Dwi Rostika Dharmawati

Dwi Rostika Dharmawati, Guru SMA Negeri 1 Tanjungpandan. Mengajar bidang Studi Biologi. Lahir di Tanjungpandan, 25 Januari 1964...

Selengkapnya
Navigasi Web
Harus Bisa Membedakan (Bag.2)

Harus Bisa Membedakan (Bag.2)

Tantangan Hari Ke-45

#tantanganGurusiana

Kuharapkan setelah aku menjelaskan mengenai gangguan jiwa, anak bisa paham bagaimana seharusnya mengelola jiwa mereka dalam artian menjaga hati dan pikiran selalu berfikir positif.

· “Bu...mau tanya”. Terdengar suara dari belakang, spontan aku menoleh ke sumber suara. Salah satu murid yang duduk dibaris kanan belakang kulihat mengacungkan tangannya. “Ya...silahkan. Mau tanya masalah apa?”, tanya ku kembali. “Kalau begitu, gangguan mental lebih disebabkan oleh faktor genetik ya Bu!” serunya. “Benar sekali”, jawabku. “Apakah kamu tidak mencari dan membaca tentang penyalit menurun yang ibu tugaskan pada pertemuan sebelumnya?” aku bertanya kepadanya. Diapun menjawab,”Maaf ibu, saya sama sekali tidak belajar”. Kalau siswa sudah menjawab seperti itu, aku hanya bisa mengatakan kalau ingin tahu sesuatu tidak ada jalan lain ya belajar, kerjakan tugas yang diberikan guru.

Lalu kutanyakan ke semua siswa yang ada di kelas “Adakah yang sudah mencari tugas yang ibu berikan? apa yang dimaksud gangguan atau cacat mental atau keterbelakangan mental?”. Mendengar pertanyaanku mereka menjawab serentak dengan jawaban masing-masing yang tidak terdengar jelas. “Yang mau menjawab acungkan tangan terlebih dahulu, nanti ibu yang nentukan siapa yang menjawab pertanyaan ibu. Kalau kalian jawab serentak ramai seperti ini, jawabannya kabur, tidak jelas”. Merekapun diam, tidak ada satupun yang mengacungkan tangan dan buka suara. Inilah kebiasaan siswa kita, senangnya jawab ramai, giliran diminta mengacungkan tangan, diam semua.

Akhirnya kutunjuk siswa yang kuanggap bisa menjawab pertanyaaku, karena ku tahu anak yang rajin dan cerdas. “Baik bu. Yang dimaksud gangguan mental atau cacat mental adalah kelainan yang lebih karena diwariskan dari kedua orangtuanya. Salah satu penyebab dikarenakan rusaknya sistem saraf akibat kadar asam fenilpiruvat yang tinggi dalam tubuh, yang biasa disebut fenilketonuria (FKU). Fenilketonuria itu terjadi karena tubuh tidak mampu mensintesis enzim yang dapat mengubah fenilalanin menjadi asam amino tiroksin. Produksi enzim tersebut dikendalikan oleh gen dominan. Jadi kalau seorang anak memiliki gen homozigot resesif tidak bisa memproduksi enzim tersebut”. Jawabannya “Terimakasih, jawaban yang luar biasa, ayo beri aplaus untuk temanmu”. Kawan-kawannya bertepuk tangan dengan riuhnya. “Bagaimana pahamkah semuanya, yang telah dijelaskan temanmu?” Aku bertanya untuk memastikan mereka sudah paham atau tidak. “Sudah bu...”, mereka menjawab.

“Ibu akan tambah sedikit mengenai cacat mental. Cacat mental atau keterbelakangan mental sering juga disebut oligifrenia.” “Nah sekarang ibu tanya lagi. Apakah tanda atau ciri-ciri seseorang merupakan penderita cacat mental. Yang mau menjawab acungkan tangannya.” Kali ini ada seorang siswa perempuan yang manis, mengacungkan tangannya. “Silahkan jawab pertanyaan ibu.” Diapun menjawab dengan lugasnya. “Yang saya baca dari internet, ciri orang mengalami gangguan mental atau cacat mental antara lain, IQ di bawah 70. Duduk, merangkak atau berjalan lebih terlambat dari anak-anak lain, Kesulitan belajar berbicara atau berbicara dengan tidak jelas. Gangguan pada ingatan. Tidak dapat berpikir secara logis. Kurangnya keingintahuan. Hanya itu bu yang saya ingat.” “Baiklah tidak apa-apa. Mari kita beri aplaus jawaban kawanmu yang juga luar biasa ini.” Siswa kemabali bertepuk tangan.

“Siapa lagi yang ingin menambahkan ciri lain yang belum disebutkan?” Pintaku kepada siswa. Seorang siswa laki-laki yang sisiran rambutnya sangat rapi, karena dia tidak lupa menggunakan pomade pada rambutnya mengacungkan tangan. Aku persilahkan dia menjawab. “Ciri lainnya adalah perilaku kekanakan yang tidak konsisten dengan usia anak. Tidak dapat mengerti konsekuensi dari suatu aksi. Tidak dapat menjalani kehidupan yang normal karena kesulitan dalam berkomunikasi, menjaga diri atau berinteraksi dengan orang lain.” Mendengar jawabannya kawan-kawannya spontan bertepuk tangan. “Terimakasih jawabannya, dan juga luar biasa. Ternyata kalau kalian belajar sebelum membahas materi tersebut di sekolah, lebih mudah kalian mengerti dan paham.”

Bersamaan dengan itu bel tanda pergantian jam pelajaran telah berbunyi, sehingga aku harus mengakhiri pelajaran. Padahal merangkum dan memberi postes untuk siswa belum kulakukan. Kuingatkan kepada siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah lalu dan memberikan tugas membaca tentang idiot, imbisil dan debil untuk pertemuan berikutnya. Ku akhiri dengan ucapan salam.

Tanjungpandan, 03 Maret 2020

Bersambung....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bertambah lg bu ilmu km membaca tulisan ibu

04 Mar
Balas

Iya bu kita dapat tukar ilmu

05 Mar

Lanjutkan dengan semangat.

04 Mar
Balas



search

New Post