Tantangan Hari Ke-35

#tantanganGurusiana

Guru baru yang ditugaskan di SMAN 1 Subang ternyata bukan hanya aku, melainkan ada guru kimia yang bernama bu Dede. Walaupun satu fakultas di FPMIPA, aku belum pernah ketemu beliau sebelumnya semasa kuliah. Maklum saja tempat kuliahnya berbeda.Tetapi beliau mengatakan sering melihatku. Beliau juga tinggal di Bandung, membuatku senang punya teman seperjuangan.

Pada apel pagi itu aku dan bu Dede diperkenalkan oleh kepala sekolah kepada siswa. Dan hari itu juga kami mulai bertugas. Hari pertamaku mengajar berjalan lancar. Siswa nya tidak ada yang membuat jengkel. Malah mereka senang menjemput ke ruang guru, apabila giliranku mengajar di kelasnya. Memang pernah juga aku marah, kkarena mereka lalai. Semula ketika aku marah dan menasehati sepertinya kurang mengena di hati mereka. Aku berfikir mungkin karena aku menggunakan bahasa Indonesia. Aku cukup lama di Bandung, tetapi aku hanya bisa berbicara menggunakan bahasa Sunda yang kasar. Setelah kucoba menasehati dengan menggunakan bahasa Sunda sebisaku, ternyata efeknya lebih besar. Mereka lebih cepat paham dan mengikuti apa yang kita inginkan dari mereka.

Siswa disana saat itu sangat sopan, walaupun dengan kami yang saat itu tidak jauh beda usia dengan mereka. Yang namanya siswa di sekolah pastilah ada yang nakal dan suka bolos. Ada seorang siswa kelas dua, kalau sekarang istilahnya jadi kelas sebelas, jurusan IPS, nama Lingga. Anak ini pagi itu sekolah dan datangnya tidak telambat.

Perlu diketahui di SMAN 1 Subang pada masa kepemimpinan pak Solichin tepat pukul 07.00 pagi pintu pagar depan sekolah sudah tertutup dan dikunci. Sehingga siswa dan guru yang terlambat tidak dapat masuk dan harus menunggu 1 jam pelajaran kemudian, baru diperbolehkan masuk. Kadang hal ini yang membuat kawan-kawan guru yang tinggal Bandung mengeluh, karena kalau naik bis tidak dapat diprediksi cepat tidaknya bis sampai di Subang.

Mengenai siswa yang bernama Lingga ini memang sering bolos. Dua jam pertama dia ada di kelas, pada jam ketiga sudah tidak ada di kelas. Jam ketiga ketika itu adalah pelajaran keterampilan yang di ajar oleh bu Siti. Karena aku piket, bu Siti mengabarkan Lingga tidak ada di kelas. Kami coba cari di dalam lingkungan sekolah tidak ada. Akhirnya pak asep, pak Yazid dan pak Aman mengajakku keluar pagar sekolah, dan mencari nya dibagian belakang sekolah. Ternyata di sebelah pagar belakang sekolah terdapat warung. Karena memang aku masih baru disana, baru kali itulah ke belakang sekolah. Waktu kami tiba di warung kami tidak menemukan Lingga. Pak Aman memintaku menunggu di pintu belakang rumah pemilik warung bersama pak Asep. Rupanya pak Aman sudah tahu kalau Lingga ada di dalam rumah. Sewaktu pak Aman masuk melalui pintu depan, Lingga mau kabur lewat pintu belakang. Dia lari hampir menabrak ku. Untungmya pak Asep sigap menangkapnya, dan kami menggiringnya ke sekolah. Lingga pun kembali disidang dan menurut cerita pak Aman yang merupakan guru BK, sudah sering anak ini membolos dan kabarnya dia bolos ke warung belakang sekolah untuk merokok. Dia kabur dengan memanjat pagar sekolah, padahal pagar sekolah cukup tinggi. Yang ku ingat keesokan harinya orangtua Lingga hadir di sekolah dan Lingga dikembalikan kepada orangtuanya, karena sudah ada perjanjian sebelumnya.

Begitu banyak kisah yang bisa kuceritakan tentang pengalamanku dengan siswa dan kawan-kawan guru di SMAN 1 Subang. Terutama kenangan bersama bapak ibu guru yang sama-sama tinggal di Bandung. Sama-sama setiap hari naik bis pulang pergi Bandung-Subang.

Bersambung