DWI KUMALASARI, S.Pd.I

Lahir di Purwosari (Simalungun) pada 22 Oktobet1970. Saat ini bertugas di SDN 016516 Pulau Sejuk, Batu Bara, Sumatra Utara. ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Ketika Sebuah Panggilan Menjadi tidak Berubah

Ketika Sebuah Panggilan Menjadi tidak Berubah

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendapat julukan atau panggilan yang bermacam-macam. Panggilan dengan nama langsung dianggap tidak sopan oleh sebagian orang. Contohnya dalam suku Jawa, memanggil dengan nama langsung hanya pantas untuk orang yang usianya sebaya atau lebih muda. Selain itu, pangilan tertentu merupakan sebagai bentuk penghormatan kepada sesorang.

Panggilan terhadap seseorang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Ada panggilan berdasarkan keturunan atau ikatan darah. Misalnya ayah, abi, emak, papa, mama, bude, dan kakek. Panggilan berdasarkan keturunan inipun berbeda antara satu suku dengan suku lainnya. Antara satu daerah dengan daerah lainnya. Ada pula panggilan berdasarkan profesi. Misalnya guru dan dokter. Ada juga panggilan berdasarkan pangkat atau jabatan, dan masih banyak lagi.

Ada saatnya panggilan terhadap seseorang mengalami perubahan. Perubahan itu terjadi ketika orang tersebut mengalami perubahan status. Contohnya dalam sebuah keluarga. Saat baru menikah, sang istri akan memanggil suaminya dengan sebutan “abang”, “mas”, atau apalah yang menunjukkan penghormatan dan kasih kepada pasangannya. Namun, setelah memiliki anak panggilan itu ada yang berubah. Miasalnya menjadi “papa”, “abi”.dan banyak lagi yang menunjukkan panggilan anak terhadap ayahnya. Demikian juga dengan sang istri. Hal tersebut sudah menjadi sesuatu yang biasa. Terserah kepada individu masing-masing. Tidak menjadi masalah atau dianggap tidak sopan ataupun tidak hormat.

Panggilan terhadap seseorang di lingkungan pun bisa saja berubah. Seperti yang saya alami. Ada dua orang cucu tetangga. Yang satu tinggal bersama neneknya di belakang rumah. Yang satu lagi tinggal bersama ibunya jauh dari kediaman saya. Saat di sekolah, mereka sama-sama memanggil “Bu Guru”. Namun, ketika di rumah, yang satu memanggil “Nenek”, karena dia merasa lebih akrab. Sedangkan yang satunya tetap memanggil “Bu Guru”. Ada lagi, seorang murid yang sudah menikah. Ketika menyebutkan panggilan anaknya untuk saya, dia kebingungan, Sebentar dia menyebutkan “Nenek”, sebentar kemudian “Uwak”. Semua itu tentu tidak menjadi permasalahan. Yang penting kita saling menghormati.

Dari pengalaman-pengalaman tersebut, bahwa sebuah panggilan terhadap seseorang dapat mengalami perubahan selama kita masih hidup. Namun ada saatnya sebuah panggilan yang tidak mengalami perubahan. Panggilan yang selamanya tetap, baik dia laki-laki maupun perempuan. Yaitu panggilan ketika tubuh sudah terbujur kaku. Ktika jasad berpisah dari raga. Ketika segala kekayaan, harta, dan pangkat tidak lagi berguna. Yang ada hanya amal ibadahnya. Saat itulah panggilan itu akan tetap untuk selamanya, yaitu almarhum atau almarhumah.

Mudah-mudahan panggilan yang tetap ini menjadi panggilan yang terpuji. Panggilan yang tidak ada umpatan ataupun celaan bagi orang lain. Aamiin ya robbal ‘alamiin.

Wallahu a’lam bissowab.

#TantanganGurusiana

#Tantangan hari ke-9

Batu Bara, 02052020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

salam literasi

03 May
Balas

Sama-sama,Bu. Sukses selalu

03 May

Aamiin...sukses bu...

04 May
Balas

Aamiin.. sama-sama.

06 May



search

New Post