Dwi Riyanto

Seorang ayah dari tiga putra putri. Suami dari seorang istri. Tinggal di kota bandeng. Sidoarjo. Menulis itu kegiatan yang mengasyikan. Menjadi candu bagi pe...

Selengkapnya
Navigasi Web
1. Catatan Seorang Ayah
Ini Ceritaku Melawan Kemustahilan

1. Catatan Seorang Ayah

Pelankan Suaramu Nak.

Pagi. Rintik hujan belum berakhir. Genangan air di depan rumah masih menyisakan jejak. Deras hujan semalam. Selesai membuka kran air PDAM. Aku kembali masuk rumah. Menyiapkan baju seragam kerja. Tetiba.

Reng! Reng! Reng!

Terdengar suara sepeda motor. Si sulung sudah datang kiranya. Semalam tidur di rumah nenek. Bukan semalam saja sih. Lebih sering tidur di sana. Maklum mulai orok udah bersama mertua.

Bukan salah si sulung sepenuhnya. Mungkin karena cucu laki laki pertama. Jadi lebih dekat.

Di tambah ke ogahan minum ASI si sulung. Juga membawa pengaruh. Klop. Ngetoll. Tanpa hambatan. Cukup sediakan susu formula. Di jamin aman terkendali. Tidur nyenyak sepanjang malam.

Krek! Derit suara pintu ruang tamu di buka.

"Assalamualaikum," terdengar suara si sulung memberi salam.

"Waalaikumussalaam," sahutku dari ruang mushola.Tanpa melihat si sulung datang.

Kedua tanganku asyik memainkan seterika. Pagi ini. Beberapa pasang baju seragam. Ngantri minta di rapikan. Mulai seragam si bungsu. TK. Sampai si sulung yang sudah kelas 8. Si tengah kelas 4 saat ini.

Usai sholat subuh. Si tengah kembali melanjutkan mimpinya yang tertunda. Begitupun Si bungsu. Masih pulas di atas guling kesayanganya.

Sang ibu. Meracik menu sarapan di dapur. Menyiapkan logistik. Untuk bekal. Sekolah sekalian makan siangku.

" Mas. Mandi dulu. Ayah nyelesaikan seterikaan dulu,"

" Iya," sahutnya

*****

Seterikaan selesai. Si sulung usai mandi. Sarapan? Belum siap. Lanjut aku yang bebersih badan. Mandi. Dari dalam kamar mandi. Terdengar peecapan si sulung dengan ibunya.

" Buk. Sepatuku udah kering ta?" Tanya si sulung, " yang basah kehujanan kemarin," lanjutnya.

"Belum mas,"jawab ibunya,"pakai yang lama aja"

"Oalah. Ibuk ini yo opo seh," sahut si sulung.

Dari dalam kamar mandi. Terdengar suara si sulung meninggi. Mungkin kecewa atau lagi ilfill.

****

Keluar dari kamar mandi. Aku jemur handuk di dekat outdoor AC. Berharap cepat kering. Tak pakai lama baju seragam sudah menempel di badan. Sepatu kerja/ boot berujung besipun tak mau ketinggalan. Lengket di kaki.

Aku dekati istri di dapur. Melihat menu sarapan yang akan di sajikan. Telur ceplok. Sambel tomat. Dadar jagung. Corned untuk anak-anak. "Tepak" wadah bekal sudah berisi nasi. Lauknya menyusul.

" Wow. Sedapnya," godaku.

Membaui aroma telur ceplok di penggorengan. Sesekali mencowel pipi pemasaknya.

"Opo ae," sergap istriku. Mengibaskan tangan menangkis tanganku yang akan mencubit pipinya.

" Gak tau iki panas ta?" Ujarnya. Sambil mengangkat "sotel" di tangan kanannya. Aku balas dengan senyuman wae.

*****

"Buk! Ibuk!

Terdengar suara si sulung dari ruang keluarga.

"Wes mari ta sarapannya?" teriaknya. Suaranya meninggi.

Mendengar teriakan si sulung. Telingaku sedikit memanas. Aku tinggalkan istri di dapur. Menghampiri si sulung.

" Mas. Jangan diulangi ya. Teriak teriak. Memanggil ibuk. Lain kali mendekat. Di lihat. Bertutur yang sopan dan pelan," nasehatku pada si sulung. Aku memang tidak suka mendengar teriakan. Apalagi seorang anak kepada ibunya. Sensitif.

*****

Bisa jadi. Apa yang di lakukan si sulung. Sekedar meniru. Orang tua atau lingkungan. Akupun mulai introspeksi diri. Ada yang gak benar ini. Mencari akar masalah sebelum lebih parah.

Komunikasi yang kurang baik. Antara aku dan si sulung. Ada jarak. Sehingga hati kurang mecing. Terlalu lama si sulung ikut neneknya. Seolah olah ikatan batin kami tidak ada.

Mulai pagi. Sampai malam. Seharian tinggal di rumah neneknya. Pulang jika ada perlu saja. Mandi. Ganti baju atau belajar. Selebihnya stay di rumah neneknya.

Dilema. Jika keduanya. Si sulung dan si tengah tinggal di rumah. Bersama kami. Sepi menghantui rumah neneknya. Dan ada kekhawatiran. Kalau ada apa-apa sama mereka berdua. Kakek neneknya. Tidak ada yang mengabari.

Meskipun dekat. Satu komplek. Belum tentu aku hadir setiap hari. Apalagi keduanya sudah lanjut. Perlu perhatian. Hiburan. Dari cucunya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Begitulah pak kalau anak ikut Mbah ..sama kaya anakku..manjanya gak habis-habis...udah gede mintanya apa-apa udah disiapin ... Sabar lah pak...mau gimana lagi ..

20 Jan
Balas

Iya mbak...mesti di kasih pengertian.

21 Jan



search

New Post