Suatu Pagi di Istiqlal
Dear pembaca, kali ini saya ingin melanjutkan tulisan saya sebelumnya tentang perjalanan anak anak kelas 9 ke Jakarta. Melanglang Jakarta selama 5 hari 4 malam.
Dari stasiun Pasar Senin kami diantar bis menuju ke Masjid Istiqlal. Perjalanan ke Istiqlal kurang lebih 21 menit dengan menggunakan bis. Kami berombongan tiga bis. Bis inilah yang akan membawa kami keliling Jakarta dan Bogor selama 3 hari.
Sepanjang perjalanan dari stasiun ke masjid Istiqlal, jalan masih lengang. Belum banyak kendaraan yang lalu lalang. Alhamdulillah lancar.
Sesampai di Istiqlal, kami mengambil pakaian ganti dan peralatan mandi. Yah, setelah perjalanan 9 jam dengan kereta tentu saja kami harus membersihkan badan dan berganti pakaian untuk melaksanakan sholat Shubuh. Di depan istiqlal kami sudah disambut oleh beberapa orang yang menjual tas kresek untuk tempat sandar. Biasanya mereka tidak menetapkan harga, hanya bayar seikhlasnya. Karena kami sudah membawa tas kresek sendiri, maka saya mengajak anak anak untuk langsung menuju ke kamar mandi, tanpa menitip sandal meski sebenarnya di sana ada juga tempat penitipan sandal. Kami lebih memilih menyimpan sandal di ransel kami.
Saya sengaja berlambat lambat, untuk memastikan anak anak tidak salah arah. Saat sedang berdiri di depan tempat penitipan sandal, tiba tiba seorang pria dengan kaos oblong berwarna kuning, dan celana jins belel mendekati saya dan mengucap salam. Meski merasa agak aneh, saya jawab salamnya. Ia bertanya rombongan dari mana. Saya jawab kami rombongan dari MTsN 4 Kota Surabaya. Iapun memperkenalkan dirinya. Tapi maaf, sekarang saya lupa namanya. Pertama obrolan kami wajar wajar saja hingga ia bercerita bahwa ia adalah tokoh reformasi Indonesia dan pernah melanglang buana ke Filiphina untuk berdemo dan menaikkan Qorazon Aquino sebagai presiden. Oh ya? Disitu saya mulai merasakan keanehan. Antara percaya dan tak percaya, saya hanya tersenyum dan mengangguk anggukkan kepala saja. Mungkin ia melihat keraguan di mata saya. Ia lantas mengeluarkan secarik kertas, sobekan kertas koran lebih tepatnya, yang berisi tentang berita tahun jadul tentang demonstrasi di Philipina. Saya tidak tahu, apakah saya salah bila kemudian timbul prasangka jelek dalam diri saya. Waktu rasanya merambat pelan. Saya harus bergegas pergi, mandi dan berwudlu untuk melaksanakan sholat Subuh. Maka saat orang tersebut hendak melanjutkan ceritanya, saya memohon maaf, dan berpamitan bahwa saya harus bergegas untuk menyiapkan diri dan anak anak untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah. Saya berulang kali meminta maaf. Syukurlah, sepertinya ia bisa maklumi pikiran saya. Sayapun melangkahkan kaki dengan cepat menyusul anak anak yang sudah terlebih dahulu menuju ke toilet.
Tidak berapa lama kemudian suara adzan berkumandang, dan sayapun melangkahkan kaki menuju ke ruang utama masjid Istiqlal. Alhamdulilah, entah mengapa hari itu saya merasa mendapat perlindungan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerita yang bergizi. Terima kasih. Barakallah. Salam Ea!
Terimakasih, sudah mampir, pak Aly, barokallah