Dwi Riyanto

Seorang ayah dari tiga putra putri. Suami dari seorang istri. Tinggal di kota bandeng. Sidoarjo. Menulis itu kegiatan yang mengasyikan. Menjadi candu bagi pe...

Selengkapnya
Navigasi Web

5. Catatan Seorang Ayah

Ibu

Ibu bukan yang melahirkan aku.

Berbagai jurus telah aku lancarkan. Bermacam bujuk rayuan aku utarakan. Namun hatimu tak bergeming. Kukuh. Hidup sendiri. Di rumah tua warisan bapak.

Entahlah.

Aku harus bagaimana?

Anak dan istriku berharap sangat. Agar ibu mau bersama kami. Melihat. Mendengar. Bercerita. Bermain. Bersama cucumu. Manja dalam pangkuanmu. Ibu.

Kami. Sayang kepadamu. Ibu. Bermimpi bisa menemani selalu. Di sisa hari tua ibu.

Bakti ku tak seberapa. Di bandingkan perjuangan ibu. Sepanjang waktu.

Keriput kulit ibu. Saksi bisu. Kesetiaan. Merawat anakmu. Kurus badan dan putih rambutmu. Bukti. Cinta tanpa batas.

*****

Hingga suatu hari. Sakit mendatangi engkau. Ibu. Aku berfikir. Ini saat yang tepat meluncurkan jurus rayuan maut.

" Bu. Aku mau ibu..."

Tak sanggup aku melanjutkan ucapan. Kelu lidah. Hilang nyali. Takut ibu lebih nelangsa. Atau menjadi kepikiran.

Tetiba.

" Ada apa man?"

Sorot netranya teduh. Menghujam kalbuku.

" Aku mau. Ibu tinggal bersama kami."

Sekali lagi. Aku memberanikan diri. Memohon. Meminta ibu berkenan. Tinggal bersama cucunya. Di rumah kami.

"Kenapa? kamu keberatan man? Mengunjungi ibu?"

Aku kembali diam. Tak ada nyali. Menjawab. Apalagi menatap ke arah wajah ibu.

Pikiranku melayang. Mengingat masa kecil. Saat belum sekolah. Bagaimana ibu mengasuh aku. Meskipun bukan anak kandung. Menyayangi seperti anak sendiri. Menyiapkan segala keperluan. Menyediakan waktu untuk bercerita. Mendengar kisah kecilku Menyerahkan pelukan hangat.

" Ibu gak mau merepotkan kamu man.

Biar ibu tinggal di sini. Rumah ini warisan bapak kamu. Banyak kenangan yang tidak bisa aku lupakan. Tinggalkan. Begitu saja nak."

Aku lebih banyak mendengarkan. Mencoba memahami. Memaknai. Apa yang ibu ucapkan. Bisa jadi kelak aku juga seperti ini. Lebih kerjaan di rumah sendiri. Daripada ikut anak. Entahlah.

Rumah perjuangan. Rumah kenangan. Rumah idaman.

Begitu kira-kira.

Ada noda sejarah tak terlupakan.

Di atas amben. Ibu berbaring. Wajah tuanya nampak pucat. Rambut berubannya terurai.

Dengan sisa - sisa tenaga. Ibu mulai bercerita. Tentang masa kecilku.

Nakal. Bandel. Suka ngebantah. Dan banyak lagi kenakalan yang beliau ceritakan. Aku menyimak dengan penuh antusias. Sesekali di selingi kisah lucu. Dalam cerita beliau. Kami pun tertawa bersama.

Sejenak aku lupakan. Keinginan mengajak ibu.

Untuk tinggal bersama kami.

Sesibuk apapun. Aku sempatkan menjenguk. Menelepon. Ibu. Walau hanya sekedar menyapa. Menanyakan kabar ibu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post