Senyum Erlita

Aku bukanlah keluarga berada. Sebagai seorang guru tidak tetap di sekolah dasar. Aku hanya mempunyai gaji kurang dari satu juta. Suamiku sendiri hanyalah karyawan di suatu perusahaan swasta. Gajinya juga kurang dari dua juta. Jika digabung kami hanya punya pendapatan sekitar dua setengah juta perbulan. Kalau untuk biaya makan, bayar kontrakan, belum lagi biaya penitipan si kecil. Tidaklah cukup bila di hitung dengan rumus matematika. Apalagi biaya untuk keperluan sikecil sangatlah banyak. Tetapi entah mengapa, justru aku tidak pernah merasa kekurangan. Diakhir bulan aku tidak pernah mendapati kehabisan uang hingga aku harus berhutang. Semuanya serba pas dan cukup.

Kebutuhan sikecil Erlita kadang tidak terprediksi. Dengan umurnya yang baru dua setengah tahun terkadang memang membutuhkan pengeluaran ekstra. Tetapi aku tidak begitu menghiraukannya. Aku yakin pasti ada jalan nantinya. Karena aku percaya Tuhan sudah mengatur rizki manusia jauh sebelum dia lahir. Untuk itu aku selalu optimis dalam membesarkan buah hatiku. Aku hanya ingin dia tumbuh dengan normal seperti anak-anak lainnya. Hingga dia dapat menjadi anak yang sohekhah dan beguna untuk orang lain.

Walaupun pendapatanku pas-pasan. Aku ingin selalu membahagiakan buah hatiku. Aku ingin selalu membuatnya tersenyum. Karena dengan senyumnya aku juga bisa merasa bahagia. Dengan melihat senyumnya rasa lelahku sejenak pun hilang. Senyum Erlita bagaikan vitamin untukku yang dapat menghilangkan semua ketakutan dan kekhawtiran dalam diriku. Untuk itu aku ingin senantiasa melihatnya tersenyum. Apapun akan aku lakukan agar tetap bisa membuatnya tersenyum. Karena senyumnya adalah duniaku, kebahagianku. Erlitaku sayang, tetaplah tersenyum...