Edi Prasetyo

Tinggal di Purbalingga, Jawa Tengah. Sejak masih kuliah di IKIP Yogyakarta gemar menulis. Pernah menjadi guru di SMAN 1 Sokaraja, Banyumas 18 tahun, KS SMAN 1 S...

Selengkapnya
Navigasi Web
Orang Lain Bercerita Naik Pesawat, Dia Bercerita Naik Becak

Orang Lain Bercerita Naik Pesawat, Dia Bercerita Naik Becak

Bisa naik pesawat, tentu hebat. Tak sembarang orang bisa mengalaminya. Karena itu, menceritakan pengalaman pribadi ketika naik pesawat, tentu akan membuat banyak orang terpikat.

Namun tidak demikian dengan Pak Drajat. Sebagai seorang konglomerat yang memiliki usaha bisnis di berbagai tempat, dia memang sering sekali naik pesawat. Seminggu bisa empat sampai lima kali. Tapi setahu saya, dia belum pernah menceritakan pengalamannya naik pesawat. Saya sendiri tidak tahu apa alasannya.

Kemarin, di sela-sela rapat RT, dia malah bercerita tentang pengalamannya naik becak. Lho, kok aneh? Apa istimewanya menceritakan pengalaman naik becak? Tapi itulah yang dilakukannya.

Menurut Pak Drajat, saat seseorang naik becak, ada sisi-sisi kemanusiaan yang mestinya dipahami. Pekerjaan menarik becak tentu bukan pekerjaan yang menjanjikan. Berat dan hasilnya tak seberapa. Untuk sekadar memenuhi kebutuhan makan keluarga saja, sering tak cukup. Tapi nyatanya, masih cukup banyak yang mau menjalaninya. Jika bukan karena alasan terpaksa, lalu apa?

Karena itu, di saat naik becak, Pak Drajat selalu berusaha menyelami sisi-sisi kemanusiaan yang dialami si tukang becak dan keluarganya. Seperti yang diceritakannya kemarin.

Sambil naik becak, Pak Drajat menanyakan beberapa hal tentang diri dan keluarganya. Ketika ditanyakan berapa umurnya, tukang becak yang mengaku memiliki istri dan tiga orang anak itu menjawab, lima puluh tahun. Pak Drajat kaget. Sama sekali dia tak menyangka kalau tukang becak itu baru berusia lima puluh tahun. Semula dia menduga, setidaknya tukang becak itu sudah berumur 65 tahun. Sebab, kulit tubuhnya sudah keriput. Pipinya cekung dan beberapa giginya sudah tanggal. Napasnya pun sudah ngos-ngosan.

Tak tega dengan keadaan si tukang becak tersebut, di tengah perjalanan Pak Drajat meminta agar becak dihentikan. Dia turun dari becak dan meminta tukang becak untuk menjadi penumpang. Meski tukang becak tersebut tampak keheranan, namun Pak Drajat tetap mencoba mengayuh becak.

Awalnya, dia merasa mampu. Namun belum sampai menempuh jarak lima puluh meter, Pak Drajat merasa sudah tak sanggup lagi untuk melanjutkan perjalanan. Dia pun meminggirkan becak dan kemudian mengajak si tukang becak masuk ke warung makan di pinggir jalan.

Tukang becak itu pun menuruti ajakan Pak Drajat. Mungkin karena dia tengah lapar. Segera Pak Drajat memesan dua porsi nasi rames dengan menu yang cukup istimewa. Dua gelas minuman jeruk hangat pun dipesannya. Tak berselang lama, mereka berdua menikmati makanan yang dihidangkan pelayan warung.

Sambil menyantap makanan, Pak Drajat sesekali melirik si tukang becak yang sedang makan dengan lahapnya. Dalam hati dia bertanya, mungkinkah selama ini dia jarang menikmati makanan yang seperti ini? Kasihan sekali kalau begitu, pikirnya.

Seusai makan, Pak Drajat minta diantarkan ke tempat tujuan yang tinggal sekitar lima ratus meter lagi. Sesampai di tempat tujuan, Pak Drajat turun dan memberikan selembar uang kertas seratus ribuan sebagai upahnya. Seolah tak percaya dengan apa yang terjadi pada dirinya, tukang becak itu pun kemudian memeluk erat tubuh Pak Drajat sambil meneteskan air mata. [*]

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Saya sedang berpikir, andai Mas Ihsan rajin nulis juga di Gurusiana, kira-kira Pak Edi berani menyindir juga atau tidak. Hehehe. Sepertinya, saya tidak boleh menulis ya...

18 Mar
Balas

Naik becak indah juga kalau bersama orang yang kita cintai.

18 Mar
Balas

Ingatkan mbecak di alun2"Pak. Dia bilang Kehabisan Bensin. Ternyata pak becak itu belum sarapan. (nyuwun sak iklase ngge sarapan)

18 Mar
Balas

Iya, Pak. Ternyata memang banyak yang seperti itu. Kasihan sekali ya, Pak?

18 Mar

Serba serbi kehidupan. Pak

18 Mar

Betul sekali, Pak Tanto.

18 Mar

Duh ..rasanya saya ikut berlinang air mata Pak Edi....

18 Mar
Balas

Apa iya, Bu? Karena trenyuh?

18 Mar

Iyaaaa Pak Edi.....

18 Mar

Betul, Bu. Kehidupan mereka memang sering membuat orang nelangsa.

18 Mar

Begitulah Pak hidup ini, yang selalu naik pesawat dia tidak mau cerita tentang pesawat tidak ada uniknya. Begitu juga sebaliknya. Barakallah Pak Edi sangat senang membacanya.

18 Mar
Balas

Alhamdulillah. Syukur jika Pak Syukri senang membacanya.

18 Mar

Berlinang air mata di titik terakhir kalimat penutup. Barakallah.

18 Mar
Balas

Benarkah, Pak? Karena nelangsa ya, Pak?

18 Mar



search

New Post