ADOH MAMBU WANGI, CEDHAK MAMBU TAI
"Lagi ngopo ndhuk?" kudengar mbah Sami menyapaku sambil berjalan menuju ke arahku.
Seperti biasa, pasti ada yang akan diceritakan kepadaku. Sekarang cerita apa lagi yang akan ku dengar. Apakah tentang menantunya atau tentang anaknya yang baru saja berangkat ke Jakarta kemarin?
"Nggih mbah, punika siram-siram sekar. Sampun sakwetawis mboten jawah dados radi alum, eman-eman menawi garing", sahutku sambil terus melanjutkan aktivitasku menyirami bunga.
"Wonten dhawuh mbah?" lanjutku.
Aku matikan kran air kemudian mendekati mbah Sami yang sudah lebih dulu duduk di teras rumahku. Ya, aku memang menjadi pendengar setia dari setiap cerita yang diurai mbah Sami. Kasihan juga aku, dari ketujuh anaknya, hanya satu orang saja yang tinggal menemaninya. Dia tidak punya tempat untuk mencurahkan seluruh deret cerita yang akan diuraikan, atau sekedar keluh kesah bisikan hatinya. Anaknya sibuk dengan usahanya mencari rupiah demi rupiah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berapa sih upah seorang buruh harian? Kalau bisa, anaknya itu tak ingin mengenal kata libur, demi mendapatkan uang untuk menghidupi anak istri dan orang tuanya.
"Iki lho ndhuk, aku ditoukokne ali-ali Bambang. Apik yo?" ujar mbah sami sambil menunjukkan cincin barunya. Dari raut wajahnya nampak kalau dia sedang berbahagia.
"Lha Parno kie piye, boro-boro nukokne ali-ali aku. Nggo bakdan wae yo ra tau", lanjut mbah Sami.
"Om Parno lak nggih nyambut damel to mbah?" tanyaku singkat.
"Yo kerjo jane. Malah ra tau prei, nganti mbok'e wae ra diurusi", jawab mbah Sami lirih. Raut mukanya berubah sendu.
"Mbah, om Parno niku nggih gemati kalih penjenengan, bulik Tini nggih gemati, mboten nate sambat senaosa namung kahanan pas-pasan. Pancen rejeki niku piyambak-piyambak", hiburku sambil mengelus tangannya yang sudah keriput.
"Didongakne mawon nggih, sedanten pun paringi sehat, rejekine nggih barakah, keluargane sedaya ayem tentrem, ngibadahe saged istiqamah. Ukuran mulya niku lak mboten namung saking bondho to mbah", lanjutku lembut. Aku memang berusaha untuk menenangkan suasana hatinya. Setiap lebaran usai dia kembali kesepian, seperti hari ini.
Mbah Sami manggut-manggut, semoga dia dapat menerima apa yang aku sampaikan. Menjelang waktu maghrib aku mengajaknya untuk bersiap-siap pergi ke masjid.
...........................
Seorang ibu muda, menantu dari sebuah keluarga yang tinggal serumah dengan mertuanya, mau tidak mau dia harus merawat mertuanya itu dengan seluruh kasih sayangnya, dengan sisa waktu yang masih dimilikinya. Dia bekerja ekstra keras dari melayani suami, merawat anak-anak, hingga merawat mertuanya yang sudah tua.
Dia sudah berupaya sedemikian rupa agar sang mertua merasa bahagia, merasa dihormati, dan merasa dicintai olehnya. Dia merawat mertuanya mulai dari menyiapkan makanan, membersihkan rumah, dan mencuci pakaiannya. Tak pernah mengeluh walaupun sebenarnya dia juga merasa capek.
Kerja kerasnya hanya dipandang sebelah mata oleh orang tuanya. Bahkan cenderung dianggap kurang, atau belum memberikan apa-apa sama sekali.
Anak dan menantu yang jauh rumahnya sesekali datang berkunjung dengan membawa sekadar oleh-oleh, atau memberikan beberapa lembar uang. Hal yang demikian membuat si orang tua senang. Setiap hari dipuji, diingat-ingat pembeliannya. Dipamerkan kebaikannya. Semua saudara dan tetangga diberitahukan.
Berbeda dengan anak dan menantu yang tinggal serumah dengannya, hampir setiap hari selalu saja dibicarakan kekurangannya. Selalu saja disalahkan, diceritakan kesalahannya itu kepada semua saudara dan tetangga.
Pernahkah anda mendengar hal yang demikian? Memiliki orangtua atau mertua yang agak rewel, yang sulit pelayanannya? Janganlah kaget, karena hal itu sudah biasa terjadi. Usah tertulis dalam peribahasa jawa sejak jaman dahulu kala "adoh mambu wangi, cedhak mambu tai". Maksudnya, anak yang jauh selalu kelihatan lebih baik, sedngkan anak yang dekat hanya nampak kekurangannya.
Semoga kita selalu diberikan kesabaran dan kekuatan untuk merawat orang tua atau mertua dengan tulus ikhlas, tanpa ingin dipuji ataupun dipamerkan kepada siapa saja. Cukup Allah yang mencatat amal bakti kita sebagai "anak yang sholeh".
Salam bersama meraih ridha Ilahi.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga Bulik Tini diberi kesabaran dan rejeki yang cukup
Aamiin.. Terima kasih doa Bunda Romdonah utk bulik Tini... Hy itu yg sering sy sampaikan ke beliau. Ibu suami jg ibu kt, klo kt mampu bersabar & berbakti layaknya ortu sendiri, brarti kt b menjaga nama baik suami, dan pastilah surga jaminannya. Aamiin. Salam kenal Bunda
sabar.
Kadang mmg seperti itu Bu.
Iyya Bunda Isminatun, sampai orang jawa membuat paribasan spt itu... Kadang sy jga kasihan, cm bs bantu utk mendekatkan hub antara simbah & bulik Tini...
Hehehe.... Iyya mas, sy jga sering pesen gt sm bulik Tini... Tetangga sebelah rumah
Betullll sekali
Betullll sekali
Betullll sekali
Njih Bunda Indiyah Murniningsih... Sy cm bs bantu pendekatan antara antara simbah & bulik Tini... Smg kt semua bs mjd org2 yg sabar ya Bund