Dyah Kristanti

Guru SMKN Sawoo Ponorogo...

Selengkapnya
Navigasi Web
Setan 'GEPENG'

Setan 'GEPENG'

Ihhh,,,, syereeemmmm. Mungkin itu kesan pertama anda ketika membaca tulisan ini. Ihhh,,,, Sungguh menyenangkan mengajar siswa ABG (Anak Baru Gede) apalagi di SMK yang mayoritas siswanya adalah laki-laki. Walaupun pada Kurtilas ini guru bukanlah pusat perhatian bagi siswanya akan tetapi guru tetap memegang peran penting dalam sistem pembelajaran baik dikelas maupun luar kelas. Oleh karena guru selain sebagai fasilitator juga pengendali karakter siswa, sehingga perlu jalinan hubungan yang baik antara siswa dengan semua guru dan karyawan disekolah. Dan ceritaku berawal disini. Ketika aku harus bertemu dengan siswa baruku. Mengenali sifat mereka dan memberikan umpan balik supaya tercapai tujuan pembelajaran dengan harapan mendapatkan hasil yang memuaskan. Metode yang kupilih bermacam-macam tergantung kondisi kelas dan karakter siswa. Ternyata kondisi saat ini banyak siswa yang mengalami kesulitan konsentrasi belajar. Mungkin kondisi ini akan dimaklumi apabila dialami oleh penyandang disabilitas atau lebih dikenal dengan sebutan inklusi. Siswa inklusi kami adalah siswa dimana secara fisik mereka terlihat sempurna namun tidak bisa memberikan umpan balik atas apa yang telah dia terima, sehingga terjadi missed atau keterlambatan response. Dan pemerintah masih akan memberi solusi terhadap siswa berkebutuhan khusus ini mengingat sekolah khusus untuk mereka belum tersedia secara luas. Oleh karena mayoritas siswa kami adalah siswa yang sehat jasmani dan rohani maka yang akan aku ceritakan disini adalah siswa yang bukan inklusi namun mengalami kesulitan konsentrasi dalam belajar. Salah satu pemicunya adalah HandPhone Selular Android atau yang dikenal dengan sebutan ”Setan Gepeng”. Benda yang satu ini adalah momok terbesar bagi keberhasilan siswa dalam belajar. Dimana benda tersebut sudah mulai menguasai keseharian siswa kami. Begitu banyak aplikasi menggiurkan mulai dari Chatting ( Whatsapp, Telegram, Chat Me, Twiter, Instagram, Facebook),game ( Warrior, PUBG, Mobile Legend) yang ditawarkan dengan harga terjangkau dan bisa memberikan kepuasan bagi mereka. Merekapun tergiur untuk memiliki aplikasi tersebut. Sedihnya, pemerintah melegalkan Game tersebut bahkan dijadikan ajang perlombaan dengan iming-iming Piala Presiden. Walaupun itu sulit dicapai oleh siswa kami namun mereka tetap meluangkan waktu untuk bermain game tersebut. Ironisnya, mereka sering lupa waktu dan lupa diri kapan saatnya berhenti bermain game ataupun chatting. bahkan Bahkan terkadang sering guru harus menunggu siswa yang kecanduan Setan Gepeng tersebut siap untuk kegiatan pembelajaran. Suatu hari saat habis waktu istirahat, saya masuk kelas akan mulai kegiatan pembelajaran, tiba-tiba menjumpainya masih memegang HP dalam kondisi asyik main game berkata padaku,” Bentar ya Bu, saya masih menuntaskan game ini karena sudah hampir menang, tunggu ya Bu, Sabar ya Bu, Orang yang sabar disayang Tuhan ya bu”. Astaghfirullohaladzim,, dan itu terjadi juga pada beberapa siswa kami yang lain. Ketika kutanya mengapa bu guru harus menunggumu, padahal etikanya ketika guru masuk kelas kalian harus sudah siap belajar. Dan sekali lagi jawaban mereka sangat mengejutkan.” Rugilah Bu kalau berhenti sekarang tidak bisa di mute( dalam artian kalau sudah berhenti maka hasil game yang tadi hangus alias tidak bisa dilanjutkan lagi nanti)” jawab mereka polos tanpa dosa ataupun merasa bersalah. Bahkan tak jarang siswa mengantuk pada jam pertama atau awal pelajaran. Setelah kutanya mengapa mereka mengantuk? Jawabnya “ semalam ada acara keluarga Bu, semalam ada tetangga yang meninggal Bu, semalam begadang bu sama teman-teman” bahkan ada yang menjawab ”semalam main game Bu,, karena kalau malam signalnya bagus dan lancar”. Sekali lagi aku terdiam, ingin marah tapi tidak bisa karena ini bukan salah mereka seratus persen. Lalu siapa yang bersalah? Apakah Gurunya ataukah Orangtuanya? Ataukah system pendidikannya? Atau kebijakan pemerintah yang memperbolehkan main Game diusia sekolah. Mereka adalah genersi penerus kami kelak. Mereka adalah harapan kami dimasa yang akan datang. Merekalah kelak yang melanjutkan perjuangan kami, kisah kami dan mampu memperbaiki kelamahan kami. Namun, kenyataan saat ini sangat memprihatinkan dimana rasa keingintahuan mereka bukan tentang ilmu yang manfaat dimasa datang tetapi cenderung mendapatkan kepuasan pribadi semata. Tanpa mau merasakan kesulitan tentang belajar matematika, kesulitan tentang menghafal Pancasila dan UUD 1945. Mereka lebih suka yang mudah dan instan bukan melalui proses yang dapat mempengaruhi hasil. Siswa jaman now katanya. Lebih kondang disebut dengan Generasi Micin mungkin karena semua makanan instan yang mereka sukai mengandung banyak micin atau penyedap rasa sehingga mereka terbuai oleh keadaan dimana serba dimudahkan. Apalagi dengan adanya system penilaian KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Dengan ketentuan tidak ada siswa yang tidak mampu atau dibawah KKM kecuali pada kondisi tertentu ( sakit atau sering tidak masuk kelas atau Alpha). Dengan demikian mereka dianggap tuntas sehingga bisa naik kelas bahkan lulus sekolah. Kondisi yang demikian, memaksa kami para guru dan juga kerjasama orangtua atau wali siswa untuk bekerjakeras menciptakan situasi belajar yang kondusif yang dapat mengantarkan siswa mempunyai nilai ketuntasan minimal dan berkarakter sesuai anjuran pemerintah yang dituangkan dalam Permendikbud No. 21 Tahun 2016 yaitu tentang Pembelajaran Abad 21. Pembelajaran Abad 21 memang mempunyai tantangan tersendiri khususnya bagi seorang guru yaitu membangun masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society) yang memiliki ketrampilan melek TIK dan media (ICT and media literacy skills), ketrampilan berfikir kritis ( Higher Order Thinking/HOT), ketrampilan memecahkan masalah ( Problem-Solving Skills), ketrampilan berkomunikasi efektif ( Effective Communication Skills), ketrampilan bekerjasama secara kolaboratif ( Collaborative Skills). Dalam konteks Pendidikan, sesungguhnya peran TIK adalah sebagai enabler atau alat untuk memungkinkan terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien serta menyenangkan. Jadi HandPhone Android sebenarnya dapat mendukung siswa untuk mengintegrasikan TIK dalam kegiatan pembelajaran abad 21. Selain harga terjangkau, canggih dan ringan bisa dibawa kemana saja tanpa ribet. Adapun salah satu cara menciptakan situasi belajar yang kondusif yaitu dengan membatasi penggunaan HandPhone Android pada saat dirumah ataupun disekolah. Dibatasi dalam artian dikembalikan fungsinya sesuai dengan kebutuhan belajar siswa supaya lebih bermanfaat dan tidak merugikan siswa(pengguna HP Android). Jaman dulu mungkin mudah mengatasi siswa bermain HandPhone karena dilarang mengaktifkan HP saat pembelajaran berlangsung. Akan tetapi Kurikulum 2013 sekarang ini mewajibkan siswa untuk selalu up to date terhadap informasi yang berkaitan dengan Standar Kompetensi yang sedang dipelajari dan diharapkan siswa mampu menemukan sendiri informasi yang dibutuhkan kemudian siswa dapat mencipta sesuatu atau sebuah karya yang kemudian dapat diterapkan pada lingkungan sosialnya supaya bermanfaat bagi dirinya dan juga masyarakat luas. Sehingga perlu akses internet untuk browsing data ataupun informasi tersebut. Dan memang sumber dari jejaring social seperti Google, AskMe, Browser, Opera dan lain sebagainya, cukup mempunyai data dan informasi yang kekinian namun tetap perlu pendampingan karena terkadang sumber tersebut tidak valid atau Hoaks ( lagi trend saat ini). Kami para guru berharap, siswa mau mengembangkan dirinya melalui rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu pengetahuan supaya hidupnya tidak gelap dan lebih berarti .

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Seru sekali, Bu sepertinya kalau mengajar SMK, ya. Dari pengalaman cerita beberapa mantan siswa saya, mereka lebih menikmati sekolah karena sudah sesuai dengan minatnya jika dibandingkan dengan yang di SMA atau MA yang notabene materi yang dipelajari lebih umum.

12 Jun
Balas

Iya bu Yuniar Widati,, kita seperti teman, sekaligus orang tuanya,, ada saja ceritanya hehe

12 Jun



search

New Post