Masih ingat dengan keutamaan mencari ilmu? Saya lebih senang mengatakan mencari ilmu, karena kalau harus menuntut belum tentu yang dituntut akan mau.

Banyak anjuran agar manusia mencari ilmu. Siapa saj dan kapan saja.

Carilah ilmu sampai ke negeri Cina, salah satunya begitu. Bahkan ada yang lebih luas lagi, carilah ilmu sejak dalam gendongan hingga ke liang lahat.

Sebagai manusia pembelajar tugas kita adalah belajar. Belajar dalam segala hal, dan dalam berbagai kesempatan. Bahkan dalam kita mengajar pun ada sebuah pembelajaran buat kita. Dan intinya adalah belajar bagaimana mengajar siswa dalam perbedaan, karena setiap siswa mempunyai karakteristik yang berbeda.

Ada pepatah mengatakan, belajar diwaktu kecil (muda) bagai menulis di atas batu. Belajar sesudah dewasa (tua) bagai menulis di atas air.

Sungguh dalam, makna dari pepatah itu. Bahkan, secara tidak sadar. Kita sering mengajarkan hal-hal terhadap peserta didik apa yang pernah kita terima ketika sekolah dulu. Bahkan situasinya jelas berbeda, bahkan bertolak belakang. Di sinilah pentingnya, mengapa manusia pembelajar itu harus tetap belajar.

Ketika belajar itu dianggap sebagai sebuah keharusan, maka tidak akan terbersit tujuan untuk sukses. Karena kesuksesan itu adalah resiko dari sebuah usaha dalam pembelajaran. Segaimana halnya kegagalan.

Tentu saja, antara usaha dan resiko terdapat celah pembeda. Ujian namanya. Jadi setelah pembelaran, untuk mencapai hasil tentunya harus melalui tahapan ujian.

Keberhasilan dan kegagalan adalah sebuah persinggahan. Keduanya bukanlah akhir dari tujuan. Sebaliknya, kesuksesan dan kehancuran adalah sebuah ujian terhadap konsistensi diri seseorang.

Salah besar ketika orang mengatakan bahwa manusia harus belajar agar kelak menjadi orang yang sukses. Karena kesuksesan adalah ujian terberat bagi manusia.

Borobudur, 20 Januari 2020