Masih kuingat betul, semasa kecilku aku selalu digendong kesana kemari oleh seorang perempuan tangguh. Sembari mendorong gerobak yang diatasnya tertata rapi jajanan anak, rokok, minuman dan  kacang rebus. Beliau berjualan disetiap ada acara pasar malam, pagelaran wayang kulit, atau pentas seni lainnya. Laki-laki kuat yang selalu mendampingi yaitu bapakku, kini bapak telah meninggalkan kami setahun yang lalu. Ibu, seorang perempuan tua yang sekarang menjadi tanggung jawabku. Tak lagi bekerja, beliau hanya merawat putriku yang berusia 1,5 tahun yang setiap harinya selalu kutinggal mengais rejeki.

Ibuku begitu tangguh, ia telah menderita sakit asam lambung kurang lebih empat tahun lamanya. Dulu, setiap ada jeritan, setiap ada berita menyedihkan di televisi, dan setiap ada orang yang meninggal beliau selalu ketakutan luar biasa. Berobat ke dokter manapun sudah kami datangi, pengobatan tradisional dan pijit juga sudah beliau lakoni. Sampai dua tahun terakhir, beliau merasa cocok dengan pengobatan seorang dokter psikiatri di daerah kami. Beliau terus menjalani pengobatan sampai detik ini. Setiap sebulan sekali, aku dan si mbakyuku bergantian untuk mengantarkan ibu berobat ke salah satu rumah sakit di Tulungagung.

Dulu, aku selalu bertanya-tanya. Mengapa sakit lambung cocok dengan seorang dokter psikiatri? Pasti orang menyangka yang tidak-tidak saat mendengar kata tersebut. Sama dengan aku, saat pertama kali ibuku dibawa berobat kesana. Semakin lama, aku bertemu dengan banyak pasien yang ditangani dokter tersebut. Rupanya sangat banyak yang menderita sakit lambung. Sakit lambung akan menimbulkan kecemasan dan rasa takut. Tanda dan gejala kecemasan biasanya disebabkan karena orang tersebut khawatir ada sesuatu hal buruk terjadi pada dirinya.Psikis dalam diri seseorang harus selalu dijaga dengan perasaan tenang dan damai, agar penderita segera sehat. Tidak boleh terlalu banyak masalah yang dipikirkan. Ah, entahlah yang terpenting ibuku segera sehat. Alhamdulillah, perkembangannya juga semakin bagus. Semakin pulih dan terbukti saat bapakku selama beberapa bulan sakit sampai menemui ajalnya. Ibuku sudah sangat tatak (berani) merawatnya. Allah lebih sayang pada bapakku, yang terlihat sakit lama adalah ibu. Tapi Allah mengambil bapak terlebih dahulu.

Setelah bapak tiada, ibuku berusaha tetap menjalani kehidupan ini dengan ikhlas. Alhamdulillah, kondisi ibuku juga terus membaik sehingga bisa merawat cucunya. Dengan keikhlasan yang luar biasa, beliau selalu ada untuk anak-anaknya. Beliau selalu mengorbankan tenaga, pikiran, dan waktu demi membuat anak-anaknya bahagia. Lantas apa yang sudah kita berikan kepada sosok ibu kita? Sudahkah di sisa umurnya kita membuat beliau bahagia? Sudahkah kita membalas jasa-jasanya?

Membalas jasa ibu tidak akan mungkin dapat dilakukan oleh seorang anak. Ibu yang sudah dengan susah payah mengandung kita selama sembilan bulan. Ibu yang telah merawat dan membesarkan kita. Ibu yang telah mengajari , melindungi ,dan menjaga kita. Tiada batas kasih sayangnya. Bagiku ibu adalah pahlawan terhebat. Sungguh tiada mampu kita membalasnya. Padahal sering kita berkata “ah” kepadanya. Tidakkah sakit hatinya saat seorang anak berkata seperti itu. Pasti sungguh akan menyakitkan hatinya. Kini, setelah kita menjadi seorang ibu pasti juga sakit hati kita saat anak kita berkata yang kurang enak. Oleh karena itu, marilah kita jaga hati dan perasaan ibu kita. Berbahagialah yang masih ditemani oleh kedua orangtuanya. Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa berbakti kepada kedua orangtua kita, utamanya ibu. Semoga para ibu di Indonesia berbahagia selalu. Aamiin.

Tulungagung, 10 Januari 2021