Kegembiraan sebagai strategi belajar
Dalam dunia pendidikan, kegembiraan merupakan strategi belajar.
Ia harus diletakkan pada urutan pertama. Namun, bagaimana caranya?
Serangkaian strategi harus dilakukan oleh seorang guru/ dosen. Bermainlah dengan murid-murid! Itulah yang disarankan oleh Bapak Pendidikan Nasional kita.
Kurikulum yang dirancang Ki Hadjar Dewantara disampaikan dengan cara bermain (dolanan) seperti dolanan anak, tarian, nabuh gamelan, dsb. Dalam model kurikulum yang dikembangkan Ki Hadjar, anak diajari calistung yang disampaikan dengan aneka permainan.
Pandangan Ki Hadjar Dewantara tentang bermain dengan demikian menyoroti dimensi instrumental dan epistemologis dari bermain sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran yaitu kemajuan softskill anak.
Dalam pandangan filsuf Jerman terkemuka, Hans-Georg Gadamer (1902 – 2002), konsep “bermain” (spiel) memiliki bobot ontologis yang mendalam, bukan hanya instrumentalis, melainkan epistemologis seperti disampaikan Ki Hadjar Dewantara di atas.
Gadamer dalam adikaryanya, Truth and Method (1960) membahas letak pentingnya bermain dalam penyingkapan kebenaran yang mewujud dalam struktur ontologis seni dan pengalaman manusia tentang seni itu sendiri.
Memberikan pertanyaan kepada guru dan siswa tentang makna pengalaman belajar (learning experience). Rata-rata jawaban mereka ialah kurangnya kegembiraan dalam belajar.
Memang, baik guru maupun siswa mengenal istilah fun learning, tetapi implementasinya jauh dari memadai.
Banyak guru sekadar mencari kesenangan dalam belajar dengan cara mengajak siswa bermain, menari, dan bernyanyi, tetapi jarang sekali dari mereka memahami hakikat kegembiraan dalam belajar (joyful learning). Pasalnya, apa yang mereka rekayasa dalam bentuk permainan tidak nyambung (out of context) dengan bidang studi yang diajarkan.
Kegembiraan anak dalam belajar sebenarnya merupakan hak fundamental yang harus diberikan sepenuhnya. Kegembiraan bukan semata-mata memberikan mereka permainan di luar ketika mereka belajar tanpa tujuan yang jelas, melainkan sebuah cara yang menyatu dengan tujuan pembelajaran berjangka panjang.
Banyak sekolah, misalnya, menghabiskan begitu banyak waktu untuk bermain, tetapi tak bertujuan serta membuat program kunjungan sekolah hanya pada waktu libur.
Kegembiraan hanya berlangsung sesaat. Bagi para siswa, tentu saja permainan dan kunjungan wisata yang hanya sesekali itu malah memberikan mereka beban karena begitu mereka kembali ke sekolah, hanya kebosanan yang mereka dapatkan.
Salah satu contoh kebosanan mereka dalam belajar dapat terlihat, misalnya, ketika jam belajar selesai. Semuanya bersorak dan ingin cepat pulang, atau ketika mereka mendapatkan hari libur. Semuanya merupakan penanda bahwa sekolah dan belajar merupakan kegiatan yang melelahkan, membosankan, bahkan menyebalkan. Jika kenyataan-kenyataan ini diperoleh anak-anak kita, apa yang akan terjadi dengan perkembangan jiwa mereka di masa datang.
Beberapa hasil riset tentang perkembangan mental dan kejiwaan anak-anak yang dialami ketika mereka belajar menunjukkan secara konsisten dan kuat bahwa kurangnya keceriaan dan kegembiraan dalam belajar berpengaruh terhadap kesuksesan masa depan seorang anak. Dalam laporan Center on the Developing Child (2007) ditunjukkan secara khusus bahwa efek belajar yang menggembirakan dapat meningkatkan kapasitas arsitektur otak anak, yaitu pada saatnya otak tersebut akan memberikan pengaruh yang baik dalam membentuk perilaku sosial dan emosi anak yang cerdas. Ini artinya, pengalaman belajar anak, jika terjadi secara benar, dapat membentuk jalan bagi tumbuhnya motivasi belajar secara benar.
Jika di masa depan kita menginginkan tumbuhnya karakter jujur dan kesalehan sosial yang kuat pada diri seorang anak, pendampingan terhadap proses belajar yang menggembirakan dan menyatu dengan tema yang diajarkan secara kontekstual penting dilakukan. Penelusuran secara longitudinal terhadap keberhasilan seorang anak menunjukkan jejak yang kuat bahwa pengenalan konsep ilmu dan pendampingan orang dewasa menjadi dua hal yang signi? kan untuk dilakukan secara benar.
Dengan demikian, belajar dengan gembira dan ceria yang terprogram dan terencana secara baik dan berkesinambungan harus ditata secara baik dan benar dalam sebuah rangkaian yang tidak terpisahkan dengan setiap bidang studi yang diajarkan (Schweinhart et al, 2005).
Namun demikian, masih banyak kita lihat kesalahan fundamental terjadi dalam proses meletakkan kegembiraan dalam belajar.
Beberapa kesalahan itu terlihat dalam proses belajar yang lebih banyak didominasi tuntutan perkembangan kapasitas akademik anak sehingga anak tak memperoleh pengalaman belajar yang autentik berdasarkan konteks sosial dan budaya yang terjadi di tengah-tengah kehidupannya. Selain itu, tak sedikit dijumpai paradigma yang salah dari para pendidik yang memandang pengalaman belajar (learning experience) sebagai sebuah kondisi yang sepenuhnya di bawah kendali dan dipegang guru.
Jika secara de?nitif makna pengalaman belajar ialah sebuah proses belajar itu selalu sesuai dengan kondisi aktual yang dialami para siswa, kegembiraan dalam belajar yang terstruktur dan inovatif merupakan kebutuhan yang harus dimiliki setiap guru. Ralph Tyler dalam Basic Principles of Curriculum and Instruction (1926) mendefinisikan pengalaman belajar dengan kalimat berikut, “The term learning experience is not the same as the content with which a course deal nor the activities performed by the teacher. The term learning experience refers to the interaction between the learner and the external conditions of the environment to which he can react. Learning takes place through the active behavior of the student; it is what he does that he learns, not what the teacher does”.
Jelas sekali bahwa pemaknaan pengalaman belajar yang salah lebih banyak disebabkan faktor guru yang tak memiliki kreativitas dalam merancang pembelajaran yang berkualitas dan menyenangkan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar