkannya, namun Mas Tyo menghancurkannya. Ia pergi tanpa kata-kata terakhir. Sephia merasa seperti sampah. Terbuang dan terlupakan.

Dalam kesedihan, penderitaanya ia mulai mencari kekuatan. Ia belajar sangat keras. Hingga ia mendapatkan beasiswa dan lulus sebagai dokter terbaik di Universitas Mϋnchen.

Semuanya kini terbalik. Mas tyo yang tadinya meninggalkannya. Saat ini, Ia memohon-mohon kepada Sephia untuk membantu istrinya menyembuhkan penyakit kanker payudara yang menggerogoti istrinya. Sephia sudah meminta dokter lain untuk menanganinya. Namun, belum saja menghasilkan apa-apa. Sementara virus sudah menyebar kemana-mana. Menurut rumor dokter Sephia sangat pintar dan mampu menyembuhkan serta menghentikan virus tersebut. Walaupun mereka tahu Allahlah yang berkehendak, namun melalui tangan dinginnya Sephia, penyakit kanker bisa sembuh. Belum pernah ada yang gagal, setiap pasien yang ditanganinya.

Seperti biasa, Sephia datang lebih awal. Kali ini Ia tidak membesuk dan mengontrol pasien di kelas A-mawar. Ia tidak mau melihat Mas Tyo lagi. Ia telah menutup cerita tentangnya.

Suara pintu diketuk.

“Dokter, ada pasien yang ingin bertemu,”

“Ya, suruh masuk suster,” ujarnya sembari tangan-tangannya sibuk pada laptopnya.

“Pagi, Schatz,” suara yang lembut dan terbiasa terdengar ditelinganya.

Sephia menatap Mas Tyo dengan sangat marah. “Ada apa lagi?”

“Saya betul-betul minta tolong,” Mas Tyo mengiba

“Aku sudah menyuruh dokter lain untuk menangani istri Anda,”

“Saya, ingin Kamu yang menanganinya, saya mohon,” terlukis wajah memelas Mas Tyo.

“Anda ingat, bagaimana saya memohon beribu-ribu kali kepada Anda untuk tidak meninggalkan saya,” Suaranya sangat tinggi, Sephia sangat marah. Matanya membesar.

“Pernah Anda berpikiran saat itu bagaimana perasaan aku, bagaimana hancurnya aku?!.” Sephia terisak. Ia menundukkan kepalanya dengan ditopang oleh tangannya yang putih serta kuku-kukunya yang berwarna orange. “Aku hancur saat itu, Anda dengan mudah bilang cinta dan sayang, setelah itu Anda tinggalkan. Apa menurut Anda saya barang, tidak mempunyai perasaan!” Ia berkata sangat keras, namun ia menangis kembali.

“Aku harus menutupi perselingkuhan kita, menyelamatkan nama baik Mas,”. Perselingkuhan mereka tercium oleh media. Sephia harus mengingkarinya. Setelah kompromi, suaminya mengambil anak-anaknya. Menjauhkan dari Sephia. Ia tidak boleh menemuinya hingga umur 18 tahun. Suami Sephia saat itu memang sudah menikah lagi. Saat itu Sephia sangat menderita. Untuk menghilangkan depresinya, ia bolak-balik ke psikiater. Hingga doker harus menyuntikan narkotika dalam dosis kecil, hanya untuk mendapatkan euforia sesaat.

Akhirnya, Sephia pergi ke Jerman. Belajar sangat keras hingga seperti saat ini.

Mas Tyo mendekat, mencoba menenangkan. Namun Sephia menepisnya. “Urusan kita sudah selesai, pergilah- aku tidak ingin mengingat lagi masa lalu,” tetesan air mata meleleh di pipinya. “Biarkan aku hidup tenang sekarang,”

----Bersambung

#KamuMembualKebencianItuMuncul

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Penggemar padi band ya bu. Anaknya bang fadli padi ada di swkolah alam indonesia nih bu.

30 Jul
Balas

Hihihi...

30 Jul

Hmm... Perjalanan cinta yang menarik.

30 Jul
Balas

Begitulah

30 Jul

Nama indah dan tingkah solihah. Sip berfaedah. Slamet..slamet ..bu

30 Jul
Balas

Suwunnn

30 Jul



search

New Post